"Mommy ngapain sih mikirin anak gak tau diri itu ?" Suara bariton itu menggema di ruangan berukuran 5 x 6. Ruangan yang cukup besar untuk ukuran kamar.
Sejak kepergian Vina dari rumah beberapa bulan yang lalu nyaris tidak ada ketenangan di rumah itu. Yang tersisa hanya pertengkaran yang berujung perang dingin. Kazumi perempuan blasteran Jepang dan jawa itu mendadak menjadi sosok yang irit berbicara. Kepergian putri bungsunya seolah telah membawa semua semangat dan keceriaan dalam dirinya.
Kazumi. Ibu dari Vina Laviola itu bahkan sekarang lebih suka menghabiskan waktu menyendiri seperti berdiam diri di dalam kamar. Ia menjadi jarang berkumpul bersama suami dan juga anak sulungnya. Selera makan wanita itu juga menurun drastis sehingga wanita itu jarang terlihat menghabiskan makanannya. Hal itu membuat suami dan putri pertamanya kewalahan. Mereka mulai khawatir akan kondisi Kazumi yang mulai sering sakit - sakitan tapi menolak untuk di rawat.
"Kazumi apa maumu sebenarnya ? Apa kau ingin aku mencari anak sialan itu dan membawanya pulang ? Baiklah akan kulakukan." Pria yang bernama Runggu Simbolon itu berteriak. Sepertinya ia sudah mulai lelah dengan tingkah isterinya. Mengacuhkan keberadaannya. Mogok makan yang berujung menyakiti dirinya sendiri membuat Runggu mulai jengah.
"Diam ! Berhenti berkata kasar tentang putriku ! Kau tidak berhak untuk mengatainya seperti itu. Ini semua karenamu. Selama ini kau tak pernah peduli padanya lalu kenapa kau peduli dengan masa depannya dengan menjodohkan ? Kalau saja perjodohan ini tidak terjadi putriku pasti masih di sini bersamaku." Bola mata Runggu membelalak sempurna. Ia tak menyangka wanita lembut yang telah menemaninya selama berpuluh - puluh tahun itu bisa berteriak membalas perkataannya. Selama ini wanita itu terkenal dengan wanita yang penurut dan tak pernah membantah. Ada sesuatu yang menusuk di jantungnya melihat kerapuhan di wajah wanita itu. Belum lagi air mata yang sudah menganak sungai membanjiri wajahnya.
"Mom, berhenti menangisi orang yang sama sekali gak mikirin kita !" seru seorang wanita umur 30-an untuk membantu ayahnya menenangkan sang ibu. Dia adalah Elsa putri pertama Runggu dan Kazumi sekaligus kakak dari Vina.
"Apa katamu ? Berani - beraninya kau menjelek - jelekkan adikmu. Apa yang kau tahu tentang adikmu itu ? Tidak ada. Selama ini kau hanya sibuk dengan dirimu dan selalu iri padanya. Padahal kau tahu kalau selama ini apa yang ia dapatkan tidak pernah lebih besar darimu." Wanita paruh baya itu berhenti sejenak menatap paras cantik puteri sulungnya itu dengan lekat ingin melihat reaksinya. Lalu sebuah senyuman pahit tersungging di bibirnya melihat Puteri sulungnya itu hanya bisa menunduk takut. "Hanya aku yang mengenalnya dengan baik. Saat ini pasti dia sangat terluka. Entah dimana anak itu sekarang? Apa dia baik - baik saja ?" Kazumi menangis histeris membayangkan nasib puterinya yang entah di mana kini berada.
***
Selamat siang bapak ibu guru. Diharapkan untuk semua guru menghadiri rapat dinas yang diadakan pukul 14. 00 WIB di ruang rapat. Begitu bunyi pengumuman yang terdengar dari interkom Sd Mutiara.
Semua guru bergegas menyelesaikan pekerjaannya lalu berkumpul di ruang rapat tak terkecuali Vina. Guru - guru mulai sibuk saling bertanya satu sama lain menanyakan tujuan diadakannya rapat dadakan seperti sekarang. Tidak biasanya rapat diadakan pada siang hari dan di hari efektif seperti ini. Rapat biasanya diadakan pada hari sabtu itu pun didahului oleh adanya undangan rapat minimal dua hari sebelumnya.
