Chereads / Dendam Cinta / Chapter 10 - Keluarga Enzo ⚡♥️

Chapter 10 - Keluarga Enzo ⚡♥️

Novel ini hanya ada di aplikasi WebNovel kalau ada di aplikasi lain berarti dibajak

Saya kasih catatan karena udah banyaknya kasus novel dibajak, dan saya kena, ga dapet royalti

Jadi bagi pembaca belum tahu apa itu aplikasi WebNovel, kalian bisa download aplikasi bertuliskan WebNovel di playstore

Di WebNovel koinnya lebih murah dan ada voucher baca gratis sampai 3 loh

Terima kasih,

Nona_ge

***

Gaea sedikit terkejut mendengar suara berat di sampingnya, dengan cepat menoleh dan tersenyum lega itu Sebastian, "Semua, Tuan Sebastian?"

"Oh, jangan memanggilku Tuan, Nona Gaea. Panggil aku Sebastian saja," kata Sebastian tersenyum ramah, "iya, mereka semua anak angkat Tuan Xander kecuali Tuan Eryk dan Kakaknya."

Gaea menatap lagi foto tersebut, "Sungguh? Jadi Eryk memperkerjakan mereka?"

Sebastian mengangguk, "Bisa dibilang bisnis keluarga."

Gaea melirik lagi foto tersebut, matanya tertuju pada gadis kecil bergaun putih selutut dengan bahu terbuka yang berdiri di tengah-tengah di antara para lelaki, merasa pernah melihat gadis kecil berambut hitam pendek sebahu itu, "Jika tidak keberatan, boleh aku bertanya siapa anak perempuan ini?"

Sebastian melirik foto tersebut, kemudian tersenyum lembut bernostalgia dengan foto keluarga Eryk, "Ah ... anak perempuan ini bernama Lola."

Mata Gaea melebar.

Lola?

Sebastian mengatakan gadis kecil itu bernama Lola!?

Lola?

Lola?

"Apa!?" seru Gaea syok, "maksudmu Lola yang ini?" Ia menunjukan layar ponselnya yang bergambar ia, Lola dan Ava, jarinya tertunjuk foto Lola yang nyengir lebar merangkul dua sahabatnya.

Sebastian melihat ponsel Gaea sebentar dan mengangguk yakin, "Iya, itu Nona Lola," katanya, "Nona Lola tumbuh jadi wanita yang cantik sekali."

Bibir Gaea terbuka lebar; tidak percaya apa yang baru saja didengarnya Lola termasuk anak angkat keluarga Enzo dan juga saudara Eryk. Tangannya terkepal di dadanya kecewa.

'Kenapa Lola tidak memberitahuku rahasia sebesar ini?'

Gaea tidak tahu harus merespon apa mengenai ini, tentu saja menghargai privasi Lola yang menolak untuk memberitahunya mengenai status anak angkat keluarga Enzo namun di sisi lain jelas kecewa mengetahui hal sebesar ini dari mulut pelayan Eryk.

'Dia selalu berpikir bagaimana mencari uang yang banyak padahal dia sesungguhnya anak angkat dari keluarga Enzo.'

Dan lagi mereka sudah berteman sejak sekolah dasar merasa Lola tidak cukup mempercayainya setelah semua yang mereka lewati bersama, bertanya-tanya apa Lola selama ini berakting di depannya?

'Lola pasti punya alasan kuat.'

Gaea mengembuskan napasnya, dan kembali melihat foto keluarga Eryk lagi, kali ini matanya tertuju pada anak lelaki kecil berambut pirang dengan mata cokelat muda yang asing baginya, "Terus anak ini ...?" tanyanya sambil menunjuk anak kecil yang dilihatnya tadi.

"Oh, dia Tuan Kervyn," sahut Sebastian.

"Kervyn ...," Gaea sungguh asing mendengar namanya.

"Tuan Kervyn juga merupakan saudara kandung Tuan Eryk," kata Sebastian.

