Tumpukan berkas di meja kerja Ga Eun membuat wanita itu sedikit kewalahan, ditambah deadline yang ditentukan Tae Hyung membuatnya harus memburu waktu saat ini.
Selagi mengetik dan mengecek beberapa berkas, ponsel Ga Eun bergetar. Di tatapnya layar ponsel itu sejenak, lalu ia mengangkatnya.
Suara tangis Bibi Ahn membuat ucapannya tak terdengar jelas oleh Ga Eun. Merasa khawatir, Ga Eun berusaha menangkan Bibinya agar wanita yang sudah menginjak usia lima puluh tahunan itu bisa tenang dan berbicara santai padanya.
"Bibi... Bibi harus berhenti menangis dulu, dan beritahu aku apa yang terjadi?, apa Bibi sakit?, terluka?, atau... terjadi sesuatu di rumah?" tanya Ga Eun khawatir.
"Eun Bi... Eun Bi..." Bibi Ahn tidak bisa menyelesaikan ucapannya, ia terlalu syok dan takut.
"Ada apa?, apa yang terjadi pada Eun Bi?, dia baik-baik saja kan?" tanya Ga Eun khawatir.
Tak ada jawaban dari Bibi Ahn, wanita itu hanya menangis dan tangisnya saat ini semakin histeris. Tubuhnya bergetar hebat.
Ia tidak bisa membayangkan bagaimana ia harus menghadapi hidup, jika Eun Bi, putri semata wayangnya benar-benar hilang.
"Biar aku yang bicara pada Ga Eun, Bi..." ujar Jung Kook seraya mengambil ponsel dari tangan Bibi Ahn.
"Ini aku Jung Kook..., saat ini kami tidak tahu apakah Eun Bi benar-benar hilang atau tidak. Tapi yang pasti, kau harus pulang sekarang. Bibi Ahn membutuhkanmu." jelas Jung Kook sambil melirik Bibi Ahn yang terlihat khawatir di atas sofa.
"Mengenai masalah pekerjaanmu saat ini, aku tahu kau sedang mengejar deadline, kau bisa tinggalkan itu dulu..., aku yang akan bicara dengan Tae Hyung nanti, jadi segeralah pulang." ucap Jung Kook mengakhiri.
Ga Eun terlihat panik. Ia buru-buru mengambil tas jinjingnya, memasukan ponselnya ke dalam tas, lalu berlari sekencang mungkin menuju life.
Setelah ia sampai di depan lobi, ia kembali berlari ke depan kantor, lalu pulang dengan menaiki taksi. Sekitar dua puluh menitan lebih Ga Eun sampai di rumah Bibi Ahn, ia menekan bel beberapa kali. Ia sangat panik.
Jung Kook yang hadir di rumah ini karena mendengar kabar yang sama, membantu Bibi Ahn yang masih mencemaskan Eun Bi, untuk membuka pintu.
Mata Ga Eun sempat membulat sejenak, saat melihat wajah Jung Kook dari bilik pintu, menatapnya dengan datar, tapi ini bukan waktunya untuk terpukau oleh wajah tampan Jung Kook.
Ga Eun berjalan terburu-buru melewati Jung Kook yang masih berdiri di pintu utama. Ia merangkul pundak Bibi Ahn yang masih bergetar hebat.
"Tenanglah Bi... Eun Bi pasti baik-baik saja sekarang." ucap Ga Eun.
Ia percaya, Eun Bi pasti baik-baik saja. Sepupunya itu pasti sedang pergi ke suatu tempat, ini hari ulang tahunnya jadi wajar jika Eun Bi belum pulang sampai sore.
"Tapi Bibi tidak bisa menghubunginya..."
"Mungkin... ponsel Eun Bi mati karena low bate." jawab Ga Eun menyakinkan.
Jung Kook melirik arloji-nya sejenak lalu, ia menatap Bibi Ahn dan Ga Eun sekilas. Sebaiknya ia pergi sekarang. Lagi pula, Bibi Ahn sudah cukup tenang dengan kehadiran Ga Eun.
