Hari demi hari berganti, bulan demi bulan berlalu. Tanpa terasa, akhir tahun menjelang menyebabkan suasana kantor perusahaan Oridho tidak begitu tenang dengan panasnya berita perjamuan akhir tahun yang digelar Oridho Crop secara rutin.
Setelah jam kerja berakhir, seperti biasa Nana berjalan santai menuju lift Perusahaan. Bedanya, jika itu dimasa lalu ada ketenangan yang mengisi, tapi sekarang, dengan anak monyet yang senantiasa melompat dihadapannya dan berbicara tanpa henti seolah ia memiliki beribu pita suara, membuat Nana meremas kulit diantara alisnya beberapa kali.
"Kenapa kamu terus berjalan melompat seperti itu?"
Wanita muda yang melompat-lompat di depan Nana itu berbalik, menatap Nana dengan senyum cerah, "aku sangat bahagia!"
Menatap Yeri dengan alis terangkat, Nana mengajukan pertanyaan: "Apa yang membuatmu begitu bahagia sampai kamu terus melompat seperti anak monyet?" Sungguh, dia tidak bermaksud menghina wanita muda itu, tapi...
Ah! Bagaimana jika ada seseorang yang terus berjalan melompat dihadapanmu? Sudah cukup bagus jika dia tidak menyebutnya katak, bukan?
Lompatan Yeri terhenti mendengar pernyataan Nana, "Senior, apa kamu meledekku?" Tanyanya penuh kecurigaan.
Nana menggeleng, "aku tidak bermaksud itu."
"Benarkah?"
Nana menggeleng beberapa kali, "En."
"Lalu kenapa kamu menyebutku seperti anak kera, Senior?" Yeri menekankan diakhir kalimat.
Nana membeku di tempat.
Apa dia harus menjawab jujur dan menyakiti hati gadis manis ini? Tapi...
"Karena kamu terus berjalan sambil melompat-lompat. Sudah baik aku tidak menyebutmu katak, bukan?"
"Senior, apa aku pernah bilang padamu kalau aku lebih suka disebut katak daripada anak kera?"
Pertanyaan Yeri membuat Nana tertegun beberapa detik, "kenapa? Bukankah katak sedikit... Eum... Menjijikkan? Juga, bukankah bentuk anak kera secara fisik lebih menyerupai manusia dibanding katak? Lagipula, ada juga peneliti yang mengatakan manusia merapat hasil evolusi dari monyet, kan?"
"Senior, setidaknya katak memiliki potensi yang lebih besar untuk berubah menjadi putri!" Yeri menjawab dengan mata berkilauan.
"Ah?"
Menatap Nana yang berjalan dihadapannya, Yeri mempertahankan caranya berjalan mundur dan menjawab, "apa kamu tidak mengerti?" Nana menggeleng membuat Yeri menepuk dahinya, "Astaga! Senior! Kamu..."
"Awas!" Nana berseru saat dia melihat Yeri yang berjalan mundur akan menabrak seorang pelajar kaki. Saat ini, mereka berada di jalan menuju tempat parkir perusahaan.
Dan karena terkejut, Nana reflek meraih tangan Yeri, menarik wanita muda itu ke depan. Naas nya, Nana yang melupakan bahwa ia mengenakan hak setinggi 5cm terkilir dan menyebabkan keduanya jatuh ke tanah secara langsung.
"Aiyo!" Yeri menjerit dan karena dia jatuh di tubuh Nana, dia tidak mengalami cedera yang berarti sementara Nana—
"Ah!" Nana mendesis merasakan sakit di pergelangan kaki, serta sesuatu yang berat menimpanya.
Jeritan itu membuat Yeri reflek menunduk dan melihat dirinya—
"Ahh!! " Jerit nya lalu bangun dari posisinya dan membantu Nana berdiri.
Setelah membersihkan diri dari debu yang sebenarnya tidak ada, Yeri membantu Nana bersandar di salah satu mobil terdekat sebelum celingukan menatap kesana-kemari. Mendekat, Yeri berbisik: "Senior, tadi... Apa yang melihat kita jatuh?" Tanyanya dengan wajah memerah, karena—
Jatuh di tempat umum itu sakitnya tidak seberapa, tapi, rasa malu yang diakibatkan olehnya... Sungguh, itu bukan sesuatu yang bisa ditanggung wanita cantik, manis, dan imut seperti mereka!
Baik, bukan bermaksud over percaya diri atau apa, tapi... Siapa yang menjadikan mereka terlalu cantik?
Nana meneliti keadaan sekitar melalui sudut matanya. "Nggak."
