Chereads / Pariban Aishite Imasu / Chapter 9 - #9

Chapter 9 - #9

Seorang wanita muda yang berprofesi sebagai seorang guru sekolah dasar itu sedang sibuk mempersiapkan anak - anak kelas 1C yang sebentar lagi akan tampil dalam acara berbagi kasih dengan tema Tali kasih. Sejak pagi gadis itu sudah sibuk mengurus beberapa persiapan untuk pementasan anak-anak kelas 1C. Mengecek kostum sampai properti yang digunakan hingga berulang kali untuk memastikan semuanya siap digunakan untuk menunjang penampilan bocah-bocah yang berumur rata-rata enam sampai enam setengah tahun.

Hadirin semua sekarang tiba saatnya untuk siswa kelas 1C untuk menampilkan penampilan terbaik mereka. Kita sambut dengan meriah penampilan dari kelas 1C yang dibimbing oleh Miss Vina sebagai walikelas."

Kini tiba saatnya anak-anak kelas 1C menampilkan pertunjukan. Miss Tari yang bertindak sebagai MC pun sudah mempersilahkan.

"Ayo anak - anak hebat, kalian pasti bisa !" Aku bertepuk tangan untuk memberi semangat kepada anak - anak itu. Meski sekarang jantungku bertalu - talu karena rasa cemas, sebagai seorang guru tentunya tidak boleh menunjukkan itu semua di hadapan murid - muridku.

"Ayo kumpul !" Aku memberikan beberapa pengarahan kepada anak anak kelas 1C setelah itu mempersilahkan mereka mengambil posisi masing - masing.

Lima menit sudah berlalu. Aku menunggu di balik panggung dalam kecemasan. Aku takut apa yang aku rencanakan tak berjalan sesuai rencana mengingat yang berperan adalah anak - anak kecil yang kemungkinan besar akan gampang terkena demam panggung. Aku tak berhenti berdoa agar sang pemilik semesta melancarkan semuanya agar apa yang telah kami persiapkan selama ini dapat berjalan dengan lancar.

Wiuuuw...wiuuuuuww.....wiuuww.

Suara sirene ambulan yang keluar dari pengeras suara menjadi pertanda dimulainya pertunjukan kelas 1C. Orangtua yang tadinya mulai grasak grusuk karena tak kunjung melihat  anaknya muncul di panggung kini diam seketika. Beberapa anak masuk dari pintu masuk aula dengan langkah tergopoh - gopoh mempraktekkan peristiwa kelahiran seorang bayi mungil di sebuah rumah sakit. Dapat kulihat beberapa orangtua tersenyum geli melihat anak - anak kecil menggemaskan itu mempraktekkan adegan seorang ibu yang meringis kesakitan tapi tak lama kemudian tangis itu berubah jadi senyuman kala di tangannya terbaring seorang bayi.

Kini perhatian para penonton yang mayoritas adalah orangtua murid mulai teralihkan. Suara sirene sudah menghilang berganti tangis seorang bayi dan sekarang muncul suara tepukan yang membentuk sebuah nada. Nada itu mirip seperti derap langkah. Semua orang di ruangan itu melirik ke seluruh penjuru ruangan yang luas itu. Aku tahu apa yang mereka lakukan mencari dari mana asal suara itu. Beberapa diantara mereka tidak sadar bahwa suara itu berasal dari tepukan anak - anak yang sengaja aku sisipkan diantara para penonton.

Tidak lama kemudian muncullah dari belakang panggung beberapa anak laki - laki dan perempuan yang mengenakan kostum bayi lengkap dengan propertinya. Anak - anak itu lalu naik ke atas panggung memperagakan layaknya seorang bayi. Ada yang merangkak, ada yang berbaring sambil meminum susu dari dot bahkan ada yang menarik - narik popok yang digunakan temannya.

Tidak lama kemudian layar proyektor yang ada di dinding panggung pun mulai menyala mengeluarkan satu persatu gambar yang sudah aku kumpulkan jauh - jauh hari. Gambar yang berisi kumpulan foto - foto menggemaskan anak kelas 1C semasa bayi. Terlihat senyum mengembang di wajah para orangtua. Aku bisa menebak bahwa saat itu mereka sedang membayangkan hal - hal yang dulu dilakukan oleh anak mereka saat bayi.

