"Aku bukanlah wanita yang akan tidur dengan pria yang tidak aku cintai!"
"Jadi kamu sudah tidur dengan kekasihmu?"
"Memangnya mengapa jika aku sudah tidur dengan kekasihku. Kamu merasa kecewa? Maka sebaiknya cepatlah batalkan rencana pernikahan konyol ini." Akhirnya Rose memilih untuk berbohong karena walaupun ia menjalin kasih cukup lama dengan Rayhan tapi mereka hanya pernah berpegangan tangan, berpelukan dan bahkan mereka hanya pernah beberapa kali berciuman, itupun hanya kecupan singkat sepersekian detik.
Rayhan dan Rose memang menjalin hubungan yang sehat dan tidak melanggar norma agama untuk membuktikan jika bahkan anak panti asuhan seperti Rayhan juga tahu batasan dalam berhubungan asmara dimana belum terikat pernikahan tapi pria yang tanpa tahu malu yang saat ini menerobos masuk kedalam kamarnya adalah pria pilihan kedua orangtuanya yang 'katanya' anak dari kalangan terhormat tapi ternyata adalah pria brengsek yang bahkan berani mengecup pipinya tadi.
William masih berada di dalam kamar Rose seolah tengah menelisik setiap sudut kamarnya dan bahkan tanpa sungkan menyentuh beberapa pajangan seperti pernak-pernik miniatur sebuah patung berbentuk gajah dan beberapa bentuk lainnya seperti bunga dan juga guci yang terbuat dari bahan porselen.
"Seleramu lumayan juga." Ucap William sambil memperhatikan sebuah guci kecil berwarna biru dan putih dengan motif bunga, tapi bukan pujian yang dinantikan oleh Rose melainkan jawaban atas 'negosiasi' pembatalan rencana pernikahan diantara mereka berdua.
"Apa kamu tetap ingin menikahiku walaupun aku sudah pernah tidur dengan kekasihku?" Tanya Rose kali ini lebih sedikit memaksa William untuk menjawab, tidak lupa ia juga merebut guci miniatur itu dari tangan William dan menatapnya dengan sungguh-sungguh.
"Kenapa tidak? Aku jadi tidak perlu berhati-hati saat malam pertama kita nanti." Jawab William, ia bahkan tersenyum penuh arti saat ini membuat Rose semakin muak.
"Wah luar biasa, aku lupa kamu dibesarkan dimana pria terhormat." Cibir Rose.
"Memangnya apa yang salah dengan tempat dimana aku dibesarkan, kamu sendiri tidak mencerminkan adat tempat kamu dibesarkan bukan?"
Sialan... Sialan.... William sialan... Bisa-bisanya ia membalikan perkataannya dan malah membuat Rose merasa terhina walaupun sebenarnya Rose hanya berbohong mengenai 'pernah tidur dengan kekasihnya' tapi ia sudah tidak bisa menarik perkataannya dan kini Rose sungguh bingung harus melakukan cara apalagi agar pria tinggi dihadapannya ini segera menghilang dari hadapannya.
"Jadi Rosie sayang, daripada kamu hanya menatapku seolah akan menyantap ku bagaimana jika kita latihan pemanasan sebelum malam pertama kita?" Tanya William menggoda, ia bahkan tidak sungkan mengangkat dagu Rose dengan jarinya.
"Jangan pernah bermimpi!" Tepis Rose kasar.
"Dan jangan panggil aku Rosie!" Sambungnya mengancam tidak lupa ia mengulurkan jari telunjuknya tepat ke arah wajah William.
William menyeringai, ia semakin tertarik dengan keberanian Rose yang membuatnya bahkan tidak sungkan untuk menarik pinggang Rose dan membawanya merapat kepadanya.
"Lepaskan aku atau aku akan berteriak!" Ronta Rose mengancam.
"Berteriak lah maka aku akan membungkam bibir merahmu dengan bibirku!"
"Kamu pikir kau takut dengan ancmaanmu?"
"Kamu kira aku hanya bergurau?"
Wajah William yang semakin mendekat membuat Rose akhirnya berhenti meronta dan diam menunggu William melepaskannya.
"Maafkan aku."
Bola mata Rose bergerak naik, apa ia tidak salah mendengar? apa frekuensi suara yang terdengar meminta maaf itu benar-benar terlontar dari bibir William? Pria brengsek yang masih merengkuhnya kini, benarkah?
"Aku tahu kamu memiliki rencana indah dengan kekasihmu." William kembali berbicara kali ini tanpa seringaian yang menggoda dan terdengar lebih serius.
