"Tidak ada apa-apa Hanin, aku terlalu bahagia dengan semua ini," sahut Hasta setelah menenangkan hatinya.
Hanin tersenyum kemudian melirik ke arah meja di mana masih ada satu kotak bubur ayam yang masih utuh.
"Mas, apa kamu belum makan?" Tanya Hanin sambil memberikan bubur ayam yang masih utuh pada Hasta.
"Aku sudah makan di kantin Nin, aku membeli dua karena aku tahu kamu sangat suka dengan bubur," ucap Hasta terpaksa membohongi Hanin karena ia merasa tidak ada selera untuk makan apapun.
"Hem... kenapa kamu makan sendiri di kantin Mas? Apa kamu sangat lapar sekali?" Tanya Hanin dengan tatapan di buat kesal padahal dia sangat yakin Hasta tidak akan bisa makan sendiri tanpa dirinya.
"Ya Nin, aku tadi sangat lapar. Maafkan aku ya Nin? Aku tidak akan mengulanginya lagi," ucap Hasta dengan tatapan dalam benar-benar tidak ingin melihat wajah Hanin yang penuh kekecewaan.
"Kenapa harus minta maaf Mas. Malah aku lebih kuatir kalau kamu menahan lapar kamu Mas. Tapi bagaimana dengan bubur ini? Kalau tidak di makan sekarang nanti pasti tidak enak lagi," Ucap Hanin dengan wajah sedih sambil menatap bubur ayam yang masih utuh di tangannya.
"Kamu makan saja Nin, sayang sekali kalau nanti basi," ucap Hasta sambil membelai rambut Hanin.
Hanin menggelengkan kepalanya berulang-ulang dengan pelan.
"Baiklah Mas, aku mau menghabiskan bubur ini. Tapi kita makan berdua," sahut Hanin menatap wajah Hasta dengan tatapan manja. Hanin tahu, dengan apa yang ia inginkan Hasta tidak akan bisa menolaknya.
Hasta tersenyum, selalu merasa bahagia dan tersentuh hatinya setiap kali Hanin bermanja dan perhatian padanya.
"Hanin, aku sudah kenyang. Kamu terlihat masih lapar. Kamu makan sendiri saja ya," ucap Hasta masih berusaha untuk menolak keinginan Hanin.
"Tidak Mas, kita berdua harus menghabiskan bubur ini. Sekarang buka mulutmu Mas," ucap Hanin dengan tegas sambil mendekatkan sendok yang di pegangnya dekat dengan mulut Hasta.
Melihat keseriusan di wajah Hanin, Hasta tidak bisa menolak lagi selain membuka mulutnya.
Hanin tersenyum sambil menyuapi Hasta yang terlihat gugup dan serba salah.
"Hanin, sekarang makanlah. Aku benar-benar sudah kenyang," ucap Hasta merasa mual pada area perutnya. Entah kenapa, ia sama sekali tidak ingin makan apapun dan tidak ada keinginan rasa lapar sedikitpun.
Hanin menggelengkan kepalanya tidak menghiraukan ucapan Hasta.
"Kurang dua kali Mas," ucap Hanin menyuapi Hasta kembali walau ada rasa cemas saat melihat wajah Hasta yang terlihat pucat.
"Uhukk... uhukk...uhukk,"
"Hanin, sudah cukup. Perutku terasa mual Nin," ucap Hasta sambil menutup mulutnya yang sudah ingin memuntahkan apa yang di makannya.
"Ada apa denganmu Mas? Aku panggil Dokter Husin ya Mas?" Ucap Hanin dengan tatapan cemas mengusap pelan perut Hasta.
"Aku tidak apa-apa Nin, aku hanya merasa mual saja. Sebaiknya kita pulang Nin. Kamu bisa melanjutkan makanmu di mobil kan?" ucap Hasta benar-benar merasa lemas dan ingin istirahat di rumah untuk menenangkan perasaannya.
Tanpa membantah ucapan Hasta lagi, Hanin segera menutup kotak buburnya dan langsung membantu Hasta untuk segera kembali ke mobil.
"Bagaimana perutmu Mas? Apa masih mual? Kalau masih mual biar aku yang menyetir Mas," ucap Hanin dengan tatapan cemas memegang perut Hasta.
"Sudah tidak terlalu Nin, biar aku yang menyetir saja. Aku tidak ingin kamu lelah," ucap Hasta dengan suara lirih dan tubuh yang masih terasa lemas.
"Biar aku saja yang menyetir Mas. Kamu jangan mengkuatirkan aku. Aku sama sekali tidak lelah," sahut Hanin duduk dengan cepat di kursi mobil dan membantu Hasta memasang sabuk pengaman.