Sementara itu beberapa anak muncul dari sisi panggung sebelah kiri dengan dandanan ala anak TK. Di saat yang sama gambar layar proyektor pun berganti. Kali ini foto anak - anak saat mereka masih menjadi murid taman kanak - kanak.

Panggung sudah mulai ramai dengan tingkah anak - anak. Anak yang tadi meminum susu dengan dot kini berganti adegan. Anak itu menggunakan botol susunya untuk mainan lalu menuangkan susunya di lantai. Kemudian kedua tangannya menggosok - gosok lantai yang sudah basah oleh susu itu sehingga tangan dan bajunya terlihat kotor.

Di sisi lain ada anak yang tak hentinya meraung sambil menendang - nendang udara meminta dibelikan mainan. Sementara anak - anak lainnya sibuk mengemut empeng di mulutnya. Anak lainnya lagi sibuk mencoret - coret wajahnya dengan lipstik. Sementara sebagian lagi sibuk dengan mainannya seperti boneka, Lego, masak - masakan bahkan robot - robotan. Tawa para orangtua begitu renyah setiap kali adegan demi adegan diperankan dengan apik oleh anak - anak itu.

Aku bersyukur meski ada beberapa part yang tak sesuai dengan rencana akan tetapi sepertinya penonton tak menyadari hal itu. Mereka seakan terlarut dengan tingkah menggemaskan anak - anak itu.

Beberapa saat kemudian gambar di layar proyektor kembali berganti. Kini layar itu menampilkan foto - foto ketika pertama kali masuk Sekolah dasar. Pada saat itu muncullah anak - anak yang berpakaian seragam anak SD lengkap dengan atribut dan tas nya. Beberapa diantara mereka sibuk belajar sesekali bermain. Tidak terlihat raut kebahagiaan di wajah mereka. Di akhir gambar yang menampilkan foto - foto anak - anak saat mulai belajar di sekolah dasar muncul tulisan sederhana tapi menyentil. JANGAN PAKSA AKU MENDAPAT NILAI BAGUS PAPA MAMA!

Tulisan itu sengaja ku foto dari salah satu buku tulis muridku lalu ku ketik ulang untuk menyamarkan siapa penulisnya. Siapa lagi kalau bukan Elyn ? Di balik paras cantik dan kepintaran gadis kecil itu terselip luka yang mendalam. Kepintaran yang dia dapatkan tidak hanya karena kecerdasan alami yang ia miliki tapi karena hasil paksaan mama dan papanya yang sangat ingin puterinya itu meraih gelar juara umum. Sepasang suami isteri itu tak segan - segan memberikan hukuman kepada puterinya itu jika tidak mendapatkan nilai sempurna.

Dapat kulihat beberapa orangtua saling melirik satu sama lain. Mungkin mereka saling bertanya siapa kira - kira yang menulis kalimat itu.

Layar proyektor kembali berganti. Kini layar tidak lagi menampilkan foto - foto perkembangan mereka tapi menampilkan beberapa hasil karya anak - anak selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Gambar di layar mulai menampilkan gambar seorang laki - laki yang sibuk bekerja. Kemudian gambar seorang wanita berambut ikal sibuk main ponsel. Dalam hitungan detik gambar terus berganti kini menampilkan sebuah rumah besar yang di dalamnya ada wanita dan pria yang sedang bertengkar sementara seorang anak kecil meringkuk di bawah meja. Di akhir gambar itu kembali tertulis satu kalimat yaitu tolong sayangi kami mama, papa. Aku tidak hanya butuh uangmu tapi juga waktu dan cintamu. Kalimat itu sengaja aku tuliskan untuk mewakili anak - anak kelas 1C yang merasa terabaikan. Berdasarkan hasil perbincangan yang sering kulakukan bersama muridku setiap istirahat aku mendapatkan fakta bahwa beberapa muridku ini juga mengalami nasib yang hampir sama denganku. Diabaikan.

Layar proyektor kini sudah berhenti menampilkan gambar - gambar. Semua kelas 1C perlahan mengatur barisan di atas panggung. Aku yang sedari tadi berada di belakang panggung mulai melangkahkan kakiku dengan mantap menuju pojok panggung tempat sebuah piano berada. Setelah barisan rapi, si tomboi Feli dan beberapa anak mengangkat kertas yang berisi tulisan "TERIMAKASIH MAMA PAPA. AKU MENCINTAIMU." Sementara itu aku mulai duduk di balik piano lalu mulai memainkan tuts - tuts piano itu. Suasana aula mendadak hening saat alunan musik lagu yang berjudul Mama papa sayang yang dipopulerkan Jane Calista mulai mengalun merdu.

