"Dia adalah wanita yang akan kamu nikahi."
"Berjanjilah Will, berjanjilah jika aku sembuh maka kita akan menikah."
Kedua kalimat yang diucapkan Jackson dan Gwen seolah tengah berperang dalam pikirannya yang berkecamuk. Ia sangat ingin bertemu dengan adiknya tapi mengkhianati Gwen sungguh tidak dapat ia lakukan.
"Aku hanya akan menikahimu..." Itu adalah kalimat yang William ucapkan sore tadi dan Gwen menganggapnya sebagai sebuah janji, Gwen pasti akan sangat terpukul jika ia menikahi wanita lain. William akan sangat merasa bersalah jika kondisi kesehatan Gwen semakin memburuk karena tindakannya.
Tetapi...
"Bagaimana dengan bertemu adikmu?"
Bertemu dengan adikmu...
Semakin William memikirkannya semakin dalam rasa rindu itu menusuk jantungnya.
Hatinya perlahan terasa terbelah hanya karena rasa rindu yang menyeruak dari dalam lubang hatinya yang selama ini ia pendam. Rasanya sakit sekali dan juga sesak.
"Kamu tidak akan meninggalkanku kan kak? Aku hanya memilikimu, jika kamu pergi meninggalkanku maka aku akan mati karena kesepian. Aku tidak bisa hidup tanpamu."
Air mata William menetes ketika suara adiknya terdengar kembali di telinganya. Sudah sangat lama semenjak kepergiannya meninggalkan adiknya ketika ia berumur sepuluh tahun sementara adiknya baru berumur tujuh tahun. Adiknya begitu muda dan ringkih, dia selalu bergantung padanya lalu kemudian ia meninggalkannya tanpa sepatah katapun terucap sebagai salam perpisahan.
Selama ini William berharap semoga adiknya dapat hidup dengan baik tanpanya, William selalu berharap begitu, sebuah harapan sederhana yang membuatnya malah terjebak oleh rasa bersalah yang mencekiknya setiap detiknya.
William hidup dengan baik, bagai seorang putra mahkota yang memiliki segalanya dalam genggamannya, hidup yang nyaman, harta, keluarga yang sempurna dan kekasih, ia memiliki segala hal yang membahagiakan kecuali satu hal yaitu fakta jika ia telah meninggalkan adiknya.
William adalah seorang kakak yang tega meninggalkan adiknya sendirian walaupun dengan alasan yang kuat tapi tetap saja rasa bersalah itu tidak dapat hilang dan terus menghantui kehidupan 'sempurnanya'.
"Apa kamu akan menerimaku jika aku kembali?" William bertanya pada sebuah pohon bonsai yang terletak di pusat kamarnya, pohon yang sudah ia rawat sejak pertama kali ia menjadi William Alexander, pohon yang ia anggap seolah adiknya sendiri.
Ia memang menganggap seperti itu agar dapat sedikit menebus rasa bersalahnya kepada adiknya yang tidak dapat dijaganya. Menjaga pohon bonsai dan melihat pohon itu perlahan tumbuh dan bersemi bahkan berbunga, sudah belasan tahun dan akhirnya pohon bonsai miliknya berbunga, mungkinkah itu adalah pertanda jika ia akan segera melengkapi kebahagiaannya dengan bertemu kembali dengan adiknya?
"Tapi aku tidak bisa menikahi wanita lain, aku mencintai Gwen." Lanjutnya dengan nada gelisah.
"Aku tidak bisa mengkhianati Gwen, dia hanya memilikiku tapi aku sangat merindukanmu, aku sangat-sangat merindukanmu. Aku harus bagaimana sekarang?" Tangis William semakin pecah, tubuhnya merosot jatuh dan menangis sesenggukan diatas lantai.
William menenggelamkan wajahnya diantara kedua tangannya yang merengkuh lututnya.
"Will.. Ada apa denganmu nak?" Jane berjalan cepat menghampiri William saat melihat William menangis sendirian diatas lantai.
Jane memang biasa mengecek William setiap malamnya dan memastikan keadaan William terlebih tadi ia melihat suaminya memanggil William kedalam ruangannya dan tanpa perlu bertanya, Jane sudah pasti tahu jika Jackson akan membuat William masuk kedalam sebuah masalah.
Setelah meletakan susu hangat yang tadi dibawanya keatas sebuah meja yang terletak tidak jauh dari pintu, Jane segera bersimpuh dan memeluk William dengan erat.
"Ada apa nak? Apa ayahmu melakukan hal yang buruk padamu? Mengapa kamu menangis, ada apa denganmu?" Tanya Jane, ia mengusap lembut puncak kepala William yang saat ini menangis dalam dekapannya.
"Aku merindukannya Bu... Aku merindukannya seolah aku akan mati saat ini juga." Isaknya tanpa melepaskan pelukannya.
"Dia pasti baik-baik saja disana. Ayahmu sudah berjanji akan menjaga adikmu disana jadi tenanglah." Ucap Ibu menenangkan, ia tahu jika William memiliki seorang adik yang terpaksa harus ditinggalkannya karena keegoisan Jackson, suaminya.
"Aku sangat mengenal Jack, dia mungkin kasar dan dingin tapi dia adalah pria yang dapat kamu pegang janjinya. Jadi tenanglah, semua pasti baik-baik saja."
"Aku sangat merindukannya, aku ingin sekali bertemu dengannya."
"Kalau begitu pergilah temui dia. Aku akan membujuk Jack agar mengijinkan mu bertemu dengannya, jadi jangan menangis lagi. Putraku adalah pria tangguh, jadi berhentilah menangis."
