Aldy, Maureen, Jean, Marsel dan Zico duduk di bangku kantin.
Mereka berlima duduk di sana setelah Zico mengusir sekelompok murid kelas dua yang sepertinya sedang menunggu pesanan mereka.
Tentu saja, kombinasi tiga orang laki-laki dan dua orang perempuan itu menjadi perhatian utama di kantin. Aldy adalah orang yang paling ditakuti sekaligus dipuja di sekolah. Marsel dan Zico dikenal sebagai teman dekat Aldy dan juga dua orang yang sangat berpengaruh di geng sekolah. Ditambah Maureen dan Jean, dua orang primadona kelas satu.
"Gue denger Aldy ngamuk di kelas lo tadi?" tanya Zico pada Maureen.
Marsel dan Zico sudah mengenal Maureen.
Maureen tak berkomentar. Aldy juga terlihat tak ingin menjawabnya.
Malah Jean yang angkat bicara. "Ada yang ngehina aku sama Maureen pelacur."
Zico dan Marsel membulatkan mata mereka berdua sebesar-besarnya. Mereka berdua saling beradu pandang.
Zico kembali menatap Jean sebagai satu-satunya orang yang menjawab pertanyaannya. "Terus gimana, udah mati belom tuh orang?"
"Engga kok, tapi emang babak belur gara-gara Kak Aldy."
Maureen sedikit terkejut mendengar Jean memanggil Aldy dengan sebutan 'Kak'.
"Ajaib." tukas Zico. "Gue ga nyangka, orang yang ngehina Maureen masih belum dikirim ke akherat sama Aldy."
Marsel mengangguk setuju dengan pernyataan Zico.
"Ngomomg-ngomong, lo temennya Maureen?" terus Zico yang sedari tadi penasaran dengan sosok perempuan yang memakai seragam khas masa orientasi yang sama dengan Maureen.
Jean menyodorkan satu tangannya. "Namaku Jean. Jeanice Ainsley. Aku sahabatnya Maureen dari SMP."
Zico menyambut uluran tangan Jean dengan semangat. "Gue Zico Kahandi, kelas dua IPS empat, panggil aja Zico. Kalo mau panggil 'sayang' juga boleh."
Plakkk ...
Marsel meninju belakang kepala Zico yang membuatnya mengaduh kesakitan. "Caper banget lo bujank!"
Marsel pun memasang tampang sok-coolnya dan meraih lengan Jean. "Gue Marsel Sebastian Wiguna, temen sekelasnya Aldy, lelaki paling pengertian di dunia, calon menantu idaman mertua ... "
Duakkk ...
Gantian Zico yang menggeplak kepala Marsel.
"Apaan si lo, kampret!" keluh Marsel.
"Lo yang apa-apaan! Ngatain gue caper, lo sendiri lebih parah!" balas Zico.
Mereka berdua saling memandang dengan ekspresi penuh permusuhan, seakan sudah siap untuk baku hantam kapan saja.
Namun tingkah mereka berdua membuat Jean tak kuasa menahan tawanya.
Marsel dan Zico menoleh ke arah Jean yang sedang tertawa. Dalam benak mereka, Jean terlihat lebih manis saat sedang tertawa seperti itu. Kedua pipi Marsel dan Zico memerah dibuat Jean.
"Hahahaha ... Kalian lucu banget. Salam kenal ya, kakak-kakak sekalian." Jean menundukkan kepalanya dengan sopan, namun tetap terlihat sangat anggun. "Semoga kita bisa lebih deket kedepannya."
Kata-kata manis dari Jean berhasil membuat Marsel dan Zico bungkam.
Aldy sama sekali tak peduli dengan mereka.
"Mau pesen apa?" tanya Aldy pada Maureen yang duduk di sebelahnya.
Maureen menoleh. "Kak Aldy maunya apa?"
"Malah balik nanya."
"Aku ikut Kak Aldy aja."
Aldy berpikir sejenak. "Mau makan nasi?"
Maureen menggeleng pelan.
"Kalo gitu burger aja. Minumnya apa?"
"Ikut Kak Aldy aja."
"Es teh?" tanya Aldy yang mendapatkan anggukan dari Maureen. Aldy pun tersenyum sambil mengelus lembut puncak kepala Maureen. "Yaudah gue pesenin dulu."
Aldy pun beranjak dari kursinya dan pergi ke tempat memesan.
Zico melihat Jean yang terdiam karena sikap Aldy yang kelewat manis pada Maureen.
"Gausah heran. Dari dulu si Aldy emang pengidap sis-con akut. Jadi udah biasa dia begitu sama Maureen."
Jean menoleh ke arah Zico dan hanya menyunggingkan senyuman.
Maureen pun menoleh ke arah Jean. "Aku lupa nanya kamu mau apa. Mau kubilangin ke Kak Aldy biar sekalian dipesenin?"
"Pesenin gue burger juga dong." potong Zico.
"Gue sekalian." Marsel ikut-ikutan.
Jean menoleh dan tersenyum pada Zico dan Marsel. "Kalo gitu, semuanya burger ya? Aku aja yang pesenin."
Jean beranjak dan berjalan menyusul Aldy.
Kini tinggal Maureen, Zico dan Marsel yang tersisa selain dua kursi yang kosong di meja mereka.
