"Aduh! Barang apaan yang dibagi menjadi tiga?" celetuk bandit lainnya.
"Barang kalian lah! Barang siapa lagi?!" teriak Qiran.
"Tapi Nona, kita gak punya barang yang bisa dibagi tiga. Betulkan teman-teman?" ucap salah seorang diantara mereka.
"Pantesan! Lihat saja diri kalian yang seperti ini. Udah tua, jelek, gak ada yang urus lagi," ledek Qiran sambil teriak-teriak.
"Apa kau bilang? Hey Nona, jelek-jelek begini juga kita udah laku. Ga kaya kamu, cantik-cantik tapi belum kawin," balas bandit tua itu.
"Aku curiga deh Bos, jangan-jangan dia perempuan jadi-jadian! Ayo kita periksa saja," ucap salah satu para bandit itu.
"Apa? Sembarangan dia kalau ngomong! Imut -imut begini dibilang perempuan jadi-jadian!" ucap Qiran dalam hatinya.
"Ide bagus! Ayo kita periksa," ucap bandit tua itu sembari menghampiri Qiran.
"Hey! Aku bilang jangan mendekat!" teriak Qiran.
Dan teriakan Qiran terdengar oleh Aron. Ia pun pamit kepada.temannya untuk bergegas menuju ke luar bangunan itu. Dan ternyata apa yang terlihat oleh Aron, Qiran sedang di kepung oleh para bandit tua itu.
"Qiran!" teriak Aron srmbari menghampiri mereka.
Semua para bandit tua itu menoleh ke arah Aron. Dan mereka terlihat ketakutan lalu melangkah mundur. Mereka tidak tahu kalau Qiran adalah pacarnya Aron.
"Aron!" ucap salah satu bandit tua itu.
"Berani-beraninya kalian menggoda wanitaku?" ucap Aron dengan suara lantang.
Semua para bandit tua itu tertunduk malu hanya karena bentakan Aron. Sebagian mereka takut terhadap sosok Aron. Karena, Aron lah yang selama ini membiayai kehidupan mereka. Qiran pun langsung menghampiri Aron dan memeluknya.
"Aku takut, aku ingin pulang!" pekik Qiran.
"Iya Sayang, kita akan pulang," ucap Aron sembari menenangkan Qiran.
"Maaf Ron. Kami hanya bercanda," ucap salah satu para bandit itu.
"Lain kali lihat-lihat donk. Jangan asal nyamber aja," tambah Aron geram.
"Iya-iya maaf," ucap para bandit itu.
Akhirnya para bandit tua itu bubar. Mereka kapok tidak lagi-lagi menggoda Qiran jika bertemu lagi dilain waktu. Dan Qiran yang masih memeluk Aron segera langsung menuju ke mobil yang dipapah oleh Aron.
"Lain kali, kalau aku bilang diam, ya diam! Nurut coba," ucap Aron geram.
Sementara, Qiran hanya diam membisu. Ia kesal dan marah semuanya campur aduk menjadi satu. Tapi suatu keberuntungan telah di dapati oleh gadis itu, ia tidak jadi di sentuh oleh para bandit tua itu.
Mereka berdua pun langsung menuju pulang. Di sepanjang perjalanan, mereka berdua tidak saling berbicara. Aron fokus menyetir. Dan Qiran masih marah dengan situasi yang membuatnya kesal.
*****
Waktu sudah semakin sore, sementara Qiran belum juga datang. Dan Pak Marco malah asyik mengajak Alby ke sebuah tempat, dimana tempat itu adalah tempat favoritnya Pak Marco dan almarhum istrinya. Yaitu tempat pemancingan yang sudah tersedia di di belakang rumah Qiran.
Tempat itu sangat sejuk dan indah. Desain tempat duduknya sungguh mewah, apalagi air di dalam kolam itu sangat jernih. Sehingga ikan-ikan yang sudah ada di kolam itu terlihat jelas.
