Wajar bila seorang anak merindukan Ibunya. Apalagi Rika sudah lama tak bertemu sang Ibu. Bekerja di rumah Ken itu seperti penjara. Hanya dengan mengobrol lewat telpon saja bisa ia lakukan.
Ken itu... pria jahat, bukan? Bahkan Rika dilarang keluar hanya karena alasan takut pria lain juga mengincarnya. Atau mungkin Rika tertarik dengan orang lain?
Entah berapa hari Rika bekerja di rumah Ken dan tak ada perubahan sama sekali dari segi perilaku majikannya. Tetap sok berkuasa. Arogan. Seenaknya. Mengatas-namakan uang di atas segalanya.
Ia ingin diam-diam pergi, tapi bakal dikira kabur dan mereka akan dituntut ratusan juta yen. Jika minta izin, sama saja dirinya akan kembali juga. Padahal Rika ingin sekali terus bersama sang Ibu.
Tak ada kepastian dari Ken. Apapun itu. Rika tetap menganggap dirinya semacam budak belian, atau apapun sebutannya untuk itu. Ken tetaplah Ken seperti mereka baru pertama bertemu. Brengsek. Bajingan. Mesum. Apa-apa selalu saja uang.
Well, meski Ken memberinya uang beratus-ratus juta yen, kemewahan, atau bahkan istana sekalipun... Rika tetap tak akan merubah fakta jika ia tidak suka majikannya. Pria itu terlalu egois.
Rika tidak suka pria egois.
Pria tua yang menjadi Butler Ken adalah teman curhat Rika. Beliau memang sangat dewasa pemikirannya.
Biasanya Rika selalu mendapatkan nasihat dari sang Butler. Hanya dengan itulah ia bisa tersenyum layaknya seperti sebelum bertemu Ken.
Sayangnya kala dengan Ken, Rika bahkan tak pernah tersenyum sebahagia itu. Kenkichi hanyalah sumber deritanya. You know?
''Saya mau pulang,'' ucap Rika suatu hari kepada Ken langsung. Tatapan yang Rika tujuan tanpa emosi sama sekali. Bahkan tak ada gairahnya.
Ken yang masih mengerjakan tugas sekolah pun terpaksa mendongak ketika Rika datang. Matanya berkilat menatap Rika. "Tidak boleh."
Lalu ia pun melanjutkan pekerjaannya. Namun, ternyata Rika masih bersikukuh diam di tempat. Mungkin ingin mengatakan sesuatu hal namun tak berani?
Tuan muda pun meletakkan bolpennya. Memandang Rika yang memakai seragam sesuai titah Ken, sweater laknat yang hari ini dipakai berwarna hitam. Kontras dengan rambut Rika, bahkan kontras dengan kulit putih mulus si Pinky.
Gairah Ken menggelegak. Sudah berapa hari ia tak menyentuh Rika? Rasanya sudah seabad yang lalu. Dan Ken mulai lapar juga haus.
Ia pun menyingkirkan buku dan segala yang ada di mejanya. Lalu ia tarik Rika dan memposisikan Rika terhimpit antara meja dan Ken.
"Aku merindukanmu, Rika-chan..." Satu tangan Ken menahan punggung Rika, sedangkan tangan lainnya menyusup ke sweater dan lekas menemukan payudara telanjang Rika, kemudian meremasnya.
Tangan Ken di punggung Rika pun naik ke tengkuk si Pinky dan menahan kepala Rika saat Ken melumat bibir yang seakan menolaknya.
Tak apa, Ken tetap maju pantang mundur, kok! Lihat saja bagaimana Ken rakus melumat bibir itu sampai bunyi decapannya terdengar nyata. "Sllrrpphh! Slllrrthh! Errrllpph!"
Sementara tangan Ken di payudara Rika sudah memilin puting, menariknya sesekali lalu kembali meremas gemas.
Tuan muda sedang terserang heat.
Seharusnya Rika tak usah saja minta izin kalau nyatanya tak akan pernah diizinkan. Justru ia malah membuat diri dalam bahaya—lagi.
Ken sialan ini malah kembali menyentuh beberapa bagian tubuhnya lagi. Rika menggeliat menolak, namun Ken lebih kuat. Dua tangan nona muda tersebut berusaha mendorong tubuh sang majikan namun sayangnya nihil pada hasil.
''Mmppfhh! Hmmppphh!!'' Rika berusaha gelengkan kepala namun tekanan tangan Ken pada tengkuknya guna mempertahankan lumatan itu begitu kuat. Belum lagi tangan lain main remas oppai montok-nya.
