Chereads / Tuan Suami, Tolong Ajari Aku Cinta! / Chapter 5 - 05. Aku Mengingnkanmu!

Chapter 5 - 05. Aku Mengingnkanmu!

"Oh? Bagaimana aku harus mengingat statusku?" Ridho entah bagaimana menggenggam sisi lain cangkir di tangan Nana,  membuat tangan mereka tumpang tindih.

Berusaha menarik tangannya,  wajah Nana mendingin merasakan genggaman lelaki dihadapannya mempererat, "Pak,  tolong ingat bahwa anda sudah menikah!" Nana menggigit setiap kata.  Sementara itu, senyum tipis di wajah Ridho seketika mendingin mendengar kalimat Nana.

"Aku tahu," Ridho menjawab acuh,  melepaskan genggaman tangannya di cangkir kopi yang membuat cangkir kopi itu jatuh ke lantai dengan suara, "Crack pyarrrr!" Yang memekakan telinga.

Sementara itu Nana melompat mundur dengan ekspresi ketakutan, "apa yang sebenarnya kamu inginkan?" Dia bertanya geram. Kali ini,  dia tidak sanggup mempertahankan ketenangannya lagi.

"Aku menginginkanmu!" Ridho menjawab ringan,  tatapannya yang tajam ia arahkan pada wajah imut namun serius wanita dihadapannya.

"Kamu gila!" Nana menjerit,  mundur ketakutan secara reflek.

Sementara itu,  bukannya marah atas apa yang dikatakan Nana,  Ridho hanya mengulas senyum iblis,  "ya,  aku gila dan kamu tahu siapa yang membuatku gila?" Lelaki itu melangkah maju sementara Nana melangkah mundur.

"Berhenti disana!" Nana memperingatkan,  suara dingin dan acuhnya membuat Ridho tertegun di tempat.

"Na...."

"Muhammad Ridho,  berhenti!" Nana bersandar di kaca jendela dengan wajah pucat.  Dia tahu perasaan lelaki itu berbeda untuknya dan dia sudah menyatakan batas yang jelas diantara mereka.  Tapi,  kenapa lelaki ini masih bersikeras bahkan sampai saat ini?  Jika bukan karena semakin sulit mencari pekerjaan di kota ini,  dia mungkin memilih pergi daripada bertahan dan menjadi Duri dimata orang lain!

Saat Nana bergelut dalam pikirannya,  Ridho yang memperhatikan setiap pergerakan wanita itu melangkah maju dan secara akurat menjebak tangannya diatas kepala.

"Apa yang kamu lakukan?" Ekspresi Nana sudah banyak tenang setelah keterkejutan sesaat.  Lagipula,  pengalamannya selama bertahun-tahun ini bukan isapan jempol belaka.

Ridho menunduk,  menatap wajah dingin Nana,  "aku sudah mengatakannya.  Aku menginginkanmu!"

"Kamu..."

"Sstt," Menempelkan jari telunjuknya dibibir Nana, mata kelam Ridho menatapnya dalam saat dia berkata: "Na,  kamu tahu aku menginginkanmu jauh sebelum aku menikah,  dan bahkan sampai sekarang perasaan itu masih sama."

"Ssst," Dia menekan jari telunjuknya di bibir Nana saat dia merasa bibir wanita itu bergerak, "aku belum selesai,  dengarkan aku dulu."

Saat ini dia menekan Nana diantara dia dan kaca jendela. Menunduk,  Ridho memaksa Nana menatapnya sebelum melanjutkan, "aku menyukaimu,  aku menginginkanmu. Tapi,  Na,  aku tahu aku dan kamu tidak lagi memiliki kemungkinan. Dan aku juga tidak berniat menjadi lelaki sampah yang tergelincir dari pernikahannya. Aku....  Aku hanya ingin melihatmu menikahi seseorang dan bahagia,  aku ingin kamu melepaskan diri dari trauma mu.  Na,  aku hanya ingin kita berteman,  sama seperti dulu sebelum kamu tahu aku suka kamu," Ridho menghela napas.

"Kamu...."

"Na,  tolong berhenti bersikap sopan padaku.  Itu menyakitiku!"

"Tapi...."

"Na,  kita cuma berteman dan kamu gak perlu merasa bersalah.  Kita cuma berteman dan kamu bisa ngelupain hal-hal yang pernah aku katakan ke kamu."

Nana menghela napas, "bisakah anda melepaskan saya terlebih dahulu? Ini menyakitkan!" Dia menggerakkan pergelangan tangannya yang ditahan Ridho di atas kepala.

Genggaman Ridho mengetahui saat dia memperingatkan, "Na, aku udah bilang jangan bersikap sopan dan jauh!"