Hasta menyandarkan punggungnya pada punggung kursi dengan mata terpejam. Entah perasaan apa yang ia rasakan sekarang. Ada rasa sakit di dadanya yang tidak bisa ia luapkan. Ada perasaan sedih dan putus asa yang membuatnya ingin menyerah.
"Mas Hasta," panggil Hanin mengusap wajah Hasta dengan perasaan cemas. Hanin sangat tahu, saat ini perasaan suaminya sedang tidak baik-baik saja.
Mendengar suara Hanin memanggil namanya dan sentuhan lembut Hanin di wajahnya membuat Hasta membuka matanya secara perlahan.
"Ada apa Nin? Kamu jangan mencemaskan aku. Aku sudah lebih baik, aku hanya merasa lelah saja," ucap Hasta berusaha untuk tersenyum menatap lembut wajah Hanin.
"Tidurlah Mas, nanti kalau sampai di rumah aku bangunkan," ucap Hanin membalas senyuman Hasta dengan penuh perhatian.
Hasta menganggukkan kepalanya, kemudian memejamkan matanya melanjutkan usahanya untuk menenangkan hatinya agar tidak terlalu merasa sakit.
Setelah memastikan Hasta tertidur, Hanin menjalankan mobilnya dengan pelan menembus jalanan yang terlihat sepi jauh dari keramaian.
Hampir dua jam perjalanan, akhirnya Hanin sampai juga di rumahnya. Hanin menghela nafas lega kemudian mendekatkan wajahnya pada Hasta yang masih tertidur lelap.
"Mas...Mas Hasta," panggil Hanin seraya mengusap pipi Hasta perlahan. Rasa cemas Hanin seketika muncul saat merasakan hawa panas yang di keluarkan dari kulit wajah Hasta.
"Ya Tuhan, kenapa kulit wajah Mas Hasta sangat panas? Apa Mas Hasta demam tinggi?" Tanya Hanin dalam hati dengan perasaan benar-benar cemas.
Dengan perasaan cemas dan sedih Hanin menyentuh seluruh kulit tubuh Hasta.
"Tubuh Mas Hasta panas sekali. Bagaimana ini? Apa aku harus membawa Mas Hasta ke rumah sakit?" Tanya Hanin lagi sambil menggigit bibir bawahnya.
"Mas Hasta....Mas... Bangunlah Mas," panggil Hanin lagi masih dengan mengusap wajah Hasta berulang-ulang.
Merasakan sentuhan Hanin berulang-ulang di wajahnya. Hasta perlahan membuka matanya yang terasa berat ia buka.
"Ada apa Nin? Apa kita sudah sampai di rumah?" Tanya Hasta sambil menegakkan punggungnya yang terasa sakit.
"Benar Mas, kita sudah sampai di rumah. Apa kamu bisa berjalan Mas?" Tanya Hanin dengan penuh perhatian dan rasa cemas yang tidak bisa ia singkirkan.
"Apa kamu bisa memanggil Rahmat, Nin. Sepertinya badanku sangat lemas sekali. Aku tidak tahu kenapa aku merasa tulang-tulangku tidak ada kekuatan," jawab Hasta dengan jujur apa yang ia rasakan.
"Baiklah Mas, biar aku panggil Pak Rahmat," sahut Hanin dengan cepat segera menghubungi Rahmat.
"Pak Rahmat, apa pak Rahmat bisa ke depan? Mas Hasta tubuhnya lemas Pak. Sepertinya tidak sanggup berjalan masuk ke rumah," ucap Hanin dengan jujur menceritakan keadaan Hasta.
"Baik Non, segera saya ke depan," jawab Rahmat segera mengakhiri panggilan Hanin dan segera bergegas pergi ke depan untuk membantu Hasta masuk ke rumah dan beristirahat.
Sambil menunggu kedatangan Rahmat, Hanin menggenggam tangan Hasta yang terasa panas.
"Apa sebenarnya yang kamu pikir saat ini Mas? Apa kamu masih merasa sedih dengan masalah yang kita hadapi?" Tanya Hanin hanya bisa bertanya dalam hati.
"Mas... bangunlah ,Pak Rahmat sudah datang," panggil Hanin lagi saat melihat kedua mata Hasta terpejam lagi.
Hasta menganggukkan kepalanya dengan pelan. Kemudian menegakkan punggungnya untuk melihat kedatangan Rahmat.
"Den Hasta," panggil Rahmat sambil memegang bahu Hasta.
"Rahmat, bawa aku ke dalam. Sepertinya badanku sangat lemas. Aku merasa sangat lelah," ucap Hasta dengan perasaan campur aduk antara sedih dan tidak rela meninggalkan Hanin.