"Oh," Gaea menyadari jika memang ada kemiripan di antara mereka hanya warna mata mereka yang membedakan; kalau melihat mata biru langit Eryk membuatnya tenang entah kenapa mata cokelat muda Kervyn justru tak nyaman, ia sendiri tidak mengerti, "Lalu dimana Kervyn ini?"

Sedikit aneh belum pernah mendengar nama Kervyn mengingat Eryk pebisnis muda yang tengah naik daun.

Walaupun Kervyn tidak memasuki dunia bisnis seperti Eryk, Kervyn pasti disinggung karena kemiripan mereka.

Sebastian mengembuskan napasnya, sedikit ragu mengatakannya, "Tuan Kervyn—"

"Kau di sini rupanya."

"Huh?" Gaea menolehkan kepalanya, "Rainer?" Dikiranya pria itu tertidur?

Rainer berjalan mendekat, "Bukankah seorang tamu tidak boleh berkeliling tanpa ijin pemilik rumah?"

"Oh," Gaea menyadari yang dilakukannya salah, tidak bisa menahan diri hanya duduk menunggu Eryk pulang atau Rainer terbangun, "kau tidur, aku bosan, jadi ...."

Rainer mengembuskan napas kecil, "Kembalilah ke ruang tamu."

Gaea tanpa berkata apa-apa menurut, duduk di sofa dengan perasaan campur aduk.

"Nona Gaea mau minum?" tanya Sebastian sopan.

"Teh iya ...," Berbicara minum membuat kerongkongannya kering apalagi serangan di apartemen masih sedikit membuatnya lemas, "tentu," katanya, menolak juga tidak baik.

Sebastian langsung pergi ke dapur setelah mendengar jawaban Gaea.

Gaea mendengar sofa di seberangnya berdecit kecil, melihat Rainer kembali dengan pakaian berbeda dari tadi.

Rainer mengenakan kaus berlengan pendek berwarna putih serta celana jeans berwarna hitam, yang mengingatkan Gaea dengan pakaian yang dikenakan Rainer sewaktu di mall kecuali tanpa jaket hitam.

Rainer menyilangkan kakinya, alisnya mengerut tak bersahabat, "Kau sungguh tidak bisa diam, iya?"

"Excuse me ...?"

Dari sekian banyak pertanyaan serta topik pembicaraan, Rainer memilih topik pembicaraan yang memancing emosinya?

"Sudah cukup," kata Rainer, "tidak penting juga diperdebatkan."

Gaea menggigit bibir bawahnya; kenapa Rainer begitu dingin padanya? Padahal tadi di restoran, pria itu begitu protektif padanya sehingga hatinya tersentuh. Ia tidak mengerti jalan pikiran Rainer, jika Eryk tipe yang menggunakan kata-kata brutal mengutarakan perasaannya, Rainer justru sebaliknya.

Gaea terkejut Eryk dan Rainer bisa berteman baik, dan lagi apa-apaan? Ia belum menjawab sudah diminta diam.

Kemana perginya rasa peduli Rainer?

"Kata-katamu di restoran tadi, apa maksudnya?" tanya Gaea membuka percakapan.

"Kau benar-benar tidak mengerti kata 'sudah cukup', iya?" tanya Rainer balik.

Gaea mengepalkan tangannya kesal, "Bisakah kau berhenti bersikap layaknya bunglon? Kau melakukan itu demi aku jadi bukankah aku memiliki hak mengetahui alasannya, Rainer?"

Rainer tidak menjawab.

"Rainer," kata Gaea tidak sabar.

"Aku melakukan apa yang harus aku lakukan sebagai temanmu, dan juga saudara Eryk," kata Rainer.

"Aku sudah mendengarnya," kata Gaea, "lebih detail lagi."

"Aku dan Eryk bukanlah lelaki baik-baik," kata Rainer memandang lurus Gaea, serius, "hanya itu yang bisa aku katakan," Ia bangkit berdiri memberikan sinyal tidak tertarik percakapan mereka berlanjut.

