Cafe yang terletak di persimpangan jalan Hongdae, terlihat ramai dikunjungi oleh para pekerja kantoran yang ingin menikmati waktu senggang mereka yang tidak banyak.
Banyak sekali orang yang berlalu lalang di jalan itu, membuat kemacetan manusia terjadi di sana. Tapi, lagi-lagi itu hal biasa yang terjadi di Seoul.
Untuk pertama kalinya, Ga Eun dan ke dua best friend-nya memilih makan di cafe bergaya retro. Selain, karena ingin mencari nuansa baru, mereka juga sudah sangat bosan mengunjungi cafe yang terletak di dekat kantor Ga Eun.
Sekali-kali mereka ingin makan ditempat yang jauh. Menghirup udara kota Seoul yang minim debu. Hitung-hitung melepas stres mereka yang terus saja di tekan oleh pekerjaan.
Selagi tertawa dan mengobrol ringan. Tiga wanita yang masih betah dengan status lajangnya ini, sampai di cafe yang mereka tujuh.
Musik bergaya retro yang sengaja diputar oleh pemilik cafe untuk memperkuat identitas cafenya, berhasil menarik mereka untuk bernostalgia dengan kehidupan dulu yang masih menjadi kenangan.
Lagu I Miss You milik Kim Bum Soo berhasil membangun kenangan tentang cinta lama mereka, terutama Ga Eun yang masih tak bisa melupakan Jung Kook. Meski sudah berlalu 1 bulan lebih dari tekatnya untuk melupakan pria itu.
Ia tak tahu, jika melupakan ternyata jauh lebih sulit, dibanding jatuh cinta pada seseorang. Hanya butuh waktu per-sekian detik bagi Ga Eun untuk menyukai Jung Kook. Tapi, untuk melupakan pria itu. Ia hanya bisa geleng-geleng kepala.
Ga Eun rasa, ia akan menjadi perawan tua. Jika ia tidak bisa melupakan cinta pertamanya.
"Oh iya... kau benar akan kembali ke Jeju?" tanya Sena sedih saat mereka sudah selesai memesan menu makan siang.
Pembicaraan yang masih belum tahu pasti jawabannya itu membuat Sena dan Bora terlihat sedih.
Keputusan Ga Eun yang menyatakan niatnya untuk kembali ke Jeju. Kampung halamannya, bukanlah hal yang mudah untuk diterima oleh kedua sahabatnya.
Mereka sudah bersama cukup lama, sudah lebih dari 7 tahun. Jika di ibaratkan sebuah hubungan wanita dan pria, bukankah itu akan sangat sulit.
Ga Eun mengangguk ringan. "Naneun geuleohge handa." Tak ada senyum sama sekali yang terpancar di wajah cantiknya. (Ku rasa begitu)
Ia sendiri masih bingung dan bimbang. Tapi, ini satu-satunya cara agar ia tak harus bertemu dengan Jung Kook. Tinggal di wilayah yang berbeda dengan Jung Kook. Kemungkinannya hanya 0,01% bagi mereka untuk dapat bertemu.
Kecuali, jika takdir memang sangat ingin mempertemukan mereka. Selain itu, ia yakin, ini cara yang tepat agar ia bisa cepat melupakan Jung Kook.
Pria itu, sebentar lagi akan menjadi menantu dari keluarga Kang. Otomatis Jung Kook akan menjadi kakak sepupu ipar Ga Eun. Artinya, tak boleh ada rasa cinta lagi di hati Ga Eun. Dengan begitu, ia akan bisa menyapa Jung Kook dengan nyaman layaknya keluarga.
Meskipun begitu, Ga Eun sering merasa canggung dengan kehadiran Jung Kook di rumah Pamannya. Walaupun seisi rumah tidak tahu mengenai perasaan Ga Eun pada Jung Kook, tapi tetap saja Ga Eun merasa tidak enak.
Terutama pada Eun Bi. Sepupunya itu tahu, bahwa Ga Eun pernah menyukai Jung Kook. Sekali lagi, Ga Eun tak ingin membuat Eun Bi salah paham padanya.
Untuk makan di satu meja saja rasanya Ga Eun tidak bisa berkutat sama sekali. Bahkan menonton drama kesukaannya saja ia tidak bisa. Lantaran, Jung Kook dan Eun Bi sering kali menghabiskan waktu bersama di ruang tamu.
Ia harus merelakan malam santainya di habiskan sendirian di kamar. Ia hanya tak mau, dibakar api cemburu dan sakit hati karena melihat betapa mesranya Jung Kook dan Eun Bi yang terlihat seperti pasangan serasi saat mereka bersama.
