"Morgan Lloyd?"
"Ya, karena itulah kami bersikap waspada terhadap siapa pun yang datang ke wilayah kami," ucap Alena, ia menghela napas panjang.
"Sebaiknya kau istirahat, sebentar lagi gelap." Alena berdiri, mengajak Iris masuk ke rumah, rumah itu terlihat cukup nyaman, seluruhnya terbuat dari kayu, ada hiasan-hiasan dari daun kering yang dipajang di dinding, banyak tanaman-tanaman hijau di sudut-sudut ruangan, membuat siapa pun yang masuk merasakan sensasi alami dari hutan hujan tropis.
"Ini kamarmu." Alena membuka pintu kamar, di dalamnya terdapat sebuah ranjang dan meja, wanita itu ingin pergi tetapi tangannya ditahan oleh Iris.
"Di mana Thomas?"
"Dia ada di ruang perawatan, besok kau bisa menemuinya." Alena menyentuh pundak Iris sambil tersenyum.
Setelah mengatakan itu Alena menjauh, meninggalkan Iris, di kamar sederhana itu. Entah kenapa perasaannya gelisah, ia terbiasa melihat Thomas meringkuk di sekitarnya.
Suara lolongan serigala berulang-ulang terdengar ketika malam telah larut. Iris bangkit, tidak bisa memejamkan matanya sedetik pun, ia benar-benar gelisah.
Mengintip dari balik jendela, Iris dapat melihat kawanan manusia serigala berkumpul di tengah-tengah pemukiman, wanita itu diam-diam menyelinap keluar.
Iris melewati sebuah ruangan yang pintunya tertutup rapat, samar-samar suara Alena dan beberapa orang terdengar tengah berdebat.
"Aku tidak setuju. Kita harus menghabisinya segera."
"Kita tidak bisa gegabah, bagaimana anggota pack yang tersisa masih ada di luar sana? Itu akan membahayakan pack kita."
"kita tidak bisa menahannya terlalu lama, besok Lloyd harus dieksekusi!" suara berat seseorang berucap dengan tenang, atmosfer ruangan menjadi berat, orang itu pastilah Alpha dari pack Red Moon.
Iris tidak menduga Alena berbohong, wanita itu benar-benar pandai berakting. Alpha ada disini, apa Alena sengaja agar Iris tidak dapat menanyakan keberadaan Minu? ia memutuskan pergi, namun suara alpha yang berat itu kembali menghentikannya.
"Manusia yang bersama penyihir tadi siang, apakah dia yang dicari Pangeran Andreas?"
"Ya. Dia orangnya."
"Pastikan dia dan penyihir itu tidak akan bisa ke mana-mana, tetap buat mereka terpisah sampai Pangeran Andreas datang."
"Baik, kami mengerti."
Iris langsung berlari tanpa suara keluar, mereka harus pergi dari tempat ini, ia tahu siapa Andreas, Dai telah menceritakannya kemarin, Pangeran baru Megalima yang sedang mencari Pangeran Megalima terdahulu.
"Thomas adalah pangeran," gumam Iris tidak percaya,
dengan sembunyi-sembunyi Iris mencari Thomas, ia tidak dapat menemukannya, bahkan Litzy yang berubah menjadi anjing pun tidak dapat menemukan baunya, Thomas hilang tanpa jejak.
Iris dan Litzy justru menemukan bau Morgan, serigala yang dibicarakan Alena, di sebuah gudang paling jauh dari pemukiman, dijaga oleh dua manusia serigala.
Sebersit ide muncul di kepala Iris, mungkin Morgan dapat membantunya, ia tidak bisa menelan bulat-bulat informasi Alena tentang Morgan yang membantai packnya sendiri.
Iris mengucapkan mantra, mengubah dirinya menjadi Alena.
"Luna, apa yang membawamu kemari?" tegur manusia serigala yang berjaga, mereka berdiri menyambut Iris.
"Aku ingin menyampaikan pesan dari Alpha." Iris berkata pelan, dalam hati ia bergetar gugup. Manusia serigala itu tanpa banyak kata langsung membukakan pintu gudang, mempersilahkan Iris masuk dan menutupnya, mereka menunggu di luar karena merasa itu adalah pembicaraan pribadi.
Kini hanya ada mereka berdua di gudang gelap itu, di bawah cahaya bulan yang menyelinap masuk melalui celah-celah dinding, Morgan ada disana, terikat kuat oleh rantai besi, kepalanya terkulai, sekujur tubuhnya penuh luka dan bersimbah darah, seandainya Morgan bukan manusia serigala, Iris yakin dia sudah mati karena kehabisan darah.