Gaea merasa tidak puas dengan jawaban Rainer, baginya itu masih ambigu, bukan lelaki baik memiliki banyak arti, mereka berdua bukan baik dari segi apa? Itu yang jadi pertanyaan. Melihat Rainer kembali berjalan menuju tangga ke lantai atas dengan tangan dimasukkan ke dalam kantung celana mengisyaratkan pria itu tidak mau mengobrol lagi.

"Aku akan mengetahui soal kalian cepat atau lambat, kau tahu," kata Gaea, "kau tidak perlu bersikap misterius begitu."

Rainer berhenti, "Aku tahu."

"Lalu kenapa Rainer!?" seru Gaea sedikit meninggikan nadanya.

Tahukah Rainer bahwa nyebalkan hal penting dirahasiakan? Apalagi juga berkaitan dengan diri sendiri?

"Karena saat kau mengetahuinya, aku akan berkata padamu: sudah kubilang, 'kan?" sahut Rainer melanjutkan langkah kakinya, "nikmati saja jadi 'tunangan' Eryk."

Gaea ingin mengatakan sedikit lagi perasaannya namun Rainer sudah terdengar dingin sekali, jadi ditelan pahit perasaannya.

"Ini teh chamomile-nya."

"Eh ...," Teh? Aroma bunga yang lembut menyentuh hidungnya ketika Sebastian meletakan cangkir di meja, menenangkan sedikit. Matanya melirik cangkir yang berisi teh berwarna kuning muda terang itu.

"Sungguh menyenangkan bisa bertemu kembali denganmu Nona Gaea," kata Sebastian, "Nona semakin cantik dari terakhir kali kita bertemu."

"Apa?" Gaea kebingungan mendengarnya merasa belum pernah bertemu Sebastian, kenapa Sebastian berbicara seolah-olah mereka sudah? Ia yang lupa atau Sebastian? "Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?"

"Oh," Sebastian teringat sesuatu, "Nona Gaea tentu lupa karena masih kecil."

"Oh," Gaea merasa itu masuk akal, ketika masih kecil tidak terlalu memperhatikan orang di sekitarnya, terlalu trauma ditinggal oleh kedua orang tuanya kala itu sampai harus pindah keluar kota demi keamanan hidupnya.

Walaupun pada akhirnya kembali lagi ke New York, namun harus berganti nama keluarga karena pelaku pembunuhan kedua orang tuanya belum tertangkap hingga sekarang.

"Tolong perhatikan Tuan Eryk," kata Sebastian.

"Eh?"

"Terkadang Tuan Eryk akan melakukan sesuatu di luar batas kemampuan dia," kata Sebastian menjelaskan lembut, "Nona Gaea sebagai tunangan Tuan Eryk tentu bisa, 'kan?"

"Ha ... ha ... ha ...," Gaea tertawa canggung. Mendengar Sebastian menaruh rasa percaya yang besar kepadanya—orang yang baru dikenalnya seperti tusukan tak kasat mata di jantungnya; bagaimana bisa membohongi orang seperti Sebastian soal lamaran palsu mereka? Walaupun begitu membalas, "Aku mencoba."

Sebastian tersenyum lebar, senyum yang begitu tulus hingga membuat Gaea turut tersenyum juga.

"Kau masih belum bersiap-siap, Gaea?" suara tenang Rainer memecah keheningan ruang tamu.

"Bersiap-siap?" Gaea bertanya-tanya.

Rainer mengecek ponselnya terlebih dahulu berisikan pesan perintah dari Eryk, "Aku lupa memberitahumu sepertinya."

"Soal?" tanya Gaea tidak sabar masih belum memaafkan sikap dingin Rainer tadi.

"Kita kembali ke aapartemenmu," sahut Rainer masih sibuk mengetik sesuatu di ponselnya.

"Apa!?" mata Gaea membulat seketika, "kenapa harus ke sana?"

Gaea tidak mengerti, bukankah Rainer tahu penyerangan apartemennya jadi buat kenapa kembali? Ia tak yakin polisi akan mengijinkan mereka masuk.

"Karena kau akan mulai tinggal di sini, Gaea."

Gaea berusaha mencerna apa yang baru dikatakan Rainer.