Selain itu, baru 1 bulan pria itu di Seoul, Ga Eun sudah hampir 7 - 8 kali berpapasan dengan Jung Kook di tempat umum.
Entah kenapa dan bagaimana mereka bisa bertemu. Tapi yang pasti, itu membuat Ga Eun merasa enggan melupakan cinta pertamanya.
Ia tahu, memikirkan calon suami seseorang bukanlah hal yang baik. Apa lagi jika itu calon dari saudara sepupu sendiri. Ga Eun bukan tipe wanita yang tidak bisa membalas kebaikan seseorang.
Ia sangat menghargai Paman dan Bibinya yang selama lebih dari 18 tahun telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Ia, tak ingin membalas kebaikan Paman dan Bibinya dengan sebuah penghianatan.
Meskipun begitu, hubungan cinta dan keluarga bukankah itu dua hal yang berbeda?.
Lagi pula, Ga Eun sudah lama tidak mengunjungi orang tuannya di Jeju. Ia merindukan mereka. Sudah 18 tahun ia tak melihat orang tuannya.
Ga Eun tersenyum hambar. "Perekonomian keluargaku sudah lumayan membaik, orang tuaku juga sudah punya rumah di Jeju, selain itu aku juga sudah bisa mencari uang sendiri. Jadi... " jelas Ga Eun.
"... Pulang ke jeju, adalah keputusan terbaik" ucap Ga Eun mengakhiri dengan seulas senyum kecut.
Bora dan Sena tidak tahu harus berkomentar seperti apa. Mereka tampa sedih untuk melepaskan Ga Eun kembali ke Jeju.
Mereka tahu, Ga Eun sangat merindukan orang tuannya. Setiap hari, wanita itu membicarakan betapa inginnya, ia bertemu dengan orang tua yang hanya sempat membesarkannya selama 7 tahun.
"Kalian bisa berkunjung kapan pun ke Jeju..." ucap Ga Eun menghibur kedua temannya dengan seulas senyum. "Aku, akan menerima kalian kapan pun" ucap Ga Eun berjanji.
"Yagsog?" tanya Bora dan Sena berbarengan sambil mengacungkan jari kelingking mereka ke hadapan Ga Eun yang langsung disambut oleh wanita itu dengan senyuman hangat. (Janji?)
"ngomong-ngomong kapan kau akan kembali ke Jeju?" tanya Bora penasaran.
Ga Eun berfikir sejenak. Rencana untuk pulang ke Jeju hanyalah rencana yang kebetulan muncul di benaknya beberapa hari yang lalu. Ia belum bisa memastikan kapan tanggal yang tepat untuk kembali ke Jeju.
Mungkin, ia akan kembali ke Jeju setelah menghadiri acara pernikahan Eun Bi. Lagi pula, ia masih harus menjadi penggapit di acara itu. Walaupun, ia sangat tidak ingin menjadi penggapit tapi, demi satu-satunya sepupu yang ia miliki.
Bukankah, ia harus menurunkan egonya?.
"Setelah acara pernikahan Eun Bi usai, aku akan kembali ke Jeju." ujar Ga Eun yakin, meskipun hatinya tidak yakin.
Bora dan Sena mengangguk berbarengan. Mengerti.
Hidangan makan siang yang mereka pesan akhirnya datang memenuhi meja mereka. Mereka menyantap hidangan yang cukup banyak itu sembari membicarakan tentang masalah kantor mereka.
***
Nuansa cafe yang tenang dan santai, menjadi pilihan bagi Jung Kook dan Eun Bi untuk mengisi perut mereka dan menyelesaikan pekerjaan yang masih menumpuk.
Sudah sekitar 1 jam dari ke datangan mereka di cafe Haven. Tapi, tak ada satupun pembicaraan atau obrolan yang terlontar dari mulut mereka masing-masing. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan.
Bertemu di cafe Haven hanya semacam rutinitas siang yang wajib mereka lakukan setelah kembali dari Amerika.
Setidaknya, mereka harus bisa lebih dekat sebelum acara pernikahan yang akan di selenggarakan dalam waktu tinggal hitungan Minggu saja.
Meskipun begitu, rasanya semuanya sia-sia. Bertemu seperti ini, tanpa ada yang di obrolkan dan hanya fokus dengan pekerjaan, hanya membuang waktu.
Sifat Jung Kook yang begitu malas membahas kehidupan pribadi kecuali pekerjaan dan Eun Bi yang tak suka berbicara panjang lebar. Memang sangat tidak cocok.
