Jean merekomendasikan tempat makan bernama Hakuna Matata yang terletak di daerah Cijantung, Jakarta Timur. Kebetulan tempatnya tak terlalu jauh dari SMAS Caius Ballad.
Maureen dan Jean pergi ke tempat itu dengan mobil Toyota Prius berwarna putih yang dikemudikan oleh Jean. Zico dan Marsel masing-masing membawa motor Kawasaki Ninja 300 berwarna hiau muda dan juga Honda CBR250RR berwarna hitam.
Sedangkan Aldy masih tetap dengan Ducati Streetfighter 848 berwarna hitam favoritnya, lengkap dengan modifikasi karbon pada rangka mesin, engine hasil bore-up dengan suara kenalpot yang diperhalus.
Satu mobil dan tiga motor, pilihan transportasi yang cukup boros.
Tadinya Aldy ingin ikut di mobil Jean. Namun jika memikirkan dirinya harus kembali lagi ke sekolah untuk mengambil motor nantinya, akan menjadi lebih merepotkan.
Saat di tempat yang ingin dituju, Aldy heran mengapa Jean merekomendasikan tempat makan dengan area parkir yang kurang memadai seperti ini sementara ia sendiri sedang membawa mobil.
Dan tempat parkir juga hampir penuh, hanya tersisa tempat yang sangat pas untuk tiga motor besar yang Aldy, Marsel dan Zico bawa.
Jean dan Maureen harus berjalan kaki sedikit dari tempat mereka memarkir mobil.
"Jauh markirnya?" tanya Aldy pada Jean.
Jean terdiam sejenak. Kalau tidak salah, ini pertama kalinya Aldy berbicara kepadanya. Sebelumnya, saat Aldy berbicara kepadanya hanya pada saat mereka bertemu untuk pertama kalinya. Lalu saat mereka mengantre di kasir kantin sekolah saat jam istirahat.
Jean masih ingat Aldy hanya mengatakan dua kata kepadanya. Kata pertama adalah "Aldy" saat mereka berkenalan setelah Aldy menghajar habis-habisan senior bernama Arman yang mengatakan hal tidak senonoh kepada Maureen dan Jean. Dan kata kedua adalah "Terserah" saat Jean yang memutuskan untuk membayar pesanan mereka semua di kantin.
Dan saat ini, Aldy adalah orang yang duluan berbicara kepadanya.
Walau tergolong hal sepele, namun Jean sepertinya lumayan bersyukur atas momen ini. Momen di mana Aldy adalah orang yang mengajak ia bicara terlebih dahulu.
"Engga kok."
Aldy hanya mengangguk singkat lalu berjalan lebih dulu masuk ke tempat makan itu.
Memang Jean yang merekomendasikan tempat ini, namun Aldy yang lebih dulu memeriksa apakah ada tempat untuk mereka duduk mengingat penuhnya tempat parkir dengan kendaraan.
Beruntung mereka masih kebagian tempat di daerah yang terlihat seperti taman dengan atap terbuka. Tempat makan outdoor adalah surga bagi perokok seperti Aldy. Meski ia belum tahu bahwa ada ruangan khusus jika ingin menikmati batang nikotin itu.
Situasinya berjalan seperti hal-hal yang biasanya terjadi.
Mereka memesan makanan. Pesanan datang. Aldy memperlakukan Maureen dengan sangat manis selama makan. Zico dan Marsel selalu bisa mencuri gombalan-gombalan jitu kepada Jean yang hanya menanggapinya dengan santai.
"Bentar ye, gue kebelet." ucap Zico yang berdiri dari kursinya dan berjalan menuju kamar kecil.
Keadaan di sana memang cukup padat, apalagi tempat makan itu memang tergolong kecil walaupun lumayan cozy dan instagram-able.
Bukkk ...