"Reen, Jean sahabat lo kan?"
Maureen menoleh pada Zico yang tiba-tiba menanyakan tentang Jean.
"Iya, kenapa?"
"Dia udah punya pacar belom?"
Maureen menggeleng menanggapi pertanyaan Zico. "Gak tau, aku juga baru ketemu dia. Udah udah dua tahun gak ketemu. Kenapa emangnya?"
"Comblangin gue dong sama Jean." pinta Zico terang-terangan yang membuat Marsel terkejut.
"Eh kutil onta, sadar diri! Mending gue yang sama Jean. Iya gak, Reen?" tanya Marsel pada Maureen.
"Lo orang tua diem aja udah. Tampang lo tuh mirip sama oli samping."
"Bangsat lo yee."
Maureen terkekeh dengan tingkah Zico dan Marsel. "Kalo kalian berdua penasaran, coba aja deketin Jean sendiri."
Zico dan Marsel terdiam.
Bukan karena jawaban dari Maureen, namun karena melihat Maureen tertawa. Hal itu terlalu manis untuk dilihat. Maureen memang sangat cantik, namun mereka juga masih sayang dengan nyawa masing-masing, mengingat bagaimana Aldy sangat menyayangi Maureen.
Mereka berdua tak ingin melewati garis yang tak seharusnya dilewati oleh siapapun itu.
***
"Bu, burger kejunya dua, es teh dua." ucap Aldy saat akhirnya ia berada di antrean terdepan.
Namun seorang perempuan tiba-tiba muncul di sebelahnya. "Tambah tiga lagi, es tehnya juga." ucap Jean sambil memberikan kartu ATM miliknya. Si ibu kantin menerima kartu Jean, menggeseknya di mesin kecil di atas meja kasir dan memberikannya pada Jean untuk ia menekan pin ATMnya.
Kantin di SMAS Caius Ballad memang melayani sistem pembayaran via kartu ATM. Keren kan?
Aldy menoleh dan mendapat senyuman manis dari Jean.
Jean mengambil nomer meja yang diberikan oleh ibu kantin. "Balik ke meja yuk Kak."
Kak?
Jean memang lebih muda darinya, ditambah dia adik kelas dan juga sahabatnya Maureen. Namun Aldy merasa mereka belum sedekat ini.
Tapi Aldy memang tak bisa bersikap dingin kepada Jean, karena menurut Aldy, mungkin Jean memang sahabat yang berharga bagi Maureen.
Namun di sisi lain, Aldy tak ingin kejadian tentang dirinya dengan kakak dari Edwin di villa saat mereka liburan terulang kembali. Ia tak ingin Maureen salah paham lagi dengannya.
Aldy mengikuti Jean kembali ke meja.
Duakkk ...
Seseorang tak sengaja menabrak Jean, membuat Jean terhuyung namun Aldy secara refleks menangkap tubuh Jean yang terhuyung.
"Eh, so-sorry. Gue ga sengaja."
Jean mengadah mendapati Aldy menatapnya balik. Dada Jean kembali berdebar kencang.
Aldy menatap tanpa ekspresi pada orang yang menabrak Jean, membuat orang itu pergi tanpa berkata apa-apa. Tentu saja, orang itu ketakutan ditatap oleh Aldy seperti itu.
Jean yang juga baru sadar dari lamunannya berusaha mengendalikan dirinya sendiri. "Makasih."
Aldy tak menjawabnya dan berjalan lebih dulu meninggalkan Jean kembali ke meja di mana Maureen, Zico dan Marsel berada.
Jean menggelengkan kepalanya.
Tidak.
Dia tak boleh menunjukkan perasaannya terlalu cepat. Hal itu hanya akan membuat Aldy tak nyaman. Aldy pasti berbeda dengan kebanyakan lelaki yang berusaha mendekatinya. Karena itu, ia tak boleh terlihat seperti perempuan yang 'mudah'.
Ini pertama kalinya Jean merasa bersyukur telah merubah sikapnya yang kelewat tomboy di masa lalu, menjadi Jean yang terlihat lumayan feminim sekarang.
Gadis itupun melanjutkan langkahnya bergabung dengan Maureen dan yang lainnya.
Pesanan mereka pun tiba.
Aldy membersihkan sisa keju yang ada di sudut bibir Maureen dengan ibu jarinya, menyodorkan air minum saat Maureen tersedak dan menepuk lembut punggung Maureen saat meneguknya.
Hal-hal manis terus diperlihatkan oleh Aldy saat memperlakukan Maureen. Dan semua itu tak bisa lepas dari mata Jean.
Di saat orang lain berpikir bahwa Aldy memang menganggap Maureen seperti wanita yang dicintainya, Jean menganggap bahwa Aldy memang lelaki yang penuh dengan kasih sayang kepada adiknya.
Di satu sisi, Jean merasa iri pada Maureen yang dapat diperlakukan semanis itu oleh seorang Aldy. Namun di sisi lain, sikap manis Aldy pada Maureen membuat Jean merasa menyukai Aldy lebih dalam lagi.
Jean tak bisa membohongi perasaannya sendiri.
Gadis itu memang sudah sangat jatuh hati pada Aldy.