Rizki membawa Nana ke bangku taman yang berada tak jauh dari lokasi mereka. Setelah mendudukkan Nana di bangku, Rizki berjongkok di depan wanita itu, meraih pergelangan kakinya yang membuat Nana terkejut.
"Eh! A-apa yang kamu lakukan?" Nana bertanya. Jika seseorang memperhatikan lebih dekat, ia akan melihat wajah Nana yang pucat diserta keringat di dahinya. Sementara jari-jarinya menggenggam erat ujung jas yang diberikan Rizki ketika ia duduk.
Mengabaikan pertanyaan Nana, Rizki menahan pergelangan kaki Nana yang berontak. "Diam, aku akan membantumu memijat."
Lalu sebelum Nana bisa merespon, dia merasakan telapak tangan kasar memijat pergelangan kakinya.
"Senior, apa itu menyakitkan?" Yeri, yang sedari tadi menyimak pembicaraan keduanya mengajukan pertanyaan setelah melihat Nana menggigit bibir bawahnya dengan wajah pucat.
Nana menggeleng. "Sedikit."
"Tahan sebentar, ini sedikit menyakitkan!" Rizki menyela. Lalu, sebelum Nana merespon dia merasa perasaan menyengat di pergelangan kakinya.
"Akh!" Desis Nana dengan suara tertahan, karena ia masih mengigit bibir bawahnya, sementara Yeri meringis disamping.
"Itu... Apa itu baik-baik saja?"
Rizki mendongak, menatap wanita yang mengajukan pertanyaan sebelum menjawab: "En," Lalu menatap Nana dan melanjutkan. "Kamu bisa mencoba bergerak."
Nana menatap Rizki, lalu mengangguk dan mencoba menggerakkan kakinya. Bagus. Tidak sakit lagim
Menatap lelaki yang masih berjongkok di hadapannya, bibir Nana berpisah, "terimakasih, Rizki!"
Sementara Rizki mengangguk ;berdiri dari posisinya sebelum menjawab, "tidak masalah."
"...." Hening.
Ketiganya terjebak dalam situasi canggung sampai Yeri mengajukan pertanyaan. "Lelaki tampan, apa kita bisa bertukar nomor ponsel?" Yeri menatap Rizki penuh harap.
"Lelaki tampan seperti ini, jika aku melewatkan kesempatan, seberapa besar kerugiannya?" Batin Yeri sementara dia tidak menyadari wajah pucat Nana yang sedikit kemerahan.
"Sial. Bagaimana dia tidak tahu kalau Juniornya ini sedikit... Genit?" Serius. Jika dia bisa mengebor tanah seperti kelinci, dia pasti memilih untuk bersembunyi didalam tanah!
Bibir tipis Rizki membentuk garis lurus saat dia menggeleng, "maaf, tapi aku tidak bisa."
"Kenapa?" Yeri mengajukan pertanyaan. Merasa sedikit kecewa karena ditolak untuk pertama kalinya. Lagipula, sebelum ini, kapan dia pernah ditolak oleh laki-laki? Dia yang biasa menolak mereka. Oke?
"Kita tidak saling mengenal."
"Tapi aku—"
"Maaf, Tuan Rizki. Dia masih muda dan bertindak ceroboh. Tolong jangan tersinggung, " Nana buru-buru menyeka sebelum wanita muda ini mempermalukan dirinya sendiri.
Nana bisa melihat ekspresi ketat diwajah Rizki mereda mendengar penjelasannya. "Baik, bukan masalah besar."
"Senior—" Yeri hendak memprotes ketika ia merasa Nana menatapnya dengan tatapan peringatan, seolah jika dia berani berbicara, Nana tidak akan segan menendang pantatnya. Uh, dia benar-benar tidak ingin menjadi Spongbob kedua!
"Kalau begitu, saya kembali dulu. Dan maaf, jas saya?"
Nana tersentak, bangun dari posisinya dan menyerahkan jas di tangannya ke Rizki. "Terimakasih, " Ungkapnya dengan senyum tipis.
Rizki menangguk pada keduanya sebelum berjalan ke tempat parkir dimana mobilnya berada.
"Senior! Apa lelaki tadi Malaikat?" Yeri bertanya heboh setelah mobil Rizki menghilang dari pandangan.
Nana mendesah, memutar mata pada Yeri. "Kalau dia Malaikat, bagaimana kamu bisa melihatnya? Kamu paranormal? Atau IndieHome?" Lalu berjalan menuju tempat parkir disusul Yeri yang masih mengomel.
"Tapi senior, bukankah dia terlalu tampan untuk menjadi manusia? Juga wajah dan senyumnya.... Uh, seperti ubin masjid!"
