Chereads / Tuan Suami, Tolong Ajari Aku Cinta! / Chapter 6 - 06. Sulit Mencari Pria Lajang dan Berkualitas!

Chapter 6 - 06. Sulit Mencari Pria Lajang dan Berkualitas!

"Senior,  apa kamu sudah selesai?" Yeri mengajukan pertanyaan.

Nana mendongak,  menatap wanita yang berdiri di samping meja kerjanya lalu menggangguk,  "sebentar,  tunggu aku mematikan laptop dulu!"

Yeri mengangguk.

Setelah mematikan laptop,  Nana dan Yeri berjalan menuju kantin di lantai bawah perusahaan.

"Senior,  apa aku boleh menanyakan sesuatu?" Yeri menatap Nana dengan tatapan berhati-hati. Saat ini,  mereka duduk di meja kantin Perusahaan dengan makanan masing-masing.

Nana mengangguk mendengar pertanyaan Yeri,  "apa?" Lalu menggigit gorengan di tangannya.

"Eum...  Itu...  Senior...  Kenapa senior Arin dan senior Indah membencimu?"

Nana mendongak, "kenapa kamu menganggap mereka membenciku?"

"Itu....  Mereka... Senior,  mereka selalu membicarakan hal yang tidak-tidak saat kamu tidak ada di tempat!" Yeri memejamkan mata,  menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan sebelum mengintip dari celah diantara kedua jarinya.

Nana terkekeh melihat tingkah menggemaskan wanita muda dihadapannya,  meski begitu,  jika seseorang memperhatikan dengan cermat,  seseorang bisa melihat iri dan kesepian di matanya.

—Kapan tepatnya terakhir kali dia bertingkah seperti itu? Muda dan penuh vitalitas?

Nana diam-diam mengingat bayangannya di cermin. Itu kusam dan membosankankan.

Mengingat hal itu membuat senyum di mata Nana meredup.

"Senior,  apa aku...  Apa aku bertanya kesalahan?" Yeri menatap Nana yang menunduk dengan wajah cemas,  "senior,  maaf,  aku...  Aku tidak bermaksud apa-apa.  Sumpah!" Diakhir kalimat wanita muda itu mengangkat kedua jarinya.

Nana mendongak, tawa lembut keluar dari bibirnya saat dia tanpa sadar mencondongkan tubuh ;melintasi meja bundar dihadapannya dan menggosok puncak kepala Yeri, "tidak,  kamu tidak melakukan kesalahan." Sementara Yeri tertegun,  menatap tangan di atas kepalanya dan wajah tersenyum Nana bergantian sebelum memuji,

"Senior,  senyummu sangat manis!" Puji nya dengan mata berkilauan.

Nana tertegun, "aku tersenyum?" Dia mengulang kalimat itu di dalam hatinya,  menatap kaca kantor yang memantulkan bayangannya. Meskipun tidak jelas,  dia samar-samar bisa melihat seorang wanita tersenyum di dalamnya.

Berkedip,  Nana menggalang sebelum bergerak mundur ;kembali ke tempat duduknya lalu menjawab, "kamu juga sangat imut dan...  Menggemaskan!"

Yang membuat senyum di wajah Yeri terlihat semakin cerah.

"Senior,  sebenarnya kamu terlihat lebih imut dan menggemaskan dariku!"

Nana menatap Yeri seolah bertanya be-nar-kah?

Melihat tatapan bertanya di mata Nana,  Yeri mengangguk antusias seperti ayam mematuk beras,  "benar,  benar!  Senior,  jika bukan karena penampilanmu yang dewasa dan serius,  aku mungkin menyangka kamu lebih muda dariku!"

"Benarkah?"

Yeri mengangguk,  "benar! Senior,  kamu terlihat seperti siswi SMA!"

Nana terkekeh pelan sebelum menatap Yeri dengan tatapan menggoda. "Lalu...  Apa kamu menganggap penampilanku terlalu kaku dan kuno?" Ya,  itulah penilaian yang dimiliki teman satu kantornya.

Sementara itu,  Yeri yang mendengar pertanyaan Nana menggeleng dengan panik,  "tidak,  tidak!  Aku tidak bermaksud seperti itu!" Sangkalnya.

"Oh, lalu, apa yang kamu maksud?" Pertanyaan ini tentu saja mengacu pada pendapat Yeri akan penampilannya.

Yeri menatap Nana, meneliti penampilan wanita itu sebelum membuka mulutnya ragu-ragu. "Itu... Senior..."

"Jangan takut, aku tidak menggigit!" Rodanya.

"Itu Senior, sebenarnya wajahmu terlihat sangat imut dan menggemaskan, tapi.... Cara kamu berpakaian terlalu dewasa. Itu tidak cocok dengan penampilanmu yang sebenarnya. Senior, maaf kalau itu menyinggung mu."