Pak Marco hobi sekali menghias taman atau pun kolam yang ada di rumahnya. Ia menyuruh arsitek langganannya untuk menghias apapun yang ada di rumahnya termasuk luar ruangan. Rumah Pak Marco sangat luas dan megah, jadi tidak heran jika di dalamnya seperti istana dalam dongeng.
"Wah, ini tempat sangat indah sekali Pak, aku baru kali ini melihat trmpat pemancingan yang megah seperti ini. Ini sih gak usah dipancing Pak, tinggal diambil saja pakai ember, he-he," ucap Alby senang.
"Ini atas kemauan almarhum istri saya. Dia ingin jika aku bikin kolam, kolamnya mesti yang airnya jernih. Biar nanti kalau kepancing kan ketauan, ikan mana yang bodoh gitu," celetuk Pak Marco sambil mengelus-elus joran yang akan digunakannya.
"Hah? Ikan bodoh Pak? He he," ucap Alby tertawa lepas.
"Ya ikan yang bodoh, mau-maunya dipancing manusia. He he gak lah bercanda. Intinya almarhum istriku tidak mau melihat kolam ikan yang airnya keruh. Kalau aku mancing di sungai ataupun di kolam yang airnya keruh, Dia gak mau makan ikan itu, katanya gak bisa nelan," ujar Pak Marco.
"Oh gitu, almarhum orangnya begitu apik ya Pak? Suka kebersihan, macam saya," ucap Alby sembari duduk didekat Pak Marco.
"Yah begitulah, andai saja dia masih bersamaku, aku pasti akan sangat bahagia. Lah kenapa mengingat-ingat masa lalu sih. Jadinya aku rindu padanya," ujar Pak Marco sembari mengelus dahi lebarnya.
"Kalau masa lalu, biar lah berlalu, Pak. Yang penting kenangannya tetap dihati," ujar Alby menyemangati Pak Marco.
"Iya betul, seratus buat kamu! Mending kita mancing aja. Nih kamu pake joran yang ini," ucap Pak Marco sembari menyodorkan joran yang bagus buat Alby.
"Siap Pak."
Alby pun menuruti keinginan Pak Marco. Ia senang melihat Pak Marco begitu antusias mengajak dirinya memancing. Karena biar bagaimanapun juga, Alby mahir dalam memancing ikan. Dulu setiap libur sekolah, ia sering diajak oleh almarhum ayahnya untuk memancing ikan ke danau ataupun sungai yang jauh dari keramaian kota. Jadi sudah terbiasa ia memancing dengan sangat mudah.
"Hore! Dapat," ujar Alby kegirangan.
"Loh, kok kamu udah dapat, padahal baru mancing, sedangkan aku dari tadi gak dapat-dapat. Apa aku kurang ganteng gitu? Sehingga ikan-ikan pada menjauh dari joranku," ucap Pak Marco kesal.
Alby hanya tertawa kecil mendengar ocehan Pak Marco. Ia langsung memancing untuk kedua kalinya, Dan tentu saja ia mendapati ikan lagi. Sementara, Pak Marco belum dapat satu ikan pun. Padahal, kolam itu penuh dengan ikan, akan tetapi tidak satu ekor pun yang dapat dari jorannya Pak Marco.
Tidak terasa waktu terus bergulir. Dan hari sudah semakin sore. Sementara, Alby masih asyik memancing dengan Pak Marco. Ia lupa jika dirinya sudah berjanji nanti sore, untuk membelikan es cream buat anak-anak yang sering bermain di taman persimpangan jalan. Sementara, anak-anak itu sudah menunggunya sedari tadi.
Ketika mobil Aron melewati taman persimpangan itu, tiba-tiba, Qiran melihat anak-anak sedang duduk-duduk dibangku taman yang sudah tersedia. Ia meminta Aron untuk memberhentikan mobilnya di persimpangan itu, ia berniat ingin menemui para anak kecil yang sudah ia kenali semuanya.
"Sayang, aku turun disini saja," ujar Qiran sembari melirik-lirik ke arah anak-anak itu.
"Loh, kenapa disini?" tanya Aron heran. Ia pun memberhentikan mobilnya ditepi jalan.