"Yakin?"
Nana mengangguk. "Eum."
Naas nya, sebelum lima menit berlalu mereka mendengar suara daleman dari dalam mobil yang mereka gunakan bersandar.
"Ini....?" Yeri menatap Nana ragu sementara Nana menggeleng. Sungguh, dia juga tidak melihat ada manusia lain di mobil sebelumnya!
Ketika keduanya tengah berunding, suara bariton yang khas membuat keduanya tertegun.
"Maaf, bisa tolong menyingkir?" Suara itu terdengar serak, rendah, dan seksi seperti cello yang membuat keduanya tidak bisa tidak berpikir—
Jika suara dapat menyebabkan seseorang hamil, berapa banyak wanita hamil yang disebabkan suara lelaki ini?
Nana dan Yeri mendongak, menatap wajah tampan bak pahatan patung Dewa Yunani.
"Senior... Senior, apa kita ada di surga?" Yeri bergumam menatap lelaki dihadapan mereka yang mengulas senyum sopan.
Mendengar pertanyaan Yeri, Nana mengerjap beberapa detik sebelum menekan punggung tangan Yeri. "Apa maksudmu?" Bisiknya lalu menatap lelaki tampan dihadapan mereka mengernyit.
"Senior, apa kita bertemu Malaikat?" Nana tertegun beberapa detik sebelum menunduk merasakan wajahnya memanas.
Astaga! Apa wanita muda ini terpesona sampai bodoh okeh lelaki tampan?
Nana mendengus, mencubit punggung tangan Yeri membuat wanita muda itu melompat kaget.
"Ah! Senior! Apa kamu mau membunuhku?"
Jika membunuh itu tidak dosa dan melanggar hukum, dia pasti sudah membunuh dan mencincang wanita ini sedari tadi!
Menggeleng, Nana menarik Yeri mendekat sebelum berbisik. "Lihat ke depan!" Perintahnya membuat Yeri secara mekanik menatap ke lelaki tampan di hadapannya.
Dan saat itulah—
"Ahh! " Yeri menjerit sebelum menutup mulutnya dengan kedua tangan. Berbalik, Yeri menatap Nana dengan tatapan seolah mengatakan "se-ni-or, ban-tu a-ku!" Sementara Nana menggeleng acuh.
Dia sudah mencoba, oke?
Sementara, Yeri menggeleng dengan senyum canggung seolah mengatakan "ti-dak?" Yang dianggap gelengan.
"Hehe, Hai... Tampan!" Yeri tertawa canggung, mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan diri. "Aku Yeri, sekretaris paling cantik dan manis di Perusahaan ini!"
Sementara lelaki itu menatap tangan Yeri yang terulur. "Maaf," Ungkapnya menyatukan kedua tangan di depan dada. "Saya Rizki."
Yeri tertawa canggung sementara Nana tertegun ditempat. Lelaki ini... Apa dia menghindari bersentuhan dengan lawan jenis? Tapi, abad berapa ini masih memiliki lelaki seperti itu?
"Eum, apa kalian bisa tolong menyingkir dari depan mobil?" Lelaki bernama Rizki itu mengulang pertanyaan.
Nana mengangguk. "Oke dan maaf, kami menghalangi mobil anda!" Lalu menarik tangan Yeri sebelum menyadari—
"Akh!" Nana merintih merasa kakinya yang keseleo semakin parah.
Rintihan rendah Nana membuat Rizki menatapnya, "Nona, apa kamu baik-baik saja?" Tanyanya melihat wajah Nana yang pucat disertai keringat di dahinya.
Mendengar pertanyaan Rizki, Nana mendongak ;menggeleng, "gak papa."
"Kamu yakin?"
Nana mengangguk, lalu melambaikan tangan dan berjalan menjauh beberapa langkah sebelun—
"Akh! " Nana menjerit merasakan pergelangan kakinya kesakitan. Sial! high heels memang kutukan yang disukai dan dibenci wanita!
Nana mengumpat di dalam hatinya.
"Nona, apa kakimu sakit? Caramu berjalan terlihat sedikit aneh." Rizki entah bagaimana berdiri menghalangi jalan keduanya.
Mendongak, Nana menatap wajah tampan yang berdiri beberapa langkah dihadapnya, "bukan apa-apa. Hanya keseleo!" Juga, Bos! Kita baru bertemu dan kita tidak akrab!
Rizki menatap Nana penuh keraguan, "Nona, maaf atas kelancangan saya!" Beritahu Rizki sebelum membawa Nana dalam gendongan putri, membuat wanita itu memekik, "Kamu!—"