"Morgan, kau mengingatku?" Iris merubah penampilannya kembali, mendekat ke arah Morgan dan memegang wajahnya.
Mata Morgan menyipit, ada rembesan darah menghalangi matanya, Iris dengan sigap menyeka darah itu dengan tangannya.
"Iris?" Morgan bersuara dengan serak, Iris mengangguk cepat.
"Kenapa ... kau berada di sini?" Morgan kembali bersuara, hampir tersedak darahnya sendiri.
"Ceritanya panjang. Aku akan membantumu keluar dari sini, tapi aku juga ingin kau membantuku."
Morgan menatap penyihir itu, ia terkekeh, sebenarnya mudah saja baginya untuk keluar dari sini, tapi ia kehilangan harapan, putus asa, perasaannya telah mati, tidak ada siapa pun yang dapat ia jadikan tumpuan atau ia lindungi, keluarganya tiada.
Hidupnya terasa hampa dan membosankan.
Ada sedikit rasa tidak percaya pada Iris, besok adalah hari eksekusi dirinya, waktunya tidak panjang untuk berpikir percaya atau tidak pada Iris, tapi melihat mata Iris yang sayu itu menggerakkan hatinya.
"Baiklah, aku akan membantumu," sahut Morgan pada akhirnya, rantai-rantai berderak lepas dengan sekali sentak.
Iris terpana, betapa mudahnya seorang manusia serigala menggunakan tenaganya yang besar, mengapa ia tidak melarikan diri dari tadi?
"Tapi aku punya permintaan," lanjut Morgan sambil menyeringai, menatap Iris dengan mata tajamnya.
"Apa itu?"
Morgan mengambil rambut Iris dan menciumnya, aroma mawar pekat itu membuainya, "Akan kukatakan nanti."
Morgan berdiri, sebagai manusia serigala tubuhnya pulih dengan cepat, ia keluar dari gudang diikuti Iris.
"Kamu ... bagaimana bisa ...." perkataan penjaga itu terpotong oleh pukulan Morgan tepat di ulu hati, begitu pula dengan satu orang lainnya, mereka terkapar di tanah tidak berdaya.
Kekuatan alpha memang tidak pernah main-main, batin Iris terkagum-kagum.
"Ayo." Morgan menarik tangan Iris, dada Iris kembali berdebar kencang, ia mengikuti langkah-langkah Morgan sambil menahan napas, takut jantungnya yang bertalu-talu itu keluar dari mulutnya.
Mereka berhenti agak jauh dari gudang, di tanah yang agak tinggi, sehingga mereka dapat melihat jelas pemukiman serigala dari atas sini. Iris menarik napasnya, tangannya masih berada dalam genggaman Morgan, ia merasakan pipinya terbakar.
"Apa yang harus kulakukan?" Morgan bertanya, Iris dengan lembut menarik tangannya.
"Bisakah kau menemukan Thomas?" Iris mendongak, wajahnya menjadi gelisah.
"Manusia lemah itu?" Morgan menyeka darah yang tersisa di dadanya, luka-lukanya telah menutup dengan sempurna. Iris yang melihatnya hanya menelan ludah.
"Ya. Alena bilang ia ada di ruang perawatan, aku sudah ke sana, tidak ada siapa pun."
"Kenapa mereka memisahkan kalian?"
"Dia akan dibawa pada Pangeran Andreas besok, kita harus menyelamatkannya." Iris menautkan jari-jarinya.
Mendengar nama Andreas, rahang Morgan mengeras, ia memejamkan matanya, mencoba menemukan dimana bau Thomas, melacaknya dengan kemampuan serigalanya.
"Dia ada di rumah para tetua serigala." Morgan menunjuk sebuah rumah besar di tengah pemukiman manusia serigala, ada banyak manusia serigala lalu lalang disana.
"Itu akan sulit." Iris menggigit bibirnya, melihat Morgan duduk ia ikut duduk di sampingnya.
"Mereka akan tahu aku kabur sebentar lagi," sahut Morgan dengan santai, seolah hal itu adalah hal biasa, "Kita harus lakukan sebelum mereka mengetahuinya."
"Kau punya rencana?" Iris tak sengaja bertatapan, dengan mata Morgan, wajahnya memanas dan pipinya memerah.
Morgan tersenyum, mendekatkan wajahnya ke telinga Iris. "Gunakan kemampuanmu," ucapnya berbisik.
Iris tertunduk malu, bangkit dengan canggung.
"Kita menyamar ke sana sebagai Alpha dan Luna, kau penyihir yang baik, aku tadi benar-benar mengira kau adalah Alena."
"Setelah itu?"
"Setelah itu mari kita buat kekacauan besar-besaran disini."