Chereads / SINCERE LOVE / Chapter 22 - Jangan Ganggu (21+)

Chapter 22 - Jangan Ganggu (21+)

"Kita mau kemana?" tanya Marthalia kepada Aron yang masih fokus menyetir.

"Nanti juga kamu akan tau, Sayang," jawab Aron dengan santainya.

"Sepertinya ini jalan menuju ke mansion ayah kamu deh," ucap Marthalia sembari melirik-lirik ke arah jendela mobil.

"Nah, itu tau," kata Aron menyeringai.

"Ihh, dasar! Katanya mau belikan aku sesuatu, kenapa dibawa kesitu," ujar Marthalia sembari cemberut.

"Tentu saja! Aku pasti akan membelikan aoa yang kamu mau, asal ... "

Tiba-tiba Aron berhenti berbicara, dan itu membuat Marthalia penasaran.

"Asal apa?" kata Marthalia mengkernyitkan alisnya.

Aron pun tersenyum manis, dan senyumannya itu mengandung penuh arti. Namun Martahlia tetap tidak peka atas dibalik senyumannya itu. Tidak lama kemudian, mobil mercedez itu berhenti tepat di depan mansion yang cukup besar. Lalu satpam yang ada di dalam mansion itu langsung keluar, dan membukakan pintu gerbang dengan gesit. Setelah itu, mobil yang dikendarai Aron langsung masuk ke dalam mansion itu.

"Apa ayahmu ada di dalam?" tanya Marthalia ragu.

"Tidak ada!" jawab Aron singkat.

"Jadi ...?"

"Jadi ... ayo kita masuk ke dalam," ucap Aron menyeringai.

Marthalia pun menuruti apa yang Aron katakan. Mereka berdua langsung turun dari mobil dan segera memasuki mansion itu.

"Selamat datang, Sayang," ucap Aron dengan mesra.

Marthalia hanya tersenyum manis. Ia masih terpesona dengan segala yang ada di dalam mansion itu. Bahkan ia sudah pernah mengunjunginya pada waktu ulang tahunnya Aron, semua barang-barangnya begitu mewah, dan hal ini membuat Marthalia terkagum-kagum dan semakin betah dibuatnya. Dalam benaknya, wanita itu ingin secepatnya memiliki Aron seutuhnya. Agar dirinya menjadi nyonya besar di mansion itu. Tanpa pedulikan perasaan Qiran, yang sudah jelas dirinya tau, jika Qiran adalah pacarnya Aron.

Mansion yang sekarang di tempati Aron adalah milik ayahnya yang bernama Pak Aris. Ia seorang pemilik hotel di kota Kuala lumpur-Malaysia. Pak Aris memiliki hubungan baik dengan Pak Marco, ayahnya Qiran. Namun, anak-anaknya belum mengetahui dengan kedekatannya ayah mereka.

Mansion itu jarang ditempati oleh keluarga Aron. Karena mereka sama-sama sibuk dan kalaupun libur, mereka hanya bisa beristirahat di tempat yang seperti biasa mereka tinggal. Mansion ini hanya sekedar rumah cadangan bagi mereka. Meski begitu, di dalamnya ada dua orang asisten rumah tangga, satu orang tukang kebun, dan satu orang satpam yang selalu menjaga mansion itu setiap harinya.

"Mansionmu besar sekali, Sayang. Sepertinya aku akan betah tinggal disini," ujar Marthalia.

Marthalia begitu senang ketika melihat-lihat seisi barang mewah milik Aron. Tak hanya itu, ia bahkan sedikit menggoda Aron dengan mendekatkan tubuhnya dan mengelus-elus dada Aron, serta mengecup bibirnya. Tujuannya hanya satu, yaitu supaya Aron lebih senang bersama dirinya dibandingkan dengan Qiran.

"Apa kau sedang menggodaku?" bisik Aron ke arah telinga Marthalia dengan begitu mesra.

"Menurutmu? Bukankah kamu mengajakku ke tempat ini ada maunya?" ujar Marthalia dengan meraba dadanya Aron.

"Ternyata kamu peka juga," kata Aron menyeringai.

"Tentu saja, aku tau yang kamu mau, lagi pula aku bukan gadis bodoh yang kamu kira," bisik Marthalia dengan sedikit demi sedikit membuka kancing kemejanya Aron.

"Kau begitu menggoda, Sayang," ujar Aron dengan membelai wajah Marthalia serta melahap bibirnya yang seksi. Dan Marthalia pun tidak tinggal diam, ia membalas ciuman Aron dengan begitu gairah. Kemeja yang dikenakan Aron ia lepaskan dengan cepat, Marthalia langsung insiatif membuka ritsleting celana Aron hingga terlepas semuanya.

Kini Aron sudah tanpa sehelai benang pun yang menempel. Dengan begitu liarnya, Marthalia langsung melahap adik kecilnya Aron. Hal ini membuat gairah Aron semakin memuncak. Tanpa berpikir panjang lagi, Aron langsung mengangkat tubuh gadis itu ke tepi ranjang. Semua pakaian yang dikenakan Marthalia langsung di lepas paksa oleh Aron.

"Sungguh tubuh yang sangat indah," ucap Aron setelah melihat Marthalia sudah tidak berpakaian sama sekali.

