Hari sudah semakin sore, dan sebentar lagi beranjak malam. Begitu juga dengan anak-anak, mereka sudah pulang sedari tadi. Tapi tidak untuk Qiran dan Alby, mereka malah asyik mengobrol sampai lupa waktunya pulang. Keakraban mereka semakin terlihat setelah mereka bermain dengan anak-anak kecil tadi. Namun, ada yang membuat Qiran tercengang dengan perkataannya Alby, yang tiba-tiba saja meminta maaf.
"Aku minta maaf," ucap Alby singkat.
"Untuk apa?" kata Qiran kaget.
"Semuanya!"
Langsung saja gadis itu berkata, kalau meminta maaf itu tidak segampang yang Alby pikirkan. Karena memang Qiran bukan tipe orang yang mudah memaafkan.
"Hah, tapi sayangnya aku bukan tipe orang yang mudah memaafkan!" kata Qiran dengan jutek.
Alby pun mengkernyitkan dahinya. Ia seolah tidak menyangka atas jawaban Qiran yang membuat hati Alby menjadi kian kesal.
"Loh, kenapa? Bukankah kamu salah juga? Kamu bahkan mengejek motor kesayanganku jelek!" ucap Alby sambil mendekapkan tangannya didada.
"Lagian, seharusnya kamu yang meminta maaf duluan sama aku," tambah Alby menyunggingkan bibirnya.
"Apa? Ke-kenapa bisa begitu! Yang Benar saja! Aku tidak berbuat salah pun. Kenapa aku yang harus meminta maaf?" tegas Qiran sembari menyunggingkan bibirnya.
Tapi kan kamu ..."
Belum juga Alby selesai bicara, tiba-tiba saja Qiran langsung menyelangnya. "Pokoknya aku tidak bersalah! Titik!"
"Ya-ya kamu maha benar, dasar wanita!" dengus Alby kesal. Ia pun beranjak berdiri dan menghampiri motor vespanya.
"Yey, memang aku ini wanita, kata siapa laki-laki!" bentak Qiran sambil menyunggingkan bibirnya.
"Sana pulang! Jangan sampai Genderewo menculik kamu," tutur Alby sembari menancapkan gas motornya.
"Hey, jangan ngomong sembarangan yah! Cumii woyy! Yaelah, dia malah pergi. Asem banget tuh orang, mana mau magrib juga," gerutu Qiran.
"Tumben-tumbennya dia bilang aku-kamu, biasanya lo-gue. Manusia aneh!" kata Qiran sembari melajukan sepedanya.
Namun ketika diperjalanan, tiba-tiba Qiran brtemu lagi dengan Alby. Terlihat, ia sedang mendorong motor kesayangannya yang sedang mogok.
"Ha ha ha. Katanya motor keren, ko didorong?" sindir Qiran sambil menggoes sepedanya dengan pelan.
"Kamu diam aja deh! Aku males debat, mana gak ada kendaraan lewat lagi," tutur Alby kesal.
"Kan sudah aku bilang, ini tuh daerah kekuasaan aku. Jadi ..."
Tanpa Qiran sadari, ada sebuah batu yang mengakibatkan sepedanya menabrak batu itu. otomatis ia pun langsung terjatuh dari sepedanya karena hilang keseimbangan.
Gubrakk
"Aduhh!" ucap Qiran kesakitan.
Ia terjatuh dan lututnya sedikit lecet dan berdarah.
Sementara, Alby yang melihat hal itu langsung menyimpan motornya dan segera menghampiri Qiran.
"Waduh, kamu tidak apa-apakan? Kamu sih tidak hati-hati, pakai sepeda saja bisa terjatuh," ucap Alby sembari fokus melihat luka di lutut Qiran.
"Nih batunya aja yang kurang ajar, dijalan ko bisa ada batu sih. Sialan!" geram Qiran sambil meringis kesakitan.
"Emang dasarnya kudu jatuh, ya jatuh aja. Gak usah nyalahin apapun," gerutu Alby.
"Aha! Bisa jadi kamu ini, kena azab dari Tuhan, makanya baik-baiklah padaku, jadi cewek jangan judes!" canda Alby menyunggingkan bibirnya.
"Ah, sudah diam! Niat bantu apa tidak nih?" ucap Qiran kesal.
"Iya-iya. Dasar wanita, hidupnya emang ribet ye, sini naik kepunggungku," ucap Alby sembari membalikkan badannya, agar Qiran bisa digendongnya.