Tinggal ....

Tinggal bersama ....

Bersama Eryk dan Rainer ....

Eryk dan Rainer ....

"Apa!?" seru Gaea syok, "kau bergurau, iya!?"

"Apakah aku terlihat sedang bergurau di matamu?" Rainer bertanya balik.

"Um," Gaea jelas dapat melihat keseriusan di ekspresi wajah Rainer, namun tinggal bersama begitu abstrak, "Aku tidak mau!"

"Jangan egois, ini demi kebaikanmu," kata Rainer, "keselamatanmu sekarang ini jauh lebih penting," Ia menambahkan sebelum Gaea sempat membalas.

"Tapi ...." Gaea masih belum bisa menerimanya.

"Kau tahu Ava dan Lola sedang berlibur ke luar negeri," kata Rainer sedikit melembutkan nada suaranya agar lebih meyakinkan, "aku dan Eryk takkan membiarkanmu sendirian. Terlalu berisiko."

Gaea terdiam, tidak menyangkal tersentuh dengan keputusan Rainer dan Eryk hanya saja tinggal bersama mereka dengan ia hanya wanita di sini membuat hatinya tak nyaman.

'Aku bahkan pernah membaca majalah interview kalau Eryk suka bertelanjang dada di rumahnya.'

Gaea pernah melihat Eryk bertelanjang dada akan tetapi itu juga di dalam majalah, tidak tahu akan seperti apa ketika melihat dengan matanya sendiri tubuh Eryk, setiap hari pula.

Eryk memiliki tubuh yang bagus karena suka ke gym juga.

"Kau tinggal di sini. Titik," kata Rainer, "jika kau mau protes, protes pada Eryk bukan aku."

"Sungguh?" Gaea sulit mempercayainya, yakin Rainer juga turut mengambil bagian; pria itu tadi bilang: aku dan Eryk.

Rainer berusaha menahan diri tetap tenang, "Aku tidak tahu apa yang kau katakan," katanya, "sudah. Ikut saja," Tanpa menunggu respon pergi keluar rumah.

Gaea menepuk keningnya.

'Kenapa dia jadi seperti Eryk?'

"Aku rasa itu ide bagus, Nona Gaea," kata Sebastian.

"Huh?" Gaea sedikit terkejut, lupa jika ada Sebastian. Sekarang sedikit kecewa pria paruh baya itu tak melontarkan satu patah kata pun untuk membelanya atau Sebastian tipe pelayan yang tak suka ikut campur urusan majikannya? "kenapa berpikir seperti itu?"

"Rumah ini mungkin terlihat sepi, tapi di sini memiliki keamanan bagus seperti penthouse Tuan Eryk—"

"Tunggu," Gaea memotong pembicaraan, "kau bilang penthouse?"

Sebastian mengangguk, "Tuan Eryk sering tinggal di sana karena di tengah kota Manhattan. Aku kira kalian sudah tinggal bersama?"

Gaea tidak berkutik, apa yang harus dikatakannya? Ia baru tahu Eryk memiliki penthouse di tengah kota. Berbohong kepada orang tua apalagi Sebastian sungguh tidak mengenakan, "Maaf, kami tak tinggal berdua bahkan baru tahu dia punya penthouse, aku menyewa apartemen bersama Lola dan Ava."

"Begitukah?" Sebastian sedikit terkejut, "maafkan aku, Nona Gaea."

Gaea menggelengkan kepalanya, "Tidak ada yang perlu dimaafkan."

"Aku pikir kalian akan tinggal bersama mengingat Tuan Eryk pernah mengijinkan Nona Katherine tinggal di sana," kata Sebastian.

"Katherine?" Satu nama asing lagi yang belum pernah Gaea dengar. Pancaran matanya yang tadinya biasa saja berubah menjadi ketertarikan, "Siapa dia?"

"Maaf," Sebastian sadar apa yang dikatakan olehnya terlalu dalam, matanya melirik ragu Gaea, "Tidak seharusnya aku mengungkit Nona Katherine."