Jane meyakinkan William, ia yakin Jackson masih sangat mencintainya jadi ia pasti akan menuruti permintaannya kali ini.
Sambil menyeka air mata William, Jane tidak kuasa menahan air matanya, hatinya sangat terluka melihat William seperti ini.
Setelah belasan tahun, akhirnya Jane dapat melihat kesedihan William secara langsung setelah selama ini selalu William sembunyikan dibalik senyuman dan sikap cerianya.
"Aku ingin bertemu dengannya tapi aku tidak bisa mengkhianati Gwen." Ucap William lirih, Jane memang sudah mengetahui hubungannya dengan Gwen dan Jane sama sekali tidak keberatan dan ia merestuinya walaupun Jane tahu jika Mark memiliki perasaan istimewa kepada Gwen tapi Gwen jelas sangat mencintai William jadi tidak ada alasan baginya untuk menentang hubungan William dan Gwen.
"Ibu tidak mengerti dengan ucapanmu nak."
"Pria itu..." William mengepalkan tangannya untuk menahan air matanya agar tidak menetes sebelum melanjutkan kalimatnya "... pria itu meminta ku menjadi seorang gubernur di negara asalku dan tidak hanya itu, ia juga menyuruhku menikah dengan wanita lain." Jelas William, air matanya akhirnya kembali menetes sementara Jane tertegun tidak percaya karena Jane sangat yakin jika Jackson mengetahui hubungan antara William dan Gwen tapi mengapa ia malah menjodohkan William dengan wanita lain?
"Itu adalah syarat agar aku dapat bertemu kembali dengan adikku. Aku harus bagaimana sekarang Bu?"
Jane tidak dapat menjawab, ia hanya dapat kembali memeluk William dan membiarkan William menangis dalam pelukannya.
****
"APA KAMU SUDAH GILA!" Untuk pertama kalinya dalam hidup Jane, ia membentak Jackson, suaminya karena begitu marah atas apa yang Jackson lakukan pada William.
Jackson yang sedang duduk bersandar di atas tempat tidur sambil membaca buku terlihat tidak begitu terkejut dengan kemarahan Jane seolah ia telah menduganya.
"Ada apa?" Tanya Jackson datar setelah meletakan bukunya dan menanggalkan kaca matanya di atas meja nakas.
"Sampai kapan kamu ingin memanfaatkan William? Mengapa kamu begitu jahat padanya, tidak cukupkah kamu selama ini memperalatnya? Mengapa kamu juga harus mengusik kehidupan asmaranya?" Sergah Jane mencerca tanpa henti.
Wajahnya merah padam menahan amarahnya, William sudah seperti putranya sendiri dan selama ini, hatinya selalu terluka jika Jackson membawa William kedalam masalah tapi kali ini melihat William terjatuh seperti itu membuat hatinya hancur berkeping.
Tetapi bukannya menanggapi kemarahan Jane, Jackson malah terkekeh pelan dan berkata "Berhentilah bersikap seolah kamu adalah wanita yang melahirkannya."
"Apa?" Jane tidak dapat berkata-kata atas apa yang Jackson katakan baru saja, William hidup bersamanya selama delapan belas tahun, jelas saja Jane menyayanginya layaknya anak kandungnya sendiri. "Kepedulianmu padanya membuatku muak." Gumam Jackson sebelum beranjak bangun dan melangkah mendekati Jane.
Jane mendengus dan menjawab "Dalam kehidupan ini, kamulah yang memuakkan Jack!"
Kalimat yang diucapkan Jane membuat Jackson tertawa tapi sedetik kemudian ia mencengkram lengan Jane kuat-kuat dan membuat Jane meringis kesakitan.
"Kamu mendukung hubungan anak angkat itu dengan Gwen padahal jelas-jelas putra kita jatuh cinta pada Gwen, apa kamu tidak memiliki otak untuk berpikir bagaimana terlukanya Mark nanti jika William dan Gwen akhirnya menikah!" Sergah Jackson marah.
"Sejak kapan kamu perduli pada Mark? Kamu bahkan membuat posisinya menjadi anak angkat kita dalam hukum!" Sanggah Jane tidak gentar.
"Itu karena keadaannya! Ayahku jelas tidak akan menerima memiliki cucu berkebelakang seperti Mark!"
"Karena kamu lebih mencintai uang-uang mu daripada Mark kita!" Air mata Jane menetes disudut matanya, ia masih menatap Jackson tajam walaupun Jackson terlihat sangat marah saat ini. Jane semakin marah pada Jackson karena Jackson menjadikan Mark sebagai alasan dari keserakahanya.
"Marilah kita bercerai Jack! Aku sungguh muak denganmu!"
Jackson mengendurkan cengkramannya, ia menurunkan tangannya dan mundur selangkah. Jantungnya terasa terhunus belati panas ketika Jane meminta bercerai dengannya.
Walaupun Jackson kasar tapi ia sangat mencintai Jane, Jane adalah satu-satunya wanita yang ia cintai.
"Tidak!" Ucapnya tegas.
"Sampai matipun aku tidak akan menceraikanmu! Dan tidak ada seorangpun yang dapat menentang keputusan apapun yang aku buat dalam hidupmu, hidup Mark ataupun hidup William! Kalian bertiga adalah milikku, tidak ada satupun dari kalian yang akan pergi dari hidupku. Aku tidak akan melepaskan siapapun bahkan setelah aku mati sekalipun!" Lanjut Jackson dengan tegas. Ada air mata yang menggenang dipelupuk matanya tapi kalimat posesif Jackson membuat Jane sama sekali tidak tersentuh dengan kesedihan yang terpancar dari sorot mata Jackson sebelum pergi meninggalkan Jane yang akhirnya hanya dapat menangis.