Qiran yang mendengar hal itu, menjadi tampak bingung. Seakan tidak percaya bahwa, sikap Alby semakin membuat dirinya luluh. Namun, rasa gengsinya masih melekat dihatinya.
"Ke-kenapa aku harus naik kepunggungmu?" ucap Qiran malu.
"Lututmu berdarah. Aku akan mengantarkan kamu pulang. Kalau sudah di rumah kan langsung bisa diatasi. Ayo, cepatlah naik! Masa iya mau disini sampe malam. Nanti lututmu keburu infeksi bagaimana?" tutur Alby.
Mendengar perkataan itu, Qiran pun semakin terenyuh hatinya. Ia langsung naik kebelakang punggung Alby walaupun masih dalam keadaan ragu. Karena, saat itu ia masih sangat canggung ketika berhadapan dekat dengan wajah Alby. Ia tidak bisa berkutik lagi, hanya senyuman manis saja yang ia lontarkan dibibir manisnya.
Mereka pun langsung meninggalkan tempat itu. Dimana, antara dua hati saling mengetuk satu sama lainnya. Bahkan, mereka tidak memperdulikan kendaraannya masing-masing.
Sepanjang perjalanan, mereka tidak mengeluarkan kata-kata sedikitpun. Hanya diam membisu, malah yang terdengar suara jangkrik disepanjang rumput jalanan. Setelah rumah Qiran terlihat dari jauh, akhirnya mereka bisa melontarkan perkataan, meskipun rasa canggung masih menyelimuti nya.
"Ehem, i-itu rumahku," ucap Qiran sambil menunjuk kearah rumahnya.
Tanpa basa-basi lagi, Alby pun langsung mengantarkan sampai kedepan rumahnya.
Lalu, ia menurunkan Qiran dengan sangat hati-hati. Qiran juga tidak lupa untuk menekan tombol bel rumahnya. Tidak lama kemudian, satpam yang ada di rumah Qiran langsung membukakan pintu gerbang rumah.
"E-eh, Non Qiran kenapa?" Satpam itu langsung terperanjat kaget, melihat anak majikannya digendong, bahkan berjalan jinjit seolah terlihat kesakitan.
"Jatuh dari sepeda Pak," ucap Alby singkat.
Sementara, Qiran hanya bisa tertunduk malu. Sambil di tuntun oleh Alby, ia langsung masuk ke dalam rumah.
"Oalah Non. Kenapa bisa terjadi? Oia, Adik ini siapa? Soalnya, saya baru melihat sekarang ini," tanya Pak Satpam.
"Aku Alby, Pak. Teman Qiran, tadi dia gak sengaja menyenggol batu," ucap Alby sambil menatap Qiran.
Dan Qiran pun langsung membalas tatapan Alby. Mereka saling bertatapan satu sama lainnya. Sementara Pak Satpam yang melihat hal itu, merasa tidak nyaman. Karena tatapan mereka membuat orang yang melihatnya menjadi malu sendiri.
"Ehem, be-bentar ya Non. Saya kembali bertugas dulu."
Seketika tatapan mereka terhenti. Dan mereka pun akhirnya tersadar dengan apa yang terjadi barusan. Sementara Pak Satpam langsung meninggalkan mereka berdua, sambil berkata, "Sepertinya, mereka saling menyukai. Ah, dasar anak muda zaman sekarang, selalu menampakkan kemesraan nya, bikin orang yang melihatnya jadi iri,"
Tidak lama kemudian, ART di rumahnya Qiran datang membukakan pintu rumahnya.
Mereka berdua langsung masuk dan segera mengobati luka yang ada di lutut Qiran.
Setelah selesai mengatasi luka Qiran, Alby pun langsung berpamitan untuk segera pulang. Karena hari sudah malam, dan Qiran juga tidak lupa memgucapkan rasa berterima kasihnya kepada Alby, yang sudah mau membantunya sampai dianterin ke rumahnya.
Sebelum pulang, Alby mengajak Pak Satpam untuk mengambil sepedanya Qiran, yang ditinggalkan di sisi jalan.
Namun, setelah kembali ke tempat dimana ia menyimpan sepeda Qiran dan motor vesvanya itu, ternyata kedua kendaraan itu sudah tidak ada di tempatnya. Hilang entah kemana.