Eun Bi kini meletakkan ponselnya di atas meja bundar di hadapannya. Lalu, ia menatap tajam Jung Kook yang masih sibuk membaca dokumennya. Sesekali, wanita itu melirik arloji di pergelangan lengan kirinya.
Ia rasa, ini sudah waktunya bagi mereka berdua untuk mengobrol santai. Membahas beberapa hal yang mungkin wajar untuk di ketahui satu sama lain.
Meski sudah mengenal satu sama lain di Amerika lewat perjodohan, Eun Bi merasa masih banyak hal yang tidak ia ketahui tentang Jung Kook.
Lebih tepatnya, ia tidak mengetahui apapun tentang Jung Kook selain pria itu sangat tergila-gila dengan pekerjaan. Selama lebih dari 2 tahun mengenal. Eun Bi tidak melihat sepersen pun kemajuan dari hubungan mereka.
Tak ada rasa cinta, apa lagi perhatian. Semua yang ditunjukkan hanya sebatas image di depan orang tua. Meskipun ia sudah yakin 100% bahwa pernikahannya ini akan berakhir tanpa rasa cinta sama sekali.
Tapi bagi Eun Bi, itu semua tidak ada masalah. Ia tetap ingin melanjutkan pernikahannya. Tidak peduli, bagaimana perasaan pria itu terhadapnya. Ia akan tetap menikah dengan Jeon Jung Kook.
"Apa Kau tidak ingin meletakkan berkas dokumenmu itu Oppa?" tanya Eun Bi sedikit dingin.
Jung Kook tak merespon, ia masih membaca beberapa lembar terakhir dokumennya. Baru saja, ia ingin membalik halaman terakhir dan menyelesaikan pekerjaannya.
Eun Bi dengan kasar mengambil berkas itu dari genggaman Jung Kook. Lalu, ia meletakan berkas yang cukup tebal itu ke atas meja.
Tatapan Eun Bi terlihat sinis saat ini. Ia tak tahu, mengapa Jung Kook begitu sulit untuk di mengerti. Atau mungkin, pria itu memang tidak ingin di mengerti oleh Eun Bi.
"Yangsog eul kkaego sipni Oppa?!" tanya Eun Bi mengingatkan pembicaraan mereka dulu di Amerika. (Apa kau ingin melanggar janjimu Oppa?!)
Jung Kook mendesah kasar. Ia tidak mengerti, apa semua wanita seperti Eun Bi. Egois, penuntut dan emosional?.
"Oppa?!" panggil Eun Bi sedikit sinis.
Lagi-lagi Jung Kook tak merespon. Ia memalingkan wajahnya ke arah penjuru cafe yang cukup besar ini.
Bosan rasanya, harus setiap hari menghadapi tingkah kekanak-kanakan Eun Bi. Bukankah mereka sudah berjanji untuk tidak mengurusi urusan masing-masing.
Tampa berkomentar sama sekali, Jung Kook bangkit dari posisi duduknya. Merapikan kancing jas yang sempat ia buka tadi. Mengambil berkas dokumen yang ada di atas meja berserta ponsel hitamnya.
"Aku tidak bisa mengantarmu ke kantor." ucap Jung Kook sebelum akhirnya ia meninggalkan Eun Bi dengan emosi yang memuncak.
***
Mobil Jung Kook melaju dengan kecepatan sedang di jalan raya yang saat ini sedang renggang-renggangnya.
Sembari menyandarkan punggungnya pada sandaran jok mobil. Pria itu memejamkan matanya sejenak. Sesekali ia memijat pelipis kepalanya yang terasa nyeri.
Berkutat dengan pekerjaan, bagi Jung Kook itu hal yang biasa. Ia bisa tahan meskipun kepalanya hampir meledak karena banyaknya pekerjaan yang tidak pernah berhenti.
Tapi, menghadapi tingkah Eun Bi. Ia lebih baik menyerah. Berbicara dengan Eun Bi tidak akan pernah ada habisnya. Ada baiknya ia tidak perlu berkomentar.
Mau semarah apapun Eun Bi pada Jung Kook atas sikap dingin pria itu. Jung Kook tidak peduli. Lagi pula, Jung Kook tidak mengharapakan apapun dari wanita seperti Eun Bi.
Satu hal yang pasti, ia hanya ingin pernikahannya cepat terselenggara. Dengan begitu, ia tidak perlu melakukan pendekatan seperti tadi.