Nana mendengus mendengar ungkapan kelewat lebai wanita muda itu.
"Ck, jangan menilai orang dari sampulnya."
"Aku tidak!" Yeri menyangkal dengn keras.
"Lalu, apa tadi jika bukan menilai seseorang melalui sampulnya?"
Yeri berhenti melangkah, menarik pergelangan tangan Nana untuk menghentikannya berjalan, sementara Nana berbalik dan menatapnya solah bertanya, "a-da a-pa?"
"Senior, aku benar-benar tidak menilai Rizki dari tampangnya," Dia menatap Nana penuh keyakinan.
"Oh, benarkah?"
Yeri mengangguk antusias. Lalu, seolah takut Nana tidak mempercayainya, Yeri melanjutkan: "Ya. Senior, tidakkah kamu melihat kebaikannya tadi? Senior, dia bahkan menolongmu padahal kita tidak saling kenal!"
"Seorang bajingan juga akan melakukan hak yang sama jika wanita yang mengalami kesusahan itu masih muda dan cantik!" Nana menyangkal.
"Rizki berbeda!"
"Oh, bagaimana dia berbeda? Yeri, biar aku memberimu satu nasehat, jangan terlalu melihat seseorang dari wajahnya atau sedikit kebaikannya." Karena, kamu tidak akan tahu kapan dia menjualmu dan kamu bahkan membantunya menghitung uang dengan senang hati. Seperti ibu dan Fina. Nana menyambung di dalam hati.
Sementara itu Yeri yang mendengar peringatan Nana tidak bisa tidak mendengus. "Senior! Kamu tidak bisa mensamaratakan semua laki-laki hanya karena kamu bertemu satu atau dua bajing*n!"
"Oh, satu atau dua bajing*n? Bagaimana jika aku bertemu lebih dari itu?" Nana menanggapi secara internal, sementara bibirnya memiliki senyum tipis.
"Baiklah, terserah kamu. Tapi, kamu harus tetap berhati-hati pada mereka. Baik?" Nana mengacak puncak kepala Yeri diakhir kalimatnya. Sungguh, dia sudah menganggap wanita muda ini sebagai saudaranya sendiri.
Yeri mengangguk.
Meski begitu, dia masih berpikir di dalam hatinya. Apa benar kabar burung yang beredar, bahwa seniornya membenci dan bersikap dingin pada semua lelaki kecuali Bos mereka?
"Kamu mau pulang atau tidak?"
Yeri tertegun mendengar suara Nana. Berkedip, Yeri berjalan cepat untuk menyusul Nana yang berjalan mendahuluinya.
"Senior, tunggu aku!"
----
Setelah mencapai Apartemennya, seperti biasa Nana membersihkan diri dan berganti piyama sebelum berbaring telungkup diatas ranjang untuk membaca novel.
Hm. Sebenarnya, selain membaca novel, dia juga menulis beberapa novel di platform menulis online. Kali ini, dia menulis sebuah buku yang menceritakan seorang wanita dengan trauma psikis akibat perlakuan kasar yang diterima semasa kecil.
Naya, pemeran utama wanita dalam novelnya memiliki kebencian mendalam pada laki-laki dan menghindarinya seperti serangga. Bagi Naya, setiap lelaki yang dilihatnya menyerupai ulat bulu. Itu membuatnya merasa geli dan gatal.
Sampai suatu hari, dia bertemu dengan seorang detektif yang membantunya menyembuhkan trauma yang dia derita.
Saat ini, di dalam novel yang Nana tulis, Pemeran utama wanita telah bertemu pemeran utama pria dalam sebuah insiden. Hal itu bermula ketika Naya yang bekerja sebagai aktris mengalami kecelakaan di lokasi syuting. Pistol palsu yang mereka gunakan entah bagaimana berisi peluru asli dan tentu saja setelah bidikan ditembakkan, peluru itu mengenai Naya dan membuatnya dirawat di rumah sakit selama beberapa minggu. Beruntung tembakan itu melesat, atau dia sudah mengucapkan selamat tinggal pada dunia.
Sementara itu, pemeran utama laki-laki yang baru merintis karirnya sebagai detektif, ia ditugaskan untuk menyelidiki kasus 'kecelakaan' Naya di lokasi syuting. Dan karena itulah benih-benih cinta mulai berkembang diantara keduanya.
Diakhir bagian cerita, Nana menuliskan: "Cinta datang dan pergi seperti angin. Datang tanpa permisi, menerobos pintu hati yang terkunci."
Dan untuknya sendiri sebagai si penulis? Dia tidak tahu apakah dia memiliki kesempatan untuk bertemu lelaki yang tulus mencintainya? Lelaki yang bersedia membangun negeri dongeng milik mereka sendiri?