"Loh, Pak! Ko motor saya tidak ada? Sepeda Qiran juga!" ucap Alby kebingungan.
"Loh, Adek nyimpannya dimana? Yakin nyimpan motor dan sepeda nya disini?"
"Yakin Pak. Yakin banget, masa motor mogok dicuri juga," ucap Alby kesal.
"Aduh gimana donk! Itu sepeda kesayangan Non Qiran. Bagaimana saya harus menjelaskannya nanti!"
"Ya mau gimana lagi, motor Aku juga hilang. Tidak bisa pulang lagi," tutur Alby pasrah.
"Yaudah, Adek kembali ke rumahnya Non Qiran dulu. Biar nanti saya antarkan Adek pulang,"
"Okelah. Makasih Pak."
Alby pun setuju dengan usulan Pak Satpam. Karena ia bingung harus kemana lagi. Secara jalan itu jarang dilalui oleh kendaraan. Apalagi hari sudah menampakan gelapnya.
🍭🍭🍭🍭🍭
Sementara di tempat lain...
Sepasang dua insan yang sedang dimabuk cinta. Terlihat begitu bahagia, seolah mereka kembali muda.
"Bang, makasih ya, sudah mengajak aku makan malam di tempat mewah seperti ini. Dan aku sangat bahagia banget bisa bertemu Abang lagi, " ucap Bu Melin sumringah.
"Iya, sama-sama. Aku juga senang bisa bertemu dengan kamu lagi, apa mungkin ini yang dinamakan jodoh?" canda Pak Marco.
"Entahlah Bang, mungkin iya he he." ucap Bu Melin malu-malu.
Setelah beberapa jam mereka habiskan untuk bersama, akhirnya mereka berniat untuk segera pulang.
Pak Marco pun langsung mengantarkan Bu Melin pulang ke rumahnya.
****
Sementara di tempatnya Qiran...
"Non," teriak Pak Satpam dari luar rumah.
"Ngapain teriak-teriak Pak? Gak bakalan kedengaran donk. Rumah segede gini gak bakalan dia dengar teriakan Bapak. Mending Bapak masuk ke dalam rumah, atau ditelepon aja gitu," gerutu Alby.
"Ditelepon aja deh, males masuk ke rumahnya. Ehh tapi pulsanya limit, Dek!"
"Haiss, malu-maluin dunia persilatan aja deh. Sini minta nomernya biar Aku yang telepon."
Setelah mendapat nomornya dari Pak Satpam, Alby pun langsung menelepon Qiran Namun, Qiran tak kunjung mengangkatnya. Karena itu adalah nomor asing. Ia tidak pernah menerima nomor yang belum ia kenal.
"Ya ampun. Susah amat ditelepon juga. Lagi apa sih dia," ucap Alby kesal.
"Yah, terpaksa aku mesti masuk ke dalam rumah Deh,"
Namun, tiba-tiba dari atas balkon ada yang memanggil Alby. Dan hal itu, mengagetkan Alby.
"Alby!" ucap Qiran sambil menatap Alby dari atas balkon.
Alby pun kaget dibuatnya. Dan langsung melirik ke atas dimana Qiran sedang berdiri menatap dirinya.
Mereka saling manatap kembali, dan saling mencuri-curi pandang lagi.
Disaat mereka saling menatap mesra, tiba-tiba Pak Satpam membuyarkan suasana yang romantis itu.
"Dek, telepon lagi aja,"
Seketika Alby pun kaget dan merasa malu, tapi untungnya Pak Satpam tidak melihatnya.
"Ooh, i-iya Pak," ucap Alby gugup.
Alby pun kembali menelepon Qiran. Dan Qiran pun menyadari, jika nomor asing itu adalah miliknya Alby.
"Oh, jadi ini nomor kamu," ucap Qiran lembut.
"Hem, aku mau bilang kalau ..."
Tiba-tiba terdengar bunyi klakson mobil yang meminta untuk dibukakan pintu gerbang rumah itu. Pak Satpam pun langsung berlari untuk membukakan pintu gerbang itu. Setelah mobil itu masuk, tak disangka, ternyata mobil yang masuk itu adalah mobil ayahnya Qiran.
Sontak saja mereka berdua kaget dan bingung entah harus bagaimana menghadapi ayahnya Qiran, secara Alby sudah berada di depan matanya Pak Marco.
"Hah, Daddy pulang!" ucap Qiran kaget.
*
*
*
BERSAMBUNG...