Meskipun ia sadar betul, melanjutkan pernikahan dengan Eun Bi. Malah membawanya kembali ke dalam neraka yang lebih parah.
"Apa jadwalku selanjutnya?" tanya Jung Kook dengan mata yang masih terpejam.
Sekretaris Min yang saat ini sedang fokus menyetir. Melirik sekilas arloji di pergelangan tangannya. Pria berkulit putih susu ini, sudah hafal betul dengan jadwal Jung Kook.
Jadi tanpa melihat agenda yang telah ia siapkan pun, pria ini sudah bisa langsung memberitahukannya pada pemimpin dari perusahaan Next JK ini.
"Hari ini, kau harus mengunjungi kantor barumu." ucap Yoon Gi santai sambil fokus menyetir.
Mata coklatnya kini memandangi jalanan Seoul. Pikirannya terasa kosong. Sampai mereka tiba di parkiran kantor barunya pun, Jung Kook tak mengubah sedikitpun posisinya.Terlalu banyak hal yang membebankan pikirannya.
Manajer Kim, sudah siap di depan lobi untuk menyambut kedatangan CEO mereka. Tubuhnya membungkuk 75 derajat saat Jung Kook keluar dari dalam mobil mewahnya.
"Hwan-yeong, seonsaengnim." sambut Tae Hyung selaku manajer di perusahaan Next Word dengan seulas senyum ramah. (Selamat datang, Pak.)
Jung Kook hanya tersenyum sekilas. Ia melangkah memasuki gedung kantornya yang lumayan luas itu. Ini kali pertama Jung Kook mengunjungi perusahaan Next Word yang ia bangun 2 tahun yang lalu.
Sesekali ia mengangguk ringan, saat Manajer Kim membawanya berkeliling dan menjelaskan dengan detail kemajuan perusahan yang memiliki 3 lantai ini.
Tidak salah jika Jung Kook mempercayakan Tae Hyung teman semasa kecilnya sebagai manajer di Next Word.Semuanya berjalan sesuai dengan keinginannya.
Setelah berkeliling melihat-lihat kantornya dan bagaimana para karyawan di perusahan ini bekerja. Selanjutnya, Tae Hyung mengajak Jung Kook ke lantai 3.
Tempat dimana, semua karyawan utama bekerja untuk membuat perusahan yang bergerak di hampir semua bidang ini berkembang.
"Perhatian semuanya." ucap Tae Hyung dengan suara beratnya.
Semua karyawan yang tengah sibuk bekerja kini menoleh pada Tae Hyung. Suara bising pun mulai terdengar saat karyawan yang mayoritasnya wanita ini melihat Jung Kook berdiri di samping manajer mereka.
Tak terkecuali Ga Eun. Tapi tatapannya berbeda. Tidak seperti wanita lain yang terlihat riang saat melihat wajah tampan Jung Kook. Ia malah terlihat terkejut dan sangat kaget dengan kehadiran Jung Kook di sini.
Apa lagi saat Tae Hyung memperkenalkan Jung Kook sebagai pemimpin dari Next World. Membuat Ga Eun tak bisa berkata-kata.
"Sesang, eun maeu jag seubnida... Kim Ga Eun." ucap Jung Kook dengan senyum terangkat saat Tae Hyung memperkenalkan Ga Eun sebagai karyawan yang telah bekerja selama 1 tahun lebih di perusahaan miliknya ini. (Dunia, sepertinya sangat kecil... Kim Ga Eun.)
***
Entah apa yang membuat seorang Jeon Jung Kook mau menghadiri acara makan malam perusahaan.
Biasanya, pria itu lebih suka menyendiri dan menghabiskan harinya dengan berkas - berkas yang biasa menumpuk di meja kerjanya.
Tapi hari ini. Entah ada angin apa. Mungkin, Jung Kook ingin mendekatkan diri dengan semua karyawan yang telah berkerja keras mengembangkan Next World.
Yang pasti, hanya Jung Kook sendiri yang tahu alasan mengapa ia tidak keberatan untuk ikut dalam acara makan malam perusahan ini.
Berbeda dengan Jung Kook. Ga Eun yang biasanya sangat menyukai acara makan malam perusahaan. Hari ini terlihat tak berselera.
Ia, ingin segera pulang dan menyendiri di kamarnya. Mengutuki kebodohannya karena memilih bekerja di Next World.
Seharusnya Ga Eun paham betul, jika perusahan Next World merupakan perusahan penerus dari Next JK.
Kalau takdir terus mempertemukan mereka seperti ini, bagaimana bisa Ga Eun melupakan cinta pertamanya.