Nana menggeleng dengan senyum lembut. Bagaimana itu bisa menyinggungnya? Sebenarnya, dia juga menyadari bahwa berpakaian seperti ini tidak cocok dengan sosoknya, tapi... Dia enggan merubahnya karena dengan cara seperti inilah dia dapat mengingatkan dirinya sendiri untuk selalu bersikap tenang dan dewasa.

"Tidak apa-apa," Jawabnya lalu memakan makanannya, "cepat lanjutkan makananmu sebelum dingin!" Sambungnya memperingati melihat Yeri masih menatapnya ragu.

Sementara itu, Yeri yang tertegun berkedip beberapa kali sebelum mengangguk dan meneruskan makannya.

Sementara itu di ruangan CEO, Ridho menutup berkas yang telah dia tandatangani dan melirik ponselnya di atas meja.

Meraih ponsel itu, Ridho mengetuk nama di daftar kontak.

"Halo!" Sapanya setelah panggilan terhubung.

"Wa'alaikumsalam, Dho."

Ridho tertegun sejenak mendengar jawaban disisi lain telepon lalu tertawa pelan, "Hehe, maaf. Assalamualaikum," Dia mengulangi.

"Wa'alaikumsalam, ada apa, Dho?" Lelaki disisi lain telepon menjawab dengan desahan.

"Gimana? Lo jadi dateng ke pesta akhir tahun Perusahaan gue kan?"

"...."

"Eum, oke. Gak ada apa-apa, gue cuma mau mastiin harus ngirim undangan ke elo atau nggak?" Ridho menjawab dengan nada mengejek.

"...."

"Ya, siapa tahu nanti undangan gue lo buang kayak yang lainnya?"

"..."

"Oke, oke. Sorry! " Ridho menjawab.

"..."

"En," Dia mengangguk, "oke, assalamu'alaikum." Lalu menutup panggilan setelah mendapat respon dari lelaki disisi lain telepon.

Setelah menutup panggilan, Ridho bersandar ke sandaran kursi dengan mata terpejam, jari telunjuknya mengetuk-ketuk pahanya seolah berpikir, "aku harap keputusanku ini benar," Gumamnya dengan suara rendah.

"Bos, take away yang anda inginkan." Itu Chen, asisten pribadi Ridho yang sempat cuti beberapa hari lalu dan digantikan Nana.

Membuka matanya, Ridho menjawab samar, "masuk!" Disusul suara membuka pintu dan langkah kaki mendekat.

"Letakkan disana!" Dia menunjuk meja kecil di depan sofa.

Chen mengangguk, lalu dengan patuh meletakkan kotak take away.

"Bagaimana kabarnya hari ini?"

Chen tertegun sejenak mendengar pertanyaan Ridho, "oh, itu, Bos. Nona Nana saat ini sedang makan siang bersama sekretaris baru."

"Sekretaris baru? Siapa?" Dia tidak terlalu memperhatikan bawahannya, jadi, setelah berpikir beberapa detik tanpa jawaban, Ridho memilih bertanya.

"Itu Yeri, sekretaris baru lulusan dari Universitas ××× di kota B."

Ridho mengangguk, "aku mengerti!" Lalu melambaikan tangannya, menandakan Chen bisa mengundurkan diri.

Setelah Chen keluar dari ruangannya, Ridho mengerutkan kening, mengangkat ponsel dan melakukan panggilan.

"Selidiki seseorang yang bernama Yeri lulusan Universitas ××× di kota B."

"..."

"Dan ya, segera laporkan padaku sekecil apapun yang kamu temukan!" Sambungnya sebelum menutup panggilan tanpa menunggu respon.

Berdiri, Ridho berjalan ke sofa kecil di ruangannya, membuka kotak take away dengan senyum puas, "memang makanan kesukaannya!" Gumamnya lalu memakan makanan itu dengan senyum puas di wajahnya.

Di kantin di lantai bawah Perusahaan, setelah menyelesaikan makan siang mereka, ke-dua wanita itu menaiki tangga kembali ke ruangan sekretaris di lantai atas.

"Senior, apa Pak bos benar-benar sudah menikah?" Yeri mengajukan pertanyaan yang sudah diketahui dengan jelas jawabannya.

Melihat ekspresi Nana yang seolah mengatakan "ka-mu ta-hu ja-wa-ban-nya, " Bibir Yeri berkerut saat dia mengeluh, "aku tidak mengerti lelaki tampan dan mapan dijaman sekarang! Kenapa mereka buru-buru menikah?" Keluh nya yang otomatis di abaikan Nana.

"Senior! Bagaimana menurutmu?" Yeri mengajukan pertanyaan setelah diabaikan.

Sementara itu Nana menggeleng dengan senyum tipis, "mereka siap secara lahir dan batin, kenapa mereka tidak bisa menikah?" Mereka tentu saja merujuk pada lelaki tampan dan mapan.

"Ya, tapi.... Ah! Sangat sulit mencari lelaki berkualitas tinggi yang masih lajang!" Keluh nya menggaruk leher belakang.

Nana menggeleng. Harta hidup ini....