Tadashi Rika trauma berkat kejadian pemerkosaan Ken waktu itu. 'Henti-kan!' Ia hanya bisa membatin seraya menjambak rambut Ken, berharap cumbuan itu lepas. Sedang tangan lain menyingkirkan tangan majikannya pada bagian oppai.
Rika tak ingin dijamah lagi. Rasa sakit waktu itu seolah masih berbekas. Penis sialan yang memasuki dirinya, bergerak hardcore tanpa jeda secara kasar masih bisa ia ingat. Rasanya ngilu saat memori itu kembali terpintas dalam pikiran.
Kaki Rika berusaha menendang, namun bukannya melakukan tendangan justru berontakan itu malah berakibat pada gesekan paha pada penis Ken yang masih terbungkus celana. Sial sekali nasibnya.
"Haa... Rika-chan nakal ne..." goda Ken ketika selangkangannya malah digesek paha Rika. "Aku tau kau sebenarnya suka, sayank. Ayo aku buat kau menjerit keenakan lagi seperti yang sudah-sudah."
Ken mengangkat tubuh Rika lalu merebahkan di atas meja. Dalam hitungan detik, Ken sudah menarik lepas tali celana bikini Rika sehingga kembali mata laparnya bisa melihat kewanitaan Rika yang 'chubby' .
"Kirei na (cantiknya), sayank. Dan ini hanya milikku saja," ucap Ken sembari membuka dua lutut Rika sehingga sekarang tampak jelas klitoris dan vagina merah muda kesukaannya terpampang di depan mata.
"Cantik. Cantik sekali, sweetie... membuatku kecanduan. Ini adalah narkobaku. Narkoba istimewaku... slrrlrlrlrlhhh... mmrrllrlrlrlrlhh..."
Ken segera saja menyosor dan sibuk menyesap-sesap klitoris Rika. Bahkan ia menghisap kuat-kuat benda mungil malang yang langsung membengkak tersebut.
"Kau mesum, sayank. Lihat... rasanya aku sudah mencium bau lendirmu. Dasar Rika-chan mesum ne... fufufuu..."
Kembali, mulut rakus Ken menguasai area sensitif tersebut dengan dua tangan tetap menahan lutut Rika agar terus membuka.
Bahkan lidah Ken dikerucutkan agar bisa menggelitik lobang vagina meski hanya mampu mencapai permukaan saja.
"Slllrlrlrllrpphh! Errrlrlrlrlpphh! Ermmgghh... mmrrlrlrlrllrpphh!"
Dua tangan Rika terpaksa berpegangan pada sisi meja. Ia remas bagian tersebut sebagai bentuk pelampiasan antara nikmat dan pemberontakan.
Rika tak suka kondisi ini. Ia benci kala harus lemah tak berdaya saat Ken mulai menjamah bagian intim tubuhnya. ''Yamette... nnahh... ngghh... yamet—taahh~'' Yang bisa Rika lakukan hanya memohon agar Ken berhenti—meski kalaupun benar berhenti Rika takut akan konsekuensinya—sembari geliatkan tubuh.
Hal lumrah tatkala bagian sensitif dijamah dengan intens. Terlebih kini respon Rika sangatlah erotis.
Selain desahan, pinggulnya bergerak gelisah. Sesekali punggungnya harus membusur, kemudian menghentak pelan pada permukaan keras meja.
Sesapan kuat pada klitorisnya yang membengkak tentu saja tak ayal membuat Rika mau tak mau mengakui betapa lihainya seorang Kenkichi. Terlebih, lidah nakal sialannya juga ikut andil dalam hal bagian memanjakan vagina Rika.
''Ken-sama... mghh... mhanghh~'' Nampaknya, Rika tak kuasa untuk sekedar bungkam. Mulutnya terbuka, mengudarakan sebuah desah dan racauan tak jelas. ''M-Mou (sudah, cukup)... aaahhh...''
Nampak akibatnya jika Rika bakal orgasme tak butuh wktu cukup lama. Apalagi, rangsangan Ken sejak tadi sudah membuat vagina-chan basah total.
Ken mendongak. Wajahnya menyiratkan kepuasan atas reaksi dari Rika, submissive-nya. Dengan sikap pasrah Rika, sudah tentu takkan ada pemberontakan lagi saat ini, kan?
Maka Ken melepaskan pegangannya pada lutut kanan Rika dan tangan itu mengelus-elus kewanitaan Rika yang basah. "Enak, kan sayank? Mau kutambah lagi?"
THRUST!