"Ada apa ya, Vin? Tumben rapat jam segini. Biasanya kalau begini ada sesuatu yang penting." Ujar Asni sahabatku. Aku yang tak mengerti apa - apa hanya menggelengkan kepalaku sambil terus melangkahkan kakiku menuju ruang rapat. Aku memang belum tahu banyak tentang kebiasaan di sekolah ini mengingat statusku sebagai guru baru.
"Selamat siang Bapak Ibu. Maaf telah mengganggu aktifitasnya." Begitu kira - kira salam pembuka dari Bu Sari selaku kepala sekolah yang akan memimpin rapat.
"Siang ini, saya sengaja mengumpulkan Bapak Ibu untuk membicarakan beberapa hal." Lanjut wanita dengan rambut dicepol ala pramugari itu.
"Pertama, saya akan memperkenalkan seseorang kepada bapak ibu semuanya. Seseorang yang mulai hari ini bergabung bersama kita semua untuk mendidik anak - anak SD Mutiara. Perkenalkan guru olahraga kita yang baru, Bapak Junsen Tan." Wanita itu tersenyum lebar memperkenalkan seorang pria berkulit putih dengan mata sipit dan hidungnya yang bangir serta tubuhnya yang tegap tinggi. Bisa ku pastikan setelah ini Pak Junsen akan menjadi salah satu incaran guru - guru wanita muda singel yang ingin tebar pesona. Atau mungkin juga menjadi sasaran empuk guru - guru yang sudah berstatus menikah untuk sarana cuci mata. Hal itu terlihat dari beberapa ibu - ibu yang duduk di sudut ruangan yang menatap pria berdarah Tionghoa itu dengan tatapan memuja. "Pak Junsen ini akan menggantikan posisi pak Rudy yang resign minggu yang lalu." Semua mata tertuju pada pria yang kini menundukkan badannya sebagai salam perkenalan tak terkecuali aku. Jujur untuk sesaat aku pun sama dengan beberapa kaum Hawa di ruangan ini. Sama - sama menggunakan kesempatan untuk mengagumi betapa indahnya ciptaan Tuhan yang satu ini.
"Yang kedua, sebentar lagi sekolah kita akan mengadakan kegiatan yang ditujukan untuk mengajarkan anak - anak menunjukkan tanda bakti kepada orangtua. Saya minta kepada seluruh walikelas untuk menyiapkan sesuatu untuk dipersembahkan kepada orangtua. Bisa dalam bentuk lagu, tarian bahkan puisi. Apa saja boleh yang penting bagus dan membawa dampak positif bagi anak - anak."
"Ada yang mau ditanyakan ?" Wanita itu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan untuk mengecek apakah ada guru yang mengacungkan jarinya untuk bertanya. Namun nihil. Tak satu pun guru mengacungkan jarinya. Mungkin mereka sudah terlalu lelah dengan tugas - tugas yang dijalankan hari ini sehingga tidak mempunyai semangat untuk sekedar bertanya atau mungkin memberikan saran. Mungkin juga mereka berpikir semakin banyak bertanya rapat ini akan semakin lama berlangsung yang secara langsung akan berdampak pada jam pulang yang akan semakin lama.
"Jika tidak ada yang bertanya, saya mengambil kesimpulan bahwa apa yang saya sampaikan sudah cukup jelas. Cukup sampai di sini rapat hari ini, saya berharap kita semua bisa bekerjasama dengan baik. Selamat siang bapak ibu." Salam penutup yang selalu sama setiap rapat. Hingga semua guru SD Mutiara sudah hapal luar kepala.
Setelah rapat usai semua guru bergegas meninggalkan ruang rapat dan bersiap untuk pulang. Demikian juga Asni dan Vina. Tanpa membuang banyak waktu kedua sahabat itu bergegas merapikan barang - barangnya lalu langsung menuju parkiran motor yang dikhususkan untuk tempat parkir kendaraan guru dan karyawan. Segera sampai di rumah adalah keinginan keduanya saat ini. Tubuhnya sudah lelah dan saat ini sedang meronta ingin segera diistirahatkan di atas kasur yang empuk.
***