Mama jangan bersedih.

Suara merdu Elyn si gadis pintar itu mulai mengalun indah menyapa telinga menambah syahdunya suasana.

Maafkanlah salahku

Ku menyesal ku bersalah

Kecewakan hati mama

Roman muka para penonton berubah sendu. Entah lirik itu mengena di hati mereka atau mulai terbawa suasana, aku pun tak tahu. Dari atas panggung dapat kusaksikan beberapa kaum Hawa mulai mengambil tissu dari dalam tas lalu mengusap sesuatu yang mungkin sudah melesak dari sudut matanya

Papa janganlah marah

Memang aku yang salah

Maafkanlah papa sayang

Takkan ku ulangi lagi

Lirik itu semakin menusuk relung kalbu saat Randy menyanyikan dengan penuh penghayatan. Dari balik panggung aku melihat papanya menatap puteranya itu penuh haru. Mungkin ia sama sepertiku yang tak menyangka bawa anak introvert itu bisa bernyanyi sebagus ini.

Lirik berikutnya dinyanyikan oleh murid - murid kelas 1C secara bersama - sama. Dan entah kenapa di saat lirik itu mulai dinyanyikan bersama - sama sayup - sayup aku mendengar suara tangis beberapa orangtua

Tuhan lindungilah mereka

Agar selalu sehat hingga ku dewasa

Aku ingin bahagiakan mereka

Sebagai tanda cinta untuknya

Mama aku berjanji

Jadi anak yang baik

Buat mama juga papa

Slalu bangga kepadaku

Setelah lagu itu berakhir, aku mengambil sebuah mic lalu mengaitkannya di telinga karena kali ini aku akan mengambil alih peran anak - anakku dalam bernyanyi.

Letih lelah tak menghentikanmu

Bekerja untuk masa depanku

Penuh cinta engkau mengasuhku

Kaulah mama papa terbaikku

Dengan penuh penghayatan aku mulai menyanyikan lagu yang berjudul terimakasih mama papa itu. Di saat yang sama satu per satu anak - anak menggemaskan itu turun dari panggung. Perlahan tapi pasti mereka melangkahkan kaki menuju kursi tempat orangtua mereka masing - masing duduk.

Lirik - lirik lagu itu masih mengalun dari bibirku saat anak - anak kelas 1C sudah berdiri di depan orangtua masing - masing. Setelah mendapat kode dariku serempak anak - anak itu bersujud lalu mencium kaki kedua orangtua mereka secara bergantian.

Aku mendengar suara isak tangis yang semakin kencang saat ini. Aku yang mulai terbawa suasana oun ikut menitikkan air mata. Bahkan suaraku sampai bergetar menahan tangisku yang hampir pecah. Ingatanku melayang jauh pada masa - masa kecilku yang bahagia meskipun kebahagiaan itu hanya kudapatkan dari mommy.

Tidak lama kemudian anak - anak itu lalu berdiri. Sesuai dengan apa yang sudah aku beritahu kepada mereka saat latihan, anak - anak itu mulai mengeluarkan setangkai bunga tulip yang terbuat dari kertas origami. Bunga yang mereka buat sendiri pada saat pelajaran SBDP ( seni budaya dan prakarya ) lalu menyerahkannya kepada kedua orangtuanya seraya memeluknya.

Setelah selesai bernyanyi aku pun bangkit berdiri lalu melangkah ke tengah - tengah panggung. Menghadap para penonton lalu menunduk sebagai bentuk penghormatan kepada para orangtua sekaligus ucapan terimakasih.

Prok...prok...prok

Pria yang merupakan ayah dari Randy bangkit berdiri lalu bertepuk tangan. Menatapku dengan senyum puas. Lama kelamaan tepukan itu semakin riuh karena semua orangtua termasuk guru dan kepala sekolah turut berdiri dan bertepuk tangan. Melihat apresiasi mereka akan hasil kerja kerasku dan juga anak - anak kelas 1C membuatku terharu hingga tak sadar cairan bening sudah jatuh keluar dari sudut mataku.

***