BRAK!
''BRENGSEK!!'' Dengan sangat bengis, Rika menggebrak meja dengan kepalan tangannya. Tapi sialannya ia meringis juga akhirnya. Ini meja terbuat dari apa, sih? Sakit sekali. ''Menjadikanku maid hanya untuk teman ranjang, mengancamku dengan Ibu sebagai alasan, lalu mengatasnamakan surat bodoh yang mengatakan akan menuntutku ratusan juta yen?!''
''No-Nona Rika.'' Butler tadi nampak menatap horor Rika yang sudah berdiri dengan aura hitam sangat kentara. Bagaimana bisa majikannya tertarik dengan jenis gadis macam begini?!
''Majikan sialan itu benar-benar bedebah! Kenapa dia tidak mati saja, sih?!'' gerutu Rika. Beruntung sekali Ken tak ada ditempat, bukan? Kau bisa puas berteriak dan memaki, meski pelayan lain di sana akan langsung syok melihatmu.
Atau hanya ada satu Butler saja?
Usai itu, Rika duduk karena lelah marah-marah. Ia makan dengan lahap bagai orang tak makan tiga hari. Sesudah selesai, Rika akan membereskan semuanya namun pria tua yang selalu setia pada Ken mengatakan akan membereskan semuanya.
Dan karena Rika bisa mengakrabkan diri dengan sang Butler yang belum ia ketahui namanya, maka jangan heran ia malah curhat sekalian.
''Aku benar-benar membencinya, Paman. Benci sampai aku tak bisa mengukurnya sama sekali.''
Butler tersebut hanya menghela nafas berat. Selain berumur, ia memang sudah matang soal pemikiran. Beliau cukup tahu bagaimana Ken. Tapi pikiran Tuan-nya masih terlalu belum matang. Kalau kata orang, masih setengah matang.
Kalau telur setengah matang sih enak dilahap. Tapi jika bocah setengah matang, itu justru hanya bisa memberikan emosi jiwa saja!
Dan itu bisa menyakiti perasaan orang lain. Bahkan meski itu hati gadis yang dia sukai.
Lalu Rika sendiri? Ia tersiksa harus tinggal bersama dengan orang yang dibencinya. Rasanya kala mulut berkata sopan, ia ingin mencucinya sampai bersih. Kala tangannya menyentuh beberapa bagian tubuh Ken, Rika ingin membasuhnya seolah-olah ada kuman menempel di sana.
Baginya, Ken itu... bajingan yang menjijikkan.
Tapi Rika tak bisa kabur. Selain Ibu... Butler rumah itu juga akan dapat masalah.
.
.
.
Di sekolah, Ken masih menampilkan aura terang bagai ibu peri. Semua teman ditraktir makan siang. Bahkan para murid perempuan pun dibelikan parfum ketika ada yang berjualan parfum di kelas. Semuanya kecipratan aura bahagia Ken.
"Ken-sama! Kenapa bisa seriang ini?" tanya salah satu siswi yang biasa menempel pada Ken.
Ken menoleh ke gadis yang berlabel—errr—entah, Ken sudah lupa nama gadis itu meski kadang si gadis menjadi budak seksnya selama di sekolah jika ia sedang suntuk.
"Karena aku berhasil mengambil keperawanan maid-ku yang baru. Dan aku sangat sangat menyukainya!" tutur Ken amat jujur.
Gadis itu pun melongo. Dan harem (selir) Ken yang lainnya menghampiri sekaligus menanyakan pada siswi tadi. Setelah mereka mengetahuinya, mereka langsung lesu.
"Ken-sama, ingin bersantai denganku?" tawar salah satu harem Ken. Bersantai di sini hanyalah kode untuk ajakan bermain seks. Ken paham itu, karena dia yang menciptakan kode-kode pada para haremnya.
Ken menoleh pada gadis tersebut. "Aku sudah bosan denganmu. Rika-chan lebih baik darimu."
Gadis tadi syok dan melongo berat sambil menatap punggung Ken yang menjauh. Seminggu si Raja Kecil itu tidak muncul, tiba-tiba ia memecat semua haremnya?!
Di kelas, kerjaan Ken hanya melamun. Namun tak ada guru yang berani menegurnya karena takut akan pengaruh keluarga Ken yang berlatar belakang Yakuza terkenal.
Ken kembali membayangkan oppai Rika yang ranum dan selalu nikmat ketika disantap mulutnya. Apalagi jika saat ia menghentak vagina Rika, kedua oppai itu berayun sangat erotis dan cantik.