"Aku mau menemui anak-anak itu dulu," ucap Qiran.
"Anak-anak? Siapa mereka?" tanya Aron penasaran.
"Mereka sering bermain bersamaku, jadi aku mau turun disini saja. Lagian rumahku sudah dekat, tinggal jalan kaki saja. Makasih ya udah nganterin aku pulang," ucap Qiran tersenyum manis.
"Okey deh! Hati-hati ya," ucap Aron.
"Kamu juga," ucap Qiran sembari turun dari mobilnya.
"Sungguh kekanak-kanakan," gumam Aron sembari menancapkan gas mobilnya.
Aron pun telah berlalu dari pandangan Qiran. Sementara dari kejauhan segerombolan anak menghampiri Qiran yang sedang berdiri di tepi jalan. Mereka berteriak memanggil Qiran dengan gembira. Dan hal itu pun disambut oleh Qiran dengan senang.
"Kakak," teriak para segerombolan anak-anak.
"Kakak, ternyata yang ada di dalam mobil itu kakak, tapi kok Kak Alby langsung pergi? Kan dia sudah berjanji mau belikan kita es cream," ujar Devan sembari menunjuk ke arah mobil Aron yang sudah jauh sekali.
"Sayang, yang tadi di dalam mobil itu, bukan Kak Alby. Tapi teman Kakak yang lain," ujar Qiran meyakinkan mereka.
"Oh, terus Kak Albynya kemana?" kata Khansa.
"Oia, dia kan sedang bersama Daddy," kata Qiran dalam hatinya.
"Gini saja deh, sepertinya Kak Alby sedang ada kepentingan mendadak. Gimana kalau Kakak yang neraktir kalian makan es cream? Nanti selanjutnya giliran Kak Alby yang neraktir kita makan es cream! Gimana? Mau tidak?" tanya Qiran.
"Boleh yang penting kita dapat es cream he he," ucap Khansa sembari tertawa kecil.
"Oke deh. Jom kita berangkat!" ajak Qiran dengan sangat antusias.
Ia langsung mengajak anak-anak itu ke sebuah toko yang tidak jauh dari area taman persimpangan. Mereka pun bersorak gembira, karena akan ditraktir makan es cream lagi. Begitu juga Qiran, ia sangat senang melihat tingkah laku mereka yang begitu polos dan lucu.
Setelah beberapa menit kemudian, Qiran pamit untuk pulang karena hari sudah semakin sore. Mereka yang masih melahap es cream, hanya bisa menganggukan kepala. Dan Qiran pun tidak lupa untuk menyuruhnya pulang sebelum senja tiba.
\*\*\*\*\*
Sesampainya di rumah...
Qiran sudah sampai di depan rumahnya, Pak satpam yang membukakan pintu gerbang rumahnya, merasa keheranan. Karena tidak biasanya ia pulang tanpa memakai kendaraan. Dan biasanya, jikalau Qiran pulang naik taxi, pasti kedengaran suara mobil yang berhenti di depan rumah itu.
"Nona, pulang sama siapa?" tanya Pak Yana yang selalu setia menjadi satpamnya di rumah Qiran.
"Sama teman Pak. Daddy sudah ada di rumahkan?" ucap Qiran.
"Iya Non, ada Dek Alby juga di sana," ucap Pak satpam.
"Oh, oke Pak Makasih ya," ujar Qiran sembari menuju ke dalam rumahnya.
"Sama-sama Non."
Qiran sudah berada di dalam rumahnya. Ketika itu, asisten rumah tangganya langsung memberitahukan keberadaan Alby dan ayahnya, yang sedang berada di tempat pemancingan. Lalu Qirang langsung menuju ke tempat itu, dan ternyata benar, ia mendapati Alby dan ayahnya yang sedang tengah gembira layaknya seperti menantu dan mertua yang sudah lama akrab.
"Kenapa hatiku berdegup kencang ketika melihat situasi seperti ini?" ucap Qiran dalam hatinya.
*
*
*
BERSAMBUNG ....