Marthalia tersenyum manis, ia merangkul pundak Aron dengan lembut lalu ia berkata, "Kau miliku, Aron,"

Aron hanya tertawa kecil, tanpa basa-basi lagi, ia langsung mendorong lagi gadis itu ke atas kasur. Kini ia leluasa untuk menjamah ke seluruh tubuh yang mulus itu. Dengan kecupan dari leher hingga ke sebuah gunung kembarnya, ia lahap tanpa tersisa.

Gadis itu merintih kegelian, ia meremas kepala Aron dengan sekuat tenaga, apalagi ketika Aron akan mendekati area sensitifnya, gadis itu semakin merintih keenakan dan erangan-erangan yang terlepas dari mulut gadis itu semakin menggoda serta remasannya semakin kuat pada Aron.

"Sayang, pelan-pelan, aku sudah tidak tahan," rintih Marthalia.

"Aku juga Sayang, hasratku sudah bergejolak," bisik Aron.

Ketika sedang enak-enaknya di atas ranjang, tiba-tiba HP Aron berbunyi. Dan hal itu membuat mereka berdua kaget. Setelah dilihat oleh Aron, ternyata yang menelepon adalah Qiran. Marthalia yang mengetahui hal itu, langsung merampas HP Aron, dan menyimpannya di atas meja.

"Kamu sedang bersamaku, jadi tidak boleh ada seorangpun yang mengganggu kita," kata Marthalia menatap tajam mata Aron.

"Okey, Sayang,"

Aron pun memulai aksinya lagi, kini adik kecilnya akan ia masukan ke lubang surgawinya gadis itu. Dengan perlahan-lahan ia masukan hingga terlahap semua adik kecilnya Aron. Dan gadis itu pun mengerang dengan keras. Kini Aron memaju mundurkan aksinya, dengan sangat lincah dan bergairah. Erangan-erangan pun tidak ia hiraukan. malah semakin meronta-ronta. Keringat dalam tubuh mereka semakin menyatu. Dan kecupan hangat dari bibirnya semakin liar.

Dua jam lamanya, mereka bergumul diatas kasur, kini tenaga terakhir sang pria itu mulai menyemburkan cairan hangat yang akan masuk ke dalam rahim wanita itu. Aron pun tumbang dalam pelukan Marthalia. Rasa lelah dan puas terlihat dari wajah Aron. Begitu juga Martahlia, ia sangat bahagia karena bisa memuaskan Aron.

****

Sementara di rumah Amel ...

"Gimana, Ran? Apa Aron mengangkat teleponnya?" tanya Amel.

Qiran hanya menggelengkan kepalanya. Ia berkata dengan singkat, "Tidak!"

"Hem, HPnya aktif, masa tidak diangkat-angkat. Padahal kamu meneleponnya sampai tujuh kali," ucap Amel geram.

"Sudahlah, biarkan saja, mungkin dia sedang sibuk. Aku mau bersenang-senang dengan kamu saja," tutur Qiran dengan rasa tidak semangat.

"Ya sudah kalau begitu, tapi kamu baik-baik saja kan? Percuma kita happy-happy kalau pikiran kamu nya tertuju pada Aron terus. Aku sih kurang begitu suka sama si Aron kamu bisa-bisanya mencintai pria seperti dia," celetuk Amel.

"Memangnya kenapa dengan Aron?" Dia pria baik-baik kok," puji Qiran. Karena selama ini Aron terlihat sempurna dimata Qiran.

"Masa? Tapi aku tidak suka aja," kata Amel menyunggingkan bibirnya.

"Amel, yang namanya cinta, itu tidak pandang apapun, kalau cinta ya cinta saja, mengalir dengan sendirinya dan  dalam percintaan, tidak ada syarat dari kedua belah pihak," ucap Qiran menyunggingkan bibirnya.

"Iya-iya, maaf. Habisnya gereget deh sama kalian berdua," tutur Amel.

"Gereget kenapa?" tanya Qiran keheranan.

"Ya ampun, bicara apa aku ini," batin Amel.

"Ma-maksudnya, gereget kalau kalian jarang ketemu tapi masih tetap saling percaya. Kan di zaman sekarang susah nyari yang jujur he he," sindir Amel dengan gugup.

"Oh, kalau itu sih memang komitmen kami berdua, meski jarang ketemu, yang penting saling percaya," tutur Qiran polos.

"Oh, gitu ya," ucap Amel singkat.

"Hampir saja keceplosan," kata Amel dalam hatinya. Karena ia tahu, jika Aron bukan lah lelaki yang setia untuk Qiran. Namun, ia sungkan untuk menceritakannya kepada Qiran, karena ia tidak ingin sahabatnya bersedih.

"Ngomong-ngomong, si Caca ko di tungguin gak nampak-nampak, kemana dia?" tanya Qiran penasaran.

"Oia aku lupa, dia bilang mau bertemu dengan seseorang. Jadi bakalan datang terlambat kesininya," ucap Amel sembari menuangkan minuman hangat ke dalam gelas.

"Seseorang? Siapa?" tanya Qiran yang semakin penasaran.

"Entahlah, Alby kali," celetuk Amel.

"A-apa?" ucap Qiran tercengang.

*

*

*

bersambung ....