Restoran mewah bergaya tradisional menjadi pilihan mereka untuk mengisi ke kosongan perut yang mulai terasa.
Ga Eun memutuskan untuk duduk di pojok kiri. Setidaknya, ia tidak ingin terlihat oleh Jung Kook. Meskipun ia tahu, tidak mungkin pria itu meliriknya.
Untuk menghilangkan rasa gundah di hatinya, Ga Eun meneguk gelas berisi alkohol dalam sekali teguk. Itu, ia lakukan berulang-ulang kali.
"Neo... jalhago iss-eo Ga Eun-ah?" tanya Woo Yong khawatir. (Kau... baik-baik saja Ga Eun?)
Ga Eun tak merespon, ia hanya terus mengisi gelasnya dengan alkohol dan meminumnya dalam sekali teguk. Membuat beberapa karyawan yang duduk di dekatnya terkagum dengan kemampuan Ga Eun dalam meminum alkohol.
"Suasana hatimu pasti sedang tidak baik." sindir salah satu karyawan wanita yang duduk di hadapan Ga Eun.
Ga Eun menoleh sejenak. "O... aju uijon habnida."ucap Ga Eun tak jelas. (Oh... sangat tidak baik.)
Sementara itu, Jung Kook duduk berbaur dengan para karyawan lain yang jumlahnya tidak sedikit ini.
Kehadiran Jung Kook di acara makan malam perusahaan, membuat nuansa semakin ceria. Banyak dari para karyawan bergiliran menggunakan mesin karaoke.
Mereka menyanyikan berbagai lagu, mulai dari lagu balad sampai lagu cinta yang selalu menjadi keharusan saat mengadakan acara makan malam.
Ga Eun yang biasanya ikut bernyanyi. Hari ini tak berniat menyumbangkan suaranya yang cukup merdu itu.
Ia hanya ingin minum dan melupakan kesedihan hatinya. Ia kesal, mengapa takdir harus selalu mempertemukannya dengan Jung Kook.
Bahkan saat semua karyawan memaksanya untuk bernyanyi, Ga Eun menolak. Tapi tetap saja, mereka menarik paksa Ga Eun. Membawa wanita itu ke tengah panggung.
Woo Yong yang baru selesai menyanyi, menyerahkan mic ke tangan Ga Eun dan menyemangati wanita itu. Sorakan dari semua karyawan, membuat Ga Eun memutusakan untuk bernyanyi.
7 Years of love, menjadi lagu pilihannya selama ini. Dengan kondisi yang hampir mabuk, Ga Eun menyanyikan lagu itu dengan sepenuh hati. Sampai-sampai ia meneteskan air mata.
"Salang i neomu bogjab hajineun ni?"gumam Tae Hyung singkat. Jung Kook yang mendengar celotehan Nam Joon itu hanya bisa diam sembari memandangi Ga Eun yang hampir selesai menyanyikan lagu andalannya. (Bukankah cinta terasa sangat rumit?)
Semua karyawan di perusahaan Next World ikut terhanyut dengan penghayatan Ga Eun. Mereka tahu betul mengenai kisah cinta Ga Eun. Meskipun, tidak mendetail tapi mereka ikut simpati pada Ga Eun.
Acara yang berlangsung selama 3 jam lebih, berakhir dengan perpisahan semua orang di depan restoran.
Sementara itu, di depan lapangan parkir restoran. Ga Eun masih berdiri di sana menunggu Woo Yong mencarikan taksi untuknya.
Langkah kakinya lunglai dan terasa lemas. Bahkan tubuhnya tidak bisa berdiri dengan lurus. Bumi seakan berputar sekarang.
Hampir saja, ia terjatuh ke tanah berbatuan. Untung saja, Jung Kook masih berada di sana. Karena harus menunggu Yoon Gi keluar dari toilet.
Dengan sigap ia menangkap tubuh Ga Eun. Membuat sepasang mata mereka berdua saling bertemu. Hanya berjarak 5 cm.
"Aku pasti sangat bodoh... karena masih mencintaimu sampai detik ini." gumam Ga Eun sembari menatap mata coklat Jung Kook yang saat ini juga sedang menatapnya.
Kondisi Ga Eun yang sedang mabuk berat, membuatnya tak bisa berfikir jernih. Bahkan kata-kata yang terlontar dari bibirnya barusan. Akan ia sesali seumur hidup.
Pengakuan, yang seharusnya tidak di dengar oleh Jung Kook. Mungkin akan menjadi bumerang baginya suatu hari nanti.
***