Sikap Sebastian yang seakan menghindar menjelaskan soal Katherine membuat Gaea semakin penasaran. Jika dipikir, Katherine nama yang feminim untuk lelaki, pastilah wanita, dan Katherine tinggal berdua di penthouse bersama Eryk.

Gaea yakin dengan petunjuk ini, Katherine pastilah spesial bagi Eryk.

'Tentu saja, lelaki seperti Eryk pasti punya kekasih.'

Perasaan Gaea bercampur aduk sekarang.

Jika memang benar apa yang dipikirkan olehnya bahwa Katherine adalah kekasih Eryk, tak dapat dibayangkan hancurnya perasaan Katherine ketika tahu Eryk melamar wanita lain di tempat ramai.

Tetapi kenapa hingga sekarang Gaea masih belum mendengar atau didatangi oleh Katherine? Ia yakin Katherine pasti sudah melihat lamaran Eryk yang viral di media sosial kecuali ada sesuatu yang menghambat Katherine untuk bertemu.

Mungkin Katherine sedang bertengkar hebat dengan Eryk atau semacamnya?

Gaea mengepalkan tangan di dadanya yang mulai terasa sesak.

Sekarang semuanya masuk akal, ucapan Eryk sewaktu lamaran di bandara mungkin bukan ucapan spontan tapi awalnya diperuntukkan bagi Katherine.

"Kepalaku sakit," Gaea mengeluh pelan.

"Maafkan aku, Nona Gaea," sesal Sebastian, "terkadang aku suka bicara tanpa berpikir."

"Tidak," sergah Gaea, "ini bukan salahmu Sebastian. Aku hanya menyesal sekali ...."

Sebastian bingung, "Kenapa? Nona jangan terlalu memikirkan masa lalu, yang paling penting sekarang adalah perasaan kalian berdua."

Itulah yang dicemaskan, tidak ada yang harus diperjuangkan karena mereka tidak memiliki perasaan, setidaknya dari Eryk, ditambah lagi ia bukanlah orang yang suka menghancurkan hubungan orang lain.

Sesakit apa pun hatinya saat ini tak seberapa dibanding Katherine.

"Aku harus menyusul Rainer," kata Gaea.

Sebastian mengangguk mengerti, "Hati-hati, Nona Gaea."

"Iya," Setelah menjawab, Gaea langsung bergegas keluar rumah dengan berlari kecil. Percakapan tadi menyita waktu yang cukup lama, bisa-bisa Rainer marah.

'Aku tidak mood mendengar ucapan dingin dia.'

Gaea memelankan langkah kakinya hingga ketika jaraknya dengan Rainer yang tengah berdiri di samping mobil masih sibuk dengan ponsel semakin dekat.

Rainer menyadari kedatangan Gaea, dan menaruh ponselnya di saku celananya, "Akhirnya kau datang, aku kedinginan di sini."

Sesuai dugaan Rainer sedikit marah.

"Hm ...," Gaea merespon seadanya, benar-benar tidak mood berbicara.

Rainer bisa melihat ada sesuatu yang aneh pada Gaea, "Ada apa, hm?" tanyanya sambil membukakan pintu untuk wanita itu.

Gaea lebih memilih masuk ke dalam mobil dari pada menjawab.

Rainer menyusul masuk ke dalam mobil, lalu menyalakan mesin, dan menjalankan mobil keluar dari rumah. Menghargai Gaea yang menolak menjawab pertanyaan darinya.

Gaea melirik keluar jendela yang sedang turun salju dalam intensitas sedang, namun cukup untuk mobil tetap berjalan. Benda putih yang berisikan air tersebut menyelimuti jalan serta pohon di sekitarnya, normalnya ia selalu senang bila turun salju sebab pemandangan kota jauh lebih indah baginya. Sekarang tidak cukup membangkitkan suasana hatinya.

Gaea terpikir Lola dan Ava; jika bukan karena cincin berlian yang melingkar di jarinya pasti sudah bercanda ria dengan teman-temannya di pesawat tanpa memikirkan apa pun selain kebahagiaan.

Rainer menghentikