Bali, Indonesia
Joe berjalan menyusuri setiap sudut villa untuk mencari Clarissa. Namun wanita itu tak nampak batang hidungnya. Kemudian Joe menghampiri pelayan yang biasanya menemani Clarissa berjalan-jalan ke pasar.
"Dimana Clarissa?" tanyanya dengan dingin.
"Nyonya Clarissa sejak pagi tadi belum keluar dari kamarnya, Tuan," jawab pelayan itu.
Dengan perasaan cemas, Joe setengah berlari menuju kamar wanita yang selama ini tinggal dengannya. Dia membuka pintu kamar itu, terlihat Clarissa masih tertidur dengan selimut tebal menutupi tubuhnya. Joe menghampirinya, lalu memegang keningnya. "Sepertinya dia demam," gumamnya.
Sekuat tenaga Joe menggendong Clarissa menuju mobilnya, dia langsung membawa Clarissa ke RS terdekat. Sampai di Rumah Sakit, Clarissa menjalani berbagai pemeriksaan fisik. Dokter akhirnya mendiagnosis kalau Clarissa kelelahan dan terlalu banyak pikiran. Jika kondisinya terus seperti itu, akan berakibat buruk bagi kehamilannya. Dokter juga menyarankan agar Clarissa menginap di RS paling tidak sehari semalam.
Joe dengan sabar menunggu wanita yang masih tertidur lelah. Bahkan sejak dari villa sampai RS, Clarissa sama sekali belum membuka matanya. Beberapa jam kemudian, Clarissa mulai terbangun dan membuka matanya.
"Bagaimana aku bisa disini?" tanya Clarissa lirih.
"Kamu mengalami demam tinggi. Karena terlalu panik, aku membawamu ke RS. Dokter mengatakan kalau kamu kelelahan dan banyak pikiran. Apa yang sedang mengganggu pikiranmu?" tanya Joe penuh perhatian.
"Joe! Aku sangat merindukan Mas Andrew. Selama ini aku menahan perasaan rindu ini, sekarang aku merasa sudah tak mampu menahannya. Tolong antar aku menemui suamiku," jelas Clarissa dengan tatapan mata yang berkaca-kaca.
Akhirnya apa yang dikhawatirkan oleh Joe terjadi juga. Pada akhirnya Clarissa akan merindukan suaminya, Andrew. Lelaki itu harus merelakan wanita yang dicintainya menemui ayah dari bayi yang ada di perutnya. Joe sangat sadar, dia tak berhak melarang Clarissa menemui Andrew. Meskipun Joe kecewa, dia akan tetap membawa Clarissa menemui Andrew.
"Pulihkan dulu keadaanmu! Setelah itu, aku berjanji akan mengantarmu menemui Andrew," balas Joe dengan kecewa.
Cinta telah membutakan mata dan hati Joe. Lelaki itu tak pernah peduli, apakah Clarissa akan mencintainya atau tidak. Bagi Joe, cinta itu hanya tentang memberi tanpa mengharapkan balasan. Walaupun terkadang, Joe juga pernah membayangkan Clarissa menjadi pasangan hidupnya.
Akhirnya setelah Clarissa menginap beberapa hari di RS, dia sudah boleh pulang. Namun Dokter menyarankannya untuk tidak terlalu lelah, sampai kondisi janinnya semakin kuat. Clarissa pun terpaksa harus menunda rencananya untuk menemui Andrew.
"Joe!" panggil Clarissa pada lelaki yang sedang mengupas buah untuknya.
Joe langsung tersenyum dan memandang ke arah suara itu berasal. "Ada apa?" tanyanya.
"Hari ini berangkatlah ke kampus. Sudah beberapa hari kamu bolos kuliah," jawab Clarissa.
"Bagaimana aku tega meninggalkanmu? Yang penting sekarang kamu istirahat yang cukup. Kalau kamu tidak lekas sembuh, bagaimana kita bisa menemui Andrew?" ucap Joe sambil memberikan beberapa potong buah.
Clarissa memakan buah yang diberikan oleh Joe. Dia mulai memikirkan perasaan lelaki disampingnya itu. Joe begitu mencintai Clarissa, sampai dia mengorbankan segalanya untuk perempuan itu. Mungkin Tuhan mengirimkan malaikat untuk Clarissa, dalam bentuk manusia seperti Joe.
"Clarissa! Apakah desain yang akan kamu ikutkan lomba sudah kamu kirim?" tanya Joe.
"Belum sempat aku kirim. Nanti akan aku kirimkan," jawabnya.
Joe kemudian berjalan menuju ruang kerja Clarissa. "Biar aku bantu mengirimnya," seru Joe sambil memeriksa desain buatan Clarissa.
Clarissa hanya bisa melihat Joe dari tempat duduknya. Rasanya dia masih terlalu lemah dan tak bertenaga untuk melakukan aktivitas. Entah berapa lama lagi Clarissa akan benar-benar sembuh, dan beraktivitas seperti biasa.
