Rose tidak bisa menyembunyikan kekesalannya karena William telah berhasil memonopoli dirinya dan kini membawanya pergi entah kemana.
Ingin sekali Rose bertanya pada William kemana sebenarnya tujuan mereka tapi Rose terlalu gengsi hanya untuk sekedar bertanya.
Sementara William sibuk memainkan layar tabletnya entah apa yang dilihatnya yang pasti Rose tidak ingin melihatnya dan memilih untuk duduk menjauh dari William.
"Daripada hanya memandangku sebaiknya kamu mandi dan setelah itu kita makan." Ucap William tanpa menoleh.
"Siapa yang memandangimu?" Elak Rose ketus, dia memang tidak terang-terangan menatap William lebih tepatnya sesekali melihatnya tentunya dengan perasaan kesal sekaligus penasaran.
"Katakan kemana kamu akan menculik ku? Aku peringatkan jika kedua orangtuaku tidak akan diam saja karena aku tiba-tiba menghilang!" Ucap Rose, ia sengaja menyamarkan pertanyaannya dengan sedikit mengancam.
"Bahkan keujung dunia sekalipun, jika kamu pergi bersamaku maka mereka tidak akan pernah mencarimu." Sahut William dengan tenang.
Bahkan William saja tahu jika kedua orangtuanya tidak perduli padanya dan bodohnya Rose masih berharap jika mereka akan mencarinya.
Kesedihan Rose kembali muncul, ia menjadi ingin menangis lagi sekarang.
"Rayhan, hanya dia yang perduli padaku." Gumam Rose lirih, hatinya kembali terasa sakit jika mengingat bagaimana ia menolak lamaran Rayhan di konsernya tadi.
Bagaimana jadinya bila ia tidak pernah menolak Rayhan, bila ia dapat mengenali suara Rayhan bukan malah terpengaruh pada pikirannya yang tidak berdasar hanya karena panggilan 'Rosie', hanya karena ia begitu takut jika William mengacaukan rencana mereka hingga akhirnya ia sendiri yang menghancurkan rencana itu.
"Kamu senang memakai gaun seksi itu untuk menggodaku ya?" Ucap William lagi sambil menoleh dan sengaja memberikan tatapan seolah ia memang sudah tergoda melihat Rose memakai gaun silver pendek dan juga ketat mengikuti lekuk tubuhnya yang ia kenakan di konsernya tadi.
"Enak saja! Untuk apa aku menggodamu." Pekik Rose tidak terima.
"Kalau begitu mandilah."
"Kalau aku mandi lantas aku mau pakai baju apa?"
"Bajuku."
Rose tersentak mendengar jawaban William, ia lantas membayangkan tentang gadis-gadis dalam film romantis yang selalu mengenakan kemeja ataupun kaos oblong milik kekasihnya selesai mereka bercinta.
Apa William berencana melakukanya?
Rose segera bergingsut mundur sambil menyilangkan kedua tangannya menutupi dadanya dan menatap William dengan tatapan curiga.
"Jangan macam-macam padaku! Aku sungguh pemegang sabuk hitam taekwondo, jadi jangan harap kamu bisa melakukan hal diluar batas padaku!" Ucap Rose terbata-bata, alasan itu lagi, padahal jelas-jelas ia sama sekali tidak memiliki kemampuan bela diri.
William tentu saja bingung dengan reaksi berlebihan Rose saat ini sampai akhirnya ia mengerti dan hanya dapat tertawa.
"Kamu menggemaskan sekali " Ucapnya seraya mencubit pipi Rose pelan.
"Maksudku, baju yang aku belikan bukan baju yang aku kenakan sekarang sayang." Ucapnya geli.
Wajah Rose lantas merah padam, ia merasa malu dengan pikiran kotornya sendiri.
"Cepatlah mandi, atau aku akan menggendongmu dan membawamu mandi bersamaku." Ancam William menggoda.
Tanpa perlu berpikir lagi, Rose segera beranjak bangun dan pergi kearah ruangan yang di tunjukan oleh pramugari yang datang setelah William memanggilnya beberapa saat yang lalu.
"Dia sangat menggemaskan." Gumam William lagi yang masih tidak dapat melepaskan senyumannya.
"Anda terlihat sangat bahagia bersamanya." Ucap Lucy yang tiba-tiba datang dan duduk tidak jauh dari William.
Senyum William perlahan memudar, ia kembali memasang wajah dingin.
"Saya hanya ingin mengingatkan jika Anda memiliki nona Gwen." Ucapnya lagi.
William menghela nafas berat, Gwen kembali membebani pikirannya semua itu membuat rasa senang dalam hatinya menghilang seketika.