"Sebaiknya..., Bibi istirahat dulu sejenak. Aku akan pergi mencari Eun Bi di rumah temannya." bujuk Ga Eun.
Bibi Ahn tidak merespon, tatapannya kosong. Sekali lagi Ga Eun membujuk Bibi Ahn. Untung beliau mau menuruti ucapan Ga Eun.
Ga Eun mengantar Bibi Ahn ke kamarnya yang terletak di lantai 1. Setelah melihat Bibi Ahn tenang di kasurnya. Ia kembali lagi ke ruang tamu, di tatapnya Jung Kook yang sekarang juga sedang menatapnya.
"Tolong..., tolong temukan Eun Bi." ujar Ga Eun memohon.
Ia yakin, Jung Kook pasti bisa menemukan Eun Bi. Pria ini, bisa menggunakan hartanya untuk menyewa detektif atau apapun untuk mencari keberadaan Eun Bi dan Ga Eun yakin, Jung Kook akan melakukan apapun demi bisa menemukan calon istrinya.
***
Suara dering ponsel Jung Kook yang cukup nyaring, berhasil membangunkan pria yang baru beberapa menit lalu memejamkan matanya itu akibat kelelahan.
Dengan mata yang terasa cukup berat, perlahan ia membukanya. Di tatapnya dinding langit-langit kantornya yang berhiaskan lampu putih.
Waktu yang seharusnya ia habiskan untuk menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk, malah harus tersita oleh masalah Eun Bi.
Tak ada niat darinya untuk menjawab panggil telepon yang sudah berdering cukup lama itu. Ia malas, malas jika harus kembali mendengar kabar, kalau mereka belum menemukan Eun Bi.
Tapi ia juga merasa penasaran. Mungkin saja kali ini, ia akan mendengar kabar yang berbeda dari teman polisinya, Kim Nam Joon yang ia minta tolong untuk mencari keberadaan Eun Bi beberapa jam lalu.
Beberapa detik, pria itu hanya diam memandangi ponselnya yang masih berdering di atas meja kerjanya. Lalu, ia meraih benda pipih itu, meletakkannya di samping telinga kirinya dan menunggu sampai sang penelepon menyelesaikan ucapannya.
"Apa masih belum ketemu?" tanya Jung Kook setelah Nam Joon selesai berbicara.
"Eun Bi, mematikan ponselnya jadi kami tidak bisa melacak keberadaanya dan tim-ku sudah mencari keberadaan Eun Bi di seluruh Seoul tapi kami belum bisa menemukannya." jelas pria di sebrang telepon ini.
"Tapi kau jangan khawatir, tim-ku akan menemukannya. Akan ku kabari lagi jika ada perkembangan." ucap Nam Joon mengakhiri.
Jung Kook mendesah. Ini sudah hampir dua belas jam lebih wanita itu menghilang tampak kabar dan jejak sedikitpun. Ia tidak menyangka, Eun Bi akan menghilang menjelang pernikahan mereka yang tinggal hitungan hari.
Wanita, yang telah berjanji padanya di Amerika saat pertama kali mereka mengadakan kencan, bahwa ia akan menikah dengan Jung Kook malah melanggar janjinya sendiri.
Sejujurnya, Jung Kook tidak terlalu peduli mengenai hilangnya Eun Bi. Lagi pula, Eun Bi bukan wanita yang ia cintai. Mau wanita itu hilang atau apapun ia tidak akan pernah peduli.
Tapi masalahnya sekarang, Jung Kook harus bisa menemukan Eun Bi sebelum pernikahan mereka berlangsung.
Setidaknya, Jung Kook tidak ingin mengulang penderitaan yang sama. Menghabiskan waktu untuk berkencan dan mempersiapkan pernikahan.
Sudah cukup 2 tahun lebih ia menderita karena harus berkencan dengan wanita egois seperti Eun Bi. Ia tidak mau, usahanya menjadi sia-sia.