"Maka tolong batalkan rencana pernikahan konyol ini." Pinta Rose, suaranya juga terdengar lebih melembut mengikuti cara bicara William yang lebih tenang.
"Untuk itulah aku meminta maaf." Ucap William, ia kemudian melepaskan rengkuhan tangan kekarnya dari pinggang mungil Rose dan kemudian menyentuh tangan kiri Rose.
"Karena aku akan merusak rencana indahmu." Seperti terkena pengaruh sihir, Rose hanya terdiam ketika William menyematkan sebuah cincin bertabuh berlian dijari manisnya.
Untuk sesaat Rose tertegun tapi kemudian ia segera tersadar, tanpa membuang waktu ia melepaskan dengan kasar cincin yang disematkan William pada jari manisnya dan melemparkannya tepat dibawah kaki William.
"Jangan pernah bermimpi akan berhasil menikahiku." Ucap Rose dengan tegas, sorot matanya memancarkan kekesalan diselimuti amarah.
"Sayangnya aku menikahimu di dunia nyata bukan di dunia mimpi jadi sayang, terimalah kenyataan ini." Tukas William setelah mengambil cincin yang berada tepat di bawah kakinya lalu melangkah pergi meninggalkan kamar Rose.
****
"Seperti itulah, aku tidak akan menjanjikan apapun kecuali rasa sakit agar kamu terus membenciku dengan begitu kamu tidak akan pernah terluka jika kita berpisah nanti."
William menyeka air matanya, harus berapa banyak orang yang harus ia sakiti.
Adiknya, Gwen, Mark dan sekarang Rose dan kekasihnya.
William tidak pernah menyangka jika ia hanya akan membawa penderitaan pada orang-orang disekitarnya.
Ia telah menghubungi Jackson sebelum ia menerobos masuk kedalam kamar Rose tadi.
William jelas sangat marah kepada Jackson yang menjebaknya dua kali alih-alih hanya menjadikannya pengkhianat sebagai gubernur yang hanya akan mengambil keuntungan dari sebuah proyek pembangunan tapi juga terjebak dalam sebuah pernikahan.
"Aku akan menolak pernikahan ini, kamu membodohi ku dengan berkata jika pernikahan ini adalah sebuah syarat. Aku tidak akan menikahi gadis itu." William berkata dengan nada marah yang tertahan namun penuh penekanan, dibalik teleponnya Jackson terdengar tertawa seolah tidak berdosa.
"Hei, apakah gadis itu tidak secantik yang ada di dalam fotonya? Mengapa kamu terdengar sangat marah?"
"Karena kamu membohongiku!"
"Kamu tahu bukan jika Ayah hanya ingin memilihkan jodoh terbaik untuk putranya dan sayangnya kamu bukanlah putraku."
"Aku tidak pernah mendambakan menjadi putramu yang sesungguhnya!" Sergah William sedikit meninggikan nada suaranya tapi Jackson malah mendengus seakan tidak perduli.
"Kamu sudah merebut posisi Mark dan kamu juga menginginkan gadis yang dicintainya, itu terlalu serakah Will."
"Aku tidak pernah ingin ada diposisi Mark." William berkata dengan nada suara lebih pelan kini, memang benar apa yang dikatakan oleh Jackson padanya jika ia telah menjadi serakah dengan juga mencintai Gwen yang jelas-jelas Mark cintai.
Tapi perasaan cinta tidak bisa dipaksakan.
"Kamu menjebakku." Lanjut William.
"Dan kamu tidak bisa kabur dari lubang yang aku buat jadi nikmati saja hidupmu saat ini atau aku akan memberitahukan hubungan antara dirimu dan Gwen dengan begitu Mark akan membencimu atau mungkin dia akan memilih loncat bunuh diri karena patah hati."
"Bagaimana bisa kamu berkata seperti itu tentang putramu sendiri."
"Mark akan menjadi seperti itu jika aku memberitahukan hubunganmu dengan Gwen jadi semua adalah salahmu."
William mengacak rambutnya kasar, Jackson membuat posisinya semakin sulit.
"Tapi akan berbeda jika kamu menikah dengan wanita itu sementara menunggu cinta Mark kepada Gwen memudar maka kamu dan Gwen bisa bersama tapi jika wanita penyakitan itu tidak keburu mati." Sambung Jackson sebelum menutup panggilan teleponnya.
Kini tidak ada pilihan lain selain menikahi Rose lalu menjadi gubernur dan menyelesaikan pembangunan proyek. Hanya itulah jalan yang dapat William tempuh saat ini, jalan yang penuh lubang dan berduri yang mampu tidak hanya membuatnya terluka tapi juga orang-orang yang ada di sekelilingnya.
***