"Bukan kapasitas mu mengomentari kehidupan pribadiku." Ucap William geram.
"Pastikan saja jika Gwen tidak pernah mengetahui semua ini atau aku akan menghabisi mu." Lanjut William mengancam.
Tatapan mata William membuat Lucy menunduk takut dan akhirnya memilih pergi meninggalkan William walaupun dengan perasaan yang tidak senang.
...
Rose sudah selesai mandi, saat ini ia tengah sibuk mengaitkan ritsleting gaun berwarna peach dibawah lutut yang ia temukan diatas tempat tidur.
Gaun indah yang anggun, sangat pas di badannya tapi ia tidak dapat menjangkau sisa ritsleting yang belum ia naikkan sehingga membuat tangganya terasa pegal karena terus mencoba meraihnya.
"Kamu sangat cantik." Bisik William.
Rose hanya dapat diam mematung, William datang tanpa disadarinya dan kini tengah menaikkan ritsleting yang tidak dapat dijangkau olehnya sebelumnya.
William telah selesai mengaitkan gaun Rose dan menata kembali rambut panjang Rose kebelakang setelah sebelumnya Rose kesampingkan.
William tidak lantas menjauh, ia masih berdiri dibelakang tubuh Rose dan menatap pantulan wajah Rose pada cermin besar dihadapan mereka.
Wajah Rose sangat cantik, terlihat imut dan menggemaskan sekaligus memikat walaupun Rose tidak mengenakan riasan pada wajahnya dan matanya sembab dan bengkak.
Tanpa perlu bertanya, William sudah mengetahui jika Rose habis menangis kembali.
William dapat mengerti, semua ini pasti tidak mudah bagi Rose tapi inilah takdirnya, semesta menjadikan mereka berdua terikat.
"Ayo kita makan, perjalan kita masih sangat lama." Ajak William.
"Aku tidak lapar." Jawab Rose seraya menjauh dari William dan duduk di tepi tempat tidur.
"Aku ingin sendirian." lanjutnya tanpa mau memandang wajah William.
William menghela nafas beras sebelum akhirnya menjawab "Baiklah, beristirahatlah. Kamu pasti lelah." Ucap William yang langsung berjalan keluar meninggalkan Rose sendiri.
Setelah William benar-benar meninggalkannya sendiri, Rose hanya dapat kembali menangis. Ia tidak kuasa membendung air matanya dan menangisi hubungannya dengan Rayhan yang berantakan karena kesalahannya sendiri.
Rose tidak dapat menerima jika ia harus menikah dengan pria lain selain Rayhan.
Hatinya patah, hancur tidak terbentuk, tidak ada yang dapat ia rasakan selain kepedihan dan rasa sakit yang menyesakkan dada.
"Seperti kisah drama romantis yang berakhir dengan bahagia." Begitulah Rose menyebut hubungannya dengan Rayhan dulu tapi beberapa kisah harus berakhir menyedihkan.
Rose mendapatkan akhir kisah yang menyedihkan bersama dengan Rayhan.
Walaupun ia menangis sesenggukan, rasa sakit itu tidak mau menghilang, rasa sakit yang menyesakkan dada itu semakin terasa mencekiknya.
"Maafkan aku... Maafkan aku..." Rose hanya dapat merancau sambil menangis.
Wajahnya memerah, air matanya berderai tidak terbendung.
Berkali-kali ia mencoba untuk menahan tangisnya tapi usahanya selalu berakhir dengan tangisan yang lebih kuat, rasa sakit yang bertambah sakit.
Mengapa Tuhan tidak mengijinkan mereka untuk bersama disaat Rose hanya merasa Rayhan adalah satu-satunya pria yang ada dalam hidupnya yang dapat membahagiakannya bahkan ayahnya sendiri tidak memperhatikannya sebagaimana Rayhan memperhatikannya.
Dulu mereka hanya saling memiliki dan sekarang mereka berpisah jalan dan yang membuat Rose membenci keadaan ini karena ia sendirilah penyebab perpisahan ini.
Ia tidak dapat berhenti meruntuki kebodohannya sekaligus merasakan rasa sakit hati yang terus bertambah.
Mendengar isak tangis Rose dibalik ruangannya, William hanya dapat mengeratkan gigi. Menahan gempuran rasa bersalah sekaligus tidak senang.
Apa yang buruk darinya? Mengapa Rose begitu tersiksa dengan pernikahan ini?
"Kamu sungguh menakutkan!" William masih dapat mendengarnya, suara Rose yang begitu marah padanya. Tatapan mata penuh kebencian yang menatapnya sebelumnya.
"Apa aku sungguh terlihat seperti monster?"
...