Zico tak sengaja menabrak seseorang yang sedang membawakan pesanan untuk pelanggan. Berkat ulah Zico, nampan yang ia pegang menjadi tak stabil dan menumpahkan sedikit isinya kepada pelanggan lain. Lebih tepatnya kepada seseorang yang juga mengenakan seragam SMA.
"Eh, sorry bro. Gak sengaja." Zico menunjukkan ekspresi bersalahnya, walau wajahnya memang cukup aneh karena ia juga sedang menahan rasa ingin buang air kecil.
Orang itu menatap seragamnya yang tertumpah cairan boba, membuat bercak kecokelatan tercetak cukup jelas di seragam putihnya.
"Bangsat! Apa-apaan nih?!" teriaknya, membuat seluruh pasang mata yang berada di tempat makan yang tidak terlalu luas itu melihat ke arah sumber suara.
Orang itu pun mengarahkan pandangannya ke arah Zico. Sejenak arah tatapannya tertahan pada logo sekolah yang berada di kantung seragam Zico.
"Jadi lo bocah Caius Ballad?"
Zico tak menjawab pertanyaan orang yang sepertinya mengetahui sekolahnya. Hanya satu yang ia butuhkan, yaitu pergi ke kamar kecil secepatnya.
Sepertinya hanya Zico yang memiliki kebiasaan menahan rasa ingin buang air kecil.
Kebiasaan konyol.
Mendengar nama sekolah Caius Ballad disebut, sedikit dari keseluruhan orang yang berada di ruangan itu memandang ngeri ke arah Zico. Mungkin mereka adalah orang-orang yang mengetahui identitas geng sekolah SMAS Caius Ballad adalah geng sekolah yang sedang berdiri di puncak saat ini.
Dan siapa ketuanya?
Tentu saja.
Siapa lagi kalau bukan Rizaldy Pradipta.
Namun, di antara mereka juga, ada yang malah memandang Zico dengan tatapan penuh permusuhan.
Dan sesaat kemudian, sekitar empat orang berdiri mengelilingi Zico.
"Oke, gue tau apa yang mau kalian lakuin. Gue bakal ladenin, tapi gue beneran harus kencing udah ga tahan."
Zico mengatakannya dengan sangat cepat dan berlari menuju kamar kecil.
Salah seorang dari keempat orang yang tadi mengelilingi Zico menunjuk ke arah meja di mana Aldy berada. Karena Aldy, Marsel, Maureen dan Jean memiliki lambang sekolah yang sama di seragam mereka, tentu saja orang-orang itu akan langsung mengetahui bahwa mereka satu sekolah dengan Zico.
Aldy masih tanpa ekspresi, menyantap Chicken Karage BBQ Hakunanya dengan tenang, sementara Marsel menatap balik mereka dengan tatapan penuh antisipasi.
"Dy, kayaknya kita emang gabisa diem aja." ucap Marsel sambil terus menatap keempat orang itu.
Aldy menelan makanannya, namun masih belum melepaskan pandangannya dari piring di hadapannya. Ia hanya merasa malas untuk meladeni 'orang-orang yang suka menggali kuburan sendiri' seperti mereka.
Terlebih, ia tak suka jika Maureen melihatnya melakukan kekerasan.
Namun, seperti yang sudah diduga. Keempat orang itu mendatangi meja Aldy.
"Gak perlu lagi kan gue jelasin alasan kami ke sini?" ucap orang yang seragamnya tertumpah cairan boba.
Marsel memasang ekspresi penuh menantang. "Kenapa? Kalian lagi jadi sales yang mau nawarin obat kuat apa gimana?"
"Haha ... lucu lo bangsat."
Aldy yang tadinya tak ingin ikut campur kini berdiri.
Dengan tatapan dingin namun tetap tanpa ekspresi, ia menatap keempat pengganggu itu seakan mereka bukanlah sesuatu yang berharga sama sekali, seperti Aldy sedang menatap papan tulis berwarna putih kosong di depan kelas. Tak menarik sama sekali.