Intinya, Jung Kook harus menemukan Eun Bi dan menikahi wanita itu. Dengan begitu, tekanan untuk menikah akan berakhir dan ia akan bisa fokus dengan pekerjaannya.
Setelah merehatkan pikirannya sejenak, Jung Kook kembali fokus membaca beberapa dokumen yang telah di siapkan Yoon Gi sebelumnya tapi, suara dering ponsel miliknya kembali berbunyi membuat fokusnya harus teralihkan.
Ia memperhatikan nama penelepon sejenak. 'Nenek'. Buru-buru diangkatnya telepon itu, sebelum wanita yang telah menginjak usia 70 tahun itu mengomel padanya.
Baru saja ia meletakan benda pipih itu di telinganya, omelan neneknya membuat pria setinggi 178 cm itu buru-buru menjauhkan ponselnya dari telinga. Takut gendang telinganya, nanti malah akan tuli tiba-tiba.
Setelah omelan neneknya dirasa mulai reda, Jung Kook mendekatkan kembali ponselnya ke telinga dan dengan hati-hati menanyakan maksud wanita yang paling ia takuti itu meneleponnya di jam selarut ini.
"Haruskah nenek punya alasan untuk menelepon cucu nenek sendiri?" tanya Nenek Oh geram.
"Bukan seperti itu nek..." jawaban Jung Kook terpotong, dengan omelan Nenek Oh yang panjang lebar.
Ia tidak habis pikir dengan cucu semata wayangnya ini. Ia bisa maklum jika Jung Kook jarang menghubunginya, tapi apa salahnya jika neneknya sendiri menghubunginya.
Nenek Oh paham betul, Jung Kook tipe pria yang hanya fokus dengan pekerjaan. Tepatnya, pria berusia 26 tahun ini terlalu gila kerja. Tapi, Jung Kook tidak bisa mengabaikan neneknya terus seperti ini.
Apa lagi sebentar lagi cucunya ini akan menikah. Bagaimana istrinya akan menghadapi sikap acuh tak acuh Jung Kook nantinya yang sangat sulit untuk pria itu ubah. Intinya Jung Kook harus mengubah perangai buruknya dari sekarang.
Jika tidak, istrinya mungkin akan kabur, dan merasa menyesal karena memilih Jung Kook sebagai teman hidupnya.
"Kau terlalu sibuk dengan pekerjaanmu, bahkan kau sampai lupa menjenguk nenek di Amerika. Kau tahu betapa kesepiannya nenek di Amerika?. Ini sudah hampir 2 bulan kau tidak menghubungi nenek dan sekarang kau malah bertanya alasan mengapa nenek menghubungimu?" tanyanya tak percaya.
Jung Kook mendesah ringan. Kepalanya sakit, lebih baik ia tidak perlu berkomentar dari pada neneknya tambah mengomel.
"Nenek ingin bertemu dengan cucu menantu nenek!, kau bahkan tidak pernah menunjukkan wajahnya pada nenek. Jadi jemput nenek di bandara Seoul dua hari lagi dan ajak cucu menantu nenek!" ucapnya mengakhiri panggilan.
Wanita tua ini, ingin segara melihat wajah cucu menantunya yang telah berhasil mengubah pendirian cucu tercintanya untuk menikah.
Jung Kook memijit pelipisnya ringan setelah perbincangan dengan Neneknya usai. Ia terbebani, hari ini terlalu banyak masalah yang ia alami dan sekarang ia bingung bagaimana cara menyelesaikannya.
Sebaiknya, ia selesaikan dulu pekerjaannya. Mengenai masalah Nenek Oh yang ingin bertemu dengan Eun Bi, itu bisa ia pikirkan belakangan.
***
Rumah, merupakan jawaban terbaik bagi Jung Kook untuk menangkan dirinya yang kelelahan secara fisik dan metal. Suasana nyaman, sepi dan tenang. Ini tempat yang ia butuhkan.