Yogyakarta, Indonesia
Andrew baru saja selesai meeting di sebuah hotel tak jauh dari kantornya. Baru memasuki ruangannya, dia dikejutkan dengan kedatangan sosok yang tak pernah diharapkannya.
"Andrew! Aku sudah menunggumu dari tadi," seru Nadine sambil bergelayut manja di lengannya.
"Mengapa harus menungguku?" tanyanya dingin.
Nadine lalu memeluk Andrew dengan sangat erat, "Aku hamil, dan ini adalah anak kita," ucapnya.
Andrew sebenarnya sedikit terkejut dengan kehamilan Nadine, tapi dia berusaha tenang dihadapan wanita itu. Sebisa mungkin Andrew bersikap seperti tak mendengar apapun. "Apa kamu yakin itu adalah anakku?" tanyanya dingin.
"Apa! Kamu pikir aku wanita murahan yang tidur dengan banyak pria?" balas Nadine tanpa merasa berdosa.
Andrew tersenyum simpul melirik Nadine yang berdiri di sampingnya. "Bukankah kamu sudah meniduri puluhan pria di atas ranjangmu?" tanya Andrew sinis.
"Itu adalah masa lalu. Setelah aku kembali ke Indonesia, aku hanya berhubungan denganmu," jawab Nadine berbohong.
Nadine kembali memeluk Andrew, berakting seolah-olah dia sangat menyesal. "Aku hanya ingin anak ini lahir memiliki seorang ayah," ujar Nadine dengan terisak dalam tangisnya.
"Jika itu benar-benar anakku pasti aku akan bertanggungjawab," jawab Andrew sambil melepaskan pelukan wanita itu.
"Berarti kamu akan menikahi aku?" Nadine terlihat bersemangat dan antusias.
"Kita bisa menikah," jawab Andrew.
"Dalam mimpimu," ucap Andrew dalam hatinya.
Nadine langsung memeluk Andrew dengan wajah bahagia. Dia tak mengira, kalau Andrew akan sangat mudah untuk dibodohi. Nadine tak peduli lagi, dengan siapa dia akan menikah. Yang paling penting dia bisa mendapatkan Ferdinand, pria yang sudah membuatnya menjadi semakin gila.
Andrew mungkin percaya kalau Nadine bisa saja hamil. Namun lelaki itu tak yakin, kalau Nadine hamil dari benihnya. Saat mereka berdua masih berpacaran saja, Nadine juga meniduri lelaki lain di belakang Andrew. Apalagi sekarang, dengan status Andrew yang hanya seorang mantan kekasih. Nadine bisa saja melakukan apapun agar bisa menjerat Andrew.
Untuk sementara Andrew akan bersikap seolah akan menikahi Nadine. Agar wanita itu tidak terlalu mendesaknya terus. Andrew akan mencoba menyelidiki dengan siapa Nadine berhubungan. Sampai saat Andrew mendapatkan bukti tentang kebusukan wanita itu. Andrew pasti akan menendang Nadine sejauh mungkin.
Setelah Nadine pergi, Nindy datang dengan beberapa berkas yang harus ditandatangani. Nindy masih berdiri dan terus memandangi Andrew yang duduk di kursi kebesarannya.
"Nindy! Apa ada yang salah dengan wajahku?" tanya Andrew begitu menyadari Nindy yang terus menatapnya.
"Maaf! Saya tidak bermaksud lancang. Tetapi saya sangat penasaran, mengapa setelah Anda sembuh Clarissa tak pernah lagi datang ke kantor?" tanya Nindy sedikit takut.
Andrew menghentikan semua pekerjaannya, lalu menatap Nindy dengan dingin. "Sebenarnya Clarissa menghilang, dan aku tak tahu dimana aku bisa menemukannya?" jawabnya dengan sedih.
"Apa! Bagaimana Clarissa menghilang? Pagi hari setelah anda kecelakaan, Clarissa masih mencari Pak Andrew ke kantor ini," jelas Nindy.
Andrew berpikir bahwa Clarissa baru tahu, kalau dia kecelakaan setelah menemui Nindy. Ada banyak teka-teki yang berputar dalam pikiran Andrew.
"Nindy! Siapa yang mengabarimu kalau aku mengalami kecelakaan?" tanya Andrew semakin panik.
"Malam itu Pak Ferdinand yang kebetulan lewat, menolong Anda ketika kecelakaan. Dia langsung menghubungi saya, dan menyuruh saya menghandle pekerjaan Anda. Tapi anehnya, kenapa Pak Ferdinand tak menghubungi Clarissa? Padahal Clarissa adalah istri Anda." Nindy terlihat sangat bingung dengan keadaan itu.
Kecurigaan Andrew selama ini benar. Dari awal dia mengetahui Clarissa telah menghilang, dia yakin pasti ada campur tangan Ferdinand. Sedikit demi sedikit, teka-teki mulai terjawab. Andrew akan terus berusaha untuk mendapatkan jawaban atas teka-teki kehidupannya.
Happy Reading