"Ayo keluar." ucap Aldy tenang yang langsung melangkah keluar.
Keempat orang itu mengikuti langkah Aldy, memasang tampang siap untuk berkelahi seperti gerombolan preman, namun terlihat norak dari berbagai sudut pandang. Apakah keempat orang itu terlalu sering menonton film tentang perkelahian pelajar di Jepang atau apa?
Marsel yang baru saja ingin berdiri, lengannya ditahan oleh Jean.
Marsel menoleh, "Kenapa?"
Awalnya, Marsel mengira bahwa Jean ketakutan dan memintanya tetap duduk dan menemaninya juga Maureen di sini. Atau bisa saja Jean sudah tahu betapa hebatnya Aldy dalam berkelahi setelah menyiksa seseorang di depan matanya sendiri saat di kelas.
Namun Jean malah mengucapkan sesuatu yang membuat Marsel mengerutkan keningnya.
"Aku aja yang bantu Kak Aldy. Kak Marsel di sini aja temenin Maureen." ucap Jean sambil menyunggingkan senyuman yang sangat manis.
Marsel mencoba melirik ke arah Maureen, namun Maureen tak terlihat terkejut dengan hal itu.
Jean melangkahkan kakinya meinggalkan Marsel dan Maureen di meja mereka. Zico yang baru saja kembali dari kamar kecil duduk di samping Maureen. "Mereka udah dikirim ke Hongkong sama Aldy ya?"
Zico menyadari bahwa keempat orang dari sekolah lain tadi sudah tak ada di sana, begitu juga dengan Aldy. Zico berpikir bahwa Aldy telah menyelesaikan masalah untuknya.
Jadi ia merasa tak perlu untuk ikut campur, karena fakta bahwa Aldy sendiri yang turun tangan menghadapi empat orang kroco itu sudah terlalu berlebihan. Namun Zico menyadari seorang lagi yang menghilang dari sana.
"Jean kemana?"
Marsel masih memasang raut wajah kebingungan.
Maureen menelan cairan Iced Lychee Teanya. "Jean pergi ke tempat Kak Aldy."
Sesuai perkiraan, Zico terkejut mendengar hal itu. "Hah?! Napain?! Astaga ... "
Zico baru saja ingin menyusul Jean, namun Maureen menggelengkan kepalanya. "Gapapa. Jean bisa jaga diri kok."
"Maksud lo apaan si Reen?!" Zico masih ngegas.
"Dulu, aku sama almarhum mamah, pernah kejebak di rumah makan gara-gara di depan ada orang-orang lagi tawuran. Tapi untung ada Jean, kalo engga, tempat itu udah ancur, aku juga gak tau bakal jadi apa aku kalo gak ada dia waktu itu."
"Bentar ... bentar ... Jean? Maksud lo, Jean yang itu?"
Maureen mengangguk, dengan sedotan terapit di antara bibir atas dan bawahnya. "Iya, Jean yang mana lagi?"
Di sisi lain, Aldy menghentikan langkahnya di tempat yang dirasa cukup jauh, begitu juga keempat orang yang mengikutinya dari belakang. Aldy berbalik menatap mereka yang masih saja memasang ekspresi sok garang yang sangat dibuat-buat.
"Makasih sebelumnya. Karena kalian, gue jadi punya alasan buat keluar ngerokok." ucap Aldy datar, sementara keempat orang itu saling beradu pandang.
Aldy yang selama ini tanpa ekspresi, kini berubah menjadi terkejut saat melihat seorang perempuan berjalan menghampiri tempat di mana mereka berada.
Aldy mengerutkan keningnya saat perempuan itu kini sudah berada di sebelahnya dan menyunggingkan senyuman yang sangat manis kepada Aldy.
Aldy menatapnya dengan raut wajah sedikit kebingungan.
"Jean? Ngapain lo di sini?"
***
{{ Semoga kalian suka sama ceritanya, jangan lupa vote dan tinggalin komentar yaa :) }}