Lima belas menit yang lalu, setelah Jung Kook sampai di kediaman mewahnya, ia segera membaringkan tubuhnya di atas sofa empuk di ruang tamu. Memejamkan matanya sejenak untuk melepas kepenatan.
Di jam yang sudah sangat larut ini, Jung Kook masih saja memikirkan masalah yang sama. Hilangnya Eun Bi, masih menjadi tanda tanya besar di kepalanya.
Ia tidak tahu, apa Eun Bi sengaja menghilang seperti ini agar pernikahan mereka batal. Tapi yang jelas, Jung Kook tidak ingin membatalkan pernikahannya. Ia harus menikah dengan Eun Bi, walaupun harus di tunda sampai Eun Bi di temukan.
Setelah merasa sedikit baikan, Jung Kook berjalan menuju dapur. Membuka lemari dan mengambil sebotol wine, serta gelas di rak piring. Ia perlu menghilangkan rasa penat di pikirannya.
Di letakkan nya gelas dan botol wine di atas mini bar. Lalu, Ia mengisi gelas itu dan meneguknya perlahan. Entah kenapa, ucapan Ga Eun yang meminta tolong padanya tadi sore terasa menganggu pikiran Jung Kook.
Sembari menikmati wine di hadapannya, Jung Kook tenggelam dengan pikirannya yang terasa sangat membebani harinya.
"Yoon Gi Hyung... tolong nyalakan lampu." perintah Tae Hyung saat pria itu sudah masuk ke rumah Jung Kook tampak mengetuk pintu.
"Ne."
Rumah besar Jung Kook yang sebelumnya hanya diterangi oleh sinar rembulan yang masuk melalui jendela besar rumahnya kini, terlihat sangat terang.
Sosok Jung Kook yang masih duduk di mini bar sambil meneguk wine-nya membuat Yoon Gi, Tae Hyung dan Nam Joon terlihat kaget.
"Aku pikir, ada hantu di sana." ejek Tae Hyung bercanda.
"Benar... hantu kesepian." ucap Nam Joo ikut-ikutan mengolok Jung Kook.
Tak ada respon dari Jung Kook. Pria itu malas. Ia kembali menuang wine. Entah sudah berapa gelas wine, pria itu habiskan sendirian.
"Aku sangat lapar, kau bawa ayamnya'kan Yoon Gi hyung?" tanya Nam Joon sembari memegang perutnya yang keroncongan.
"Tentu." jawab Yoon Gi sambil meletakan kotak ayam di atas mini bar.
Jung Kook tidak terusik sama sekali dengan kehadiran ke tiga sahabatnya yang datang tidak di undang dan pulang tidak diantar seperti jelangkung ini.Baginya, ini hal biasa.
"Dimana aku harus letakan saus ini?" tanya Nam Joon bingung, sambil menunjukan bungkus saus di tangan kiri dan kanannya.
"Tentu saja di mangkuk kecil." jawab Yoon Gi tak habis pikir.
Nam Joon yang tidak bisa berfikir karena terlalu lapar, hanya bisa tersenyum malu. Ia mengambil mangkuk kecil di lemari lalu, menuangkan saus di sana.
"Aigo Hyung... kenapa kau mencampur ke dua saus itu dalam satu mangkuk?" tanya Tae Hyung kesal. (Astaga kak...)
"Oh... aku kira sausnya sama, jadi aku mencampurnya."
"Tentu saja beda... ini saus gojujang sedangkan ini saus mustard." ucap Tae Hyung menjelaskan, sambil menunjuk bungkus saus yang memiliki warna berbeda itu.
"Mian, karena terlalu lapar aku tidak bisa berfikir." jawab Nam Joo, sambil memamerkan lesung pipinya. (Maaf.)
"Aku bingung hyung... bagaimana kau bisa menjadi polisi dengan sikap cerobomu ini?" tanya Tae Hyung tak percaya.
Yoon Gi yang duduk di samping Jung Kook, hanya bisa menertawakan tingkah konyol Nam Joon dan Tae Hyung yang terlihat lucu saat sedang kesal.
"Ada apa denganmu?, kau terlihat kacau hari ini." ujar Yoon Gi sembari meneguk segelas wine.
"Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Yoon Gi cemas.
Tidak bisanya Jung Kook, terlihat diam seperti ini. Pria ini biasanya akan langsung mengomel saat mereka datang kemari dan membuat keributan seperti tadi.
Bukannya menjawab, Jung Kook yang masih menggunakan pakaian kantornya itu, terlihat meninggalkan dapur.
Lalu, ia beranjak ke ruang tamu, mengambil kunci mobil yang ada di atas meja dan pergi tampak mengatakan apapun pada ke tiga sahabatnya yang saat ini memandangnya dengan heran.
"Kau tidak ingin makan?, Ayamnya akan kami habiskan jika kau pergi." tanya Nam Joon sedikit menjerit.
"Kunci pintunya, saat kalian keluar dari rumahku." ucap Jung Kook sembari membuka kenop pintu.
"Dan jangan membuat rumahku berantakan." ingatnya tegas.
Siluet Jung Kook menghilang berbarengan dengan pintu yang tertutup. Lalu, suara mobil yang menyala menandakan kepergian pria itu dari rumahnya.
Melihat tingkah aneh Jung Kook, membuat ke tiga sahabatnya yang masih menatap pintu saling melirik satu sama lain.
***
Sudah sekitar dua puluh menit, Jung Kook melajukan mobilnya tak tentu arah di jalan raya yang sedang renggang ini. Pikirannya kacau, begitupun dengan penampilannya saat ini. Rambut acak-acakan serta pakaiannya terlihat berantakan.
Ia tidak punya siapapun untuk bisa di jadikan teman curhat, meskipun ia memiliki tiga sahabat yang telah bersama dengannya sejak ia usia 11 tahun.
Jung Kook, hanya tidak yakin jika sahabat-sahabatnya itu akan bisa menjaga rahasia. Ia yakin seribu persen, mereka akan mengolok-olok Jung Kook.
Karena di luar pekerjaan, ke tiga sahabatnya itu tidak bisa serius sama sekali. Mereka menganggap semua hal yang terjadi di luar pekerjaan hanya sebuah pemanis dalam hidup.
Mobilnya, tiba-tiba berhenti di persimpangan rumah Bibi Ahn. Saat mata coklatnya menangkap sosok wanita yang amat familiar di sana.
Ga Eun tengah duduk di perhentian halte bus dengan kepala yang tertunduk. Wanita itu, terlihat kelelahan. Sudah sekitar empat jam lebih ia berkeliling Seoul mencari keberadaan Eun Bi.
Tapi hasilnya nihil, tidak ada satupun dari teman Eun Bi yang bertemu atau melihatnya hari ini. Bahkan, tempat yang biasa Eun Bi datangi juga tidak ada.
"Dimana kau... Eun Bi." ucap Ga Eun putus asa.
Sebuah mobil terparkir tepat di hadapannya dan Jung Kook yang ada di dalam mobil itu keluar, menatap Ga Eun yang berjarak tiga meter lebih darinya dengan datar.
"Kau yakin?" tanya Jung Kook tiba-tiba.
Ga Eun menoleh, diliriknya sekilas wajah Jung Kook yang saat ini menatap lurus padanya. "Apa maksudmu?" tanyanya tak mengerti.
"Saat nanti aku menemukan Eun Bi, apa kau akan senang?, apa kau senang melihatku akhirnya akan menikah dengan Eun Bi?" ucap Jung Kook memperjelas ucapannya barusan.
"Apa kau mabuk?, bicaramu aneh."
Ga Eun berjalan meninggalakan halte Bus. Baru saja ia melangkah, pergelangan tangannya langsung di tahan oleh Jung Kook. Membuat wanita itu, berbalik menatap Jung Kook.