"Ini kantor, " Nana membalas lemah,  matanya melirik keluar ruangan tanpa sadar. Meskipun dia tidak begitu perduli dengan desas desus yang beredar,  dia memang cukup terganggu dengan pandangan mereka yang seolah ia berhutang milyaran dollar pada mereka!

"Baik. Nantinya,  di luar kantor kamu gak perlu bersikap sopan lagi sama aku,  oke?"

Nana mengangguk patuh, "oke, "

Setelah mendapat jawaban yang memuaskan Ridho tidak mencoba membuat kesulitan bagi Nana lagi,  toh,  itu tidak akan berakhir baik jika dia menekannya terus-menerus,  bukan?

Karena itu setelah Ridho melepaskan cengkraman nya,  Nana buru-buru merapikan bajunya yang kusut akibat pertengkaran mereka.  Sungguh,  jika seseorang melihatnya dalam keadaan seperti ini,  dia tidak bisa menjamin apa yang terjadi di waktu berikutnya!

Setelah merapikan bajunya,  Nana menatap Ridho ragu,  "itu... Pak..."

Melihat Nana menatapnya penuh keraguan dan 'sopan santun' sebelumnya berkurang banyak membuat Ridho terkekeh pelan,  mengacak puncak kepala Nana dan menjawab, "kamu bisa tenang.  Aku baru mengganti kaca di ruangan ini dan mereka tidak bisa melihat kita." Jawaban Ridho membuat Nana menghembuskan napas lega tanpa sadar.

"Apa? Kamu sangat takut perselingkuhan kita terbongkar?"

"Siapa yang mau berselingkuh dengan lelaki sepertimu? Dan ya! Kamu tahu dengan jelas kalau aku tidak memerlukan lelaki dalam hidupku!" Nana menjawab dengan dengungan,  lalu, sebelum Ridho dapat merespon, wanita itu melangkah keluar dengan langkah ringan dan anggun.

"Nana,  Nana..." Ridho menunduk,  terkekeh.

"Kamu bisa yakin aku tidak berniat menjadi salah satu sampah yang tergelincir dan juga.... Mungkin aku bisa mempertemukanmu dengan lelaki yang bisa mengubah anggapan itu?" Dia bertanya pada dirinya sendiri,  berpikir beberapa waktu sebelum mengangguk puas ketika merasa rencananya layak untuk di jalankan.

"Bagaimanapun aku berhutang terlalu banyak padamu,  dan aku tidak bisa duduk diam melihatmu tenggelam dalam jurang itu,  Na!"

Dia membatin lalu kembali ke meja kerjanya untuk memanggil petugas kebersihan sebelum melanjutkan pekerjaan.

Sementara itu, Nana yang keluar dari kantor CEO menghadapi tatapan curiga dari rekan-rekan kerjanya.

Menghadapi hal seperti itu, Nana hanya memalingkan wajah, bertindak seolah-olah dia tidak mengetahui apa yang mereka pikirkan dan berjalan ke mejanya sendiri.

"Senior! Apa nanti kamu mau ke kantin bersamaku ?" Seorang gadis muda di meja belakang bertanya antusias.

Itu Yeri, sekretaris baru yang 'dititipkan' padanya untuk 'diajar'.

Nana berbalik, menghadapi senyum cerah dan penuh vitalitas wanita muda di hadapannya dengan senyum ramah ;mengangguk, "baik." Lalu kembali menghadapi pekerjaannya yang terbengkalai.

"Huh, beberapa orang mencoba menjilat!" Arin bergumam pelan tanpa mengalihkan fokus dari pekerjaannya.

Sementara itu, karena jarak diantara keduanya cukup dekat, Nana yang mendengar dan mengerti arti gumaman Arin menggeleng dengan senyum tipis di bibirnya.

"Hh, biarkan anjing menggonggong kafilah tetap berlalu!" Dia membalas. Bukannya apa, tapi dia sedang kesal hari ini dan membutuhkan seseorang untuk melampiaskan. Karena ada seseorang berbaring di depannya untuk di tembaki, bukankah akan menjadi tidak sopan jika dia hanya diam? Juga, dia bukan perawan Maria maupun Dewi Guanyin yang terkenal suci dan pemaaf. Jadi, kenapa dia harus rela ditembaki setiap kali tanpa membalas? Dia bukan seseorang yang bisa dengan mudah di gertak! Ah!

Nana berpikir saat dia diam-diam menertawakan dirinya sendiri yang terlalu naif dan pendendam hari ini.

"Kamu!!!" Arin yang mendengar gumaman Nana memelototinya dengan kesal, tapi.... Lagi-lagi itu diabaikan Nana!