Ia juga membayangkan raut wajah Rika ketika merintih di bawah kuasanya, lalu orgasme begitu menakjubkan.
Waow, rasanya Ken baru kali ini melihat ekspresi orgasme paling amazing seumur-umur dia menyetubuhi puluhan wanita. Atau mungkin ratusan? Entah, Ken lupa menghitung.
Dan yang paling utama, dia membayangkan vagina pink cerah Rika yang kesat menjepit penisnya, memijat hingga penis Ken berdenyut-denyut nikmat. Bahkan, mutiara mungil di atas vagina itu sangat sensitif pada sentuhan lidah nakal Ken.
"Aahh... apakah jam pulang masih lama?!"
.
.
.
Jujur, Rika berharap jika Ken tak pernah pulang ke rumah. Sekalian saja mati di jalan karena kecelakaan—atau apapun itu.
Nyatanya, saat suara pria itu terdengar, raut Rika berubah masam. Ia tak suka suara riang mengudara dari seorang Kenkichi seolah pria itu tengah bahagia di atas penderitaannya.
Saat Ken tiba, Rika tak menyambutnya sama sekali. Hanya ada Butler yang tadi ke depan dan membukakan pintu. Rika sendiri hanya pura-pura asyik mengelap benda-benda antik sekitar rumah, meski semuanya memang sudah ia lap beberapa jam lalu.
Tadi Rika menghubungi Ibunya lagi. Tahu apa kata Ibunya?
"Rika, Ibu dapat uang terimakasih lagi. Sangat besar. Ibu akan gunakan untuk berobat. Sampaikan terimakasih Ibu pada majikanmu, ya."
S-sialan! Ken sudah membelinya dengan luar biasa. Keperawanannya dibeli? Haha. Mati saja sana! Rika bersumpah tak akan sudi dijamah pria itu lagi!
Dan kala Ken mendekatinya hanya untuk memberi kecupan, Rika langsung mendorong tubuh besar Ken dan menyeka bibirnya kasar. Itu sebuah bentuk penolakan.
''Ken-sama, saya mendapat kabar jika Ibu saya menerima uang lagi,'' ucapnya. ''Apa itu harga keperawanan saya yang Anda beli?'' Dua tangan Rika terkepal menahan emosi. Ia benci diperlakukan semacam ini.
Ibunya... telah menikmati hasil yang... arghhhh! Rika bahkan tak mau membayangkannya sama sekali. ''Kenapa Anda lakukan itu?'' tanyanya yang akhirnya terisak saking tak kuat menahan amarahnya.
Kalau memukul, Rika bisa dituntut atas perbuatan kasar pada majikan. ''Saya bukan budak belian Anda. Saya cuma maid yang kerjanya mengurus rumah, bukan teman ranjang. Hiks... Saya benci Anda, Ken-sama!''
Saat mengatakan hal itu, Rika melangkah mundur seolah-olah ingin menjauhi Ken. ''Saya benci orang macam Anda yang mengatasanamakan uang demi membeli apapun. Ini sumpah saya untuk Anda, Ken-sama. Silahkan lakukan apapun sepuas hati, tapi satu hal pasti... suatu saat—entah kapan—semua harta ini akan lenyap dan Anda akan rasakan bagaimana rasanya ditindas.''
Rika tak main-main soal itu. Ia menatap Ken berkilat tajam dengan tetesan air mata yang belum berhenti. Ia berlalu kemudian ke kamarnya sendiri dengan sumpah dimana suatu saat itu pasti akan terjadi.
Ken melongo. Baru saja ia datang dari sekolah dimana dia dari pagi hingga sore selalu memikirkan Rika... kini justru ia mendapatkan kata-kata penolakan dan juga kebencian?
Dan itu dari orang yang dia puja-puja!
Darah Ken menggelegak. Marah, kecewa, sedih, kalut dan... kelam.
Melempar tas sembarangan, ia jalan tergesa-gesa penuh amarah mendatangi kamar Rika. Gadis itu tengah duduk memeluk guling sambil terisak.
Mata Ken menggelap. "Beraninya kau bilang benci padaku?! Dan menyumpahiku, heh?!" Ken setengah berteriak menghampiri Rika. "Kau harus tau apa akibatnya jika berani berbuat itu padaku!" Ken mencekal kepala pink itu dan memaksakan bibirnya melumat bilah kenyal Rika.