"Jika Eun Bi hilang dan tidak pernah kembali, bukankah itu lebih baik untuk mu? dengan begitu, kau bisa mencintaiku lagi."
Ga Eun menepis tangan Jung Kook yang masih menahan pergelangan tangannya. "Kau pasti sudah gila!" tuduh Ga Eun.
"Aku tahu kau masih mencintaiku kan? dan kau berharap agar aku menjadi pendampung hidupmu kelak, kau tidak bisa membohongiku Ga Eun semuanya terlihat jelas. Sikupmu, menunjukkan bahwa kau cemburu." ucap Jung Kook
Langkah kakinya terhenti. Ia tidak bisa memungkiri, sampai detik ini ia memang masih menyukai Jung Kook dan ia sadar, ia tidak akan pernah bisa melupakan Jung Kook, meskipun ia telah berusaha.
Tapi, ia tidak akan menusuk Eun Bi dari belakang. Ia akan berusaha untuk melupakan pria yang tidak pernah mungkin mau membuka hati untuknya.
Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri, bahwa ia akan melupakan Jung Kook. Melepaskan cinta pertamanya yang tak akan mungkin terbalaskan.
Meskipun ia sudah sangat tahu, itu bukanlah hal mudah yang bisa ia lakukan. Ia bisa saja menjadi wanita egois, merebut Jung Kook dari sisi Eun Bi.
Tapi, Ga Eun tidak ingin melakukan itu. Ia menyayangi Eun Bi, dan Ga Eun sudah menganggap Eun Bi sebagai eonni-nya sendiri.
Jadi, meskipun hatinya harus terluka, Ga Eun akan tetap melepaskan cintanya. Anggap saja cinta itu telah hilang darinya.
"Kau... sudah tidak waras, Jeon Jung Kook!" tegas Ga Eun dengan tatapan tajam.
"Jujur saja padaku, kau... masih menyukaiku, kan?" tanya Jung Kook.
Ga Eun mendesah kasar. "Tentu!, aku masih menyukaimu sampai satu detik yang lalu..., tapi detik ini... aku tidak lagi menyukaimu, aku Kim Ga Eun, tidak lagi menyukai Jeon Jung Kook." ucapnya berikrar.
"Kau pira yang sangat menyebalkan, melihat sikapmu selama dua bulan membuatku menyesal... kenapa dari dulu sampai hari ini, aku harus mengorbankan hatiku untuk pria seperti mu!" jelas Ga Eun cepat.
"Dan satu hal lagi yang perlu kau tahu." sambungnya. "tidak akan pernah ada kau lagi di hatiku... aku sudah mengunci rapat hatiku dan membuang mu jauh-jauh. Kau itu hanya cinta masa lalu ku dan sekarang tidak ada artinya." ucap Ga Eun mengakhiri, sambil memandangi Jung Kook.
Pria itu melipat kedua tangannya di dada, dan menatap Ga Eun datar. "Bagus kalau begitu..., jangan pernah bermimpi untuk menyukaiku lagi."
"Tentu saja!"
Ga Eun meninggalkan Jung Kook, yang bahkan tak bergerak seinci pun dari tempatnya berdiri sekarang. Ia hanya menatap kepergian Ga Eun yang semakin jauh menghilang dalam gelapnya malam.
"Jangan biarkan wanita itu mengusik hatimu, Jeon Jung Kook." bisik Jung Kook.
Jung Kook sendiri tidak tahu, mengapa wanita seperti Ga Eun bisa mengusik hidupnya, terutama hatinya. Ini baru 2 bulan semenjak pertemuannya kembali dengan Ga Eun.
Tapi, entah bagaimana wanita itu bisa membuatnya terus merasa tidak nyaman dan selalu membuat Jung Kook penasaran mengenai perasaan wanita itu padanya.
Meskipun begitu, sekarang Jung Kook yakin. Ga Eun, tidak lagi menyukainya, wanita itu sudah bertekad melupakan Jung Kook. Intinya, cinta Ga Eun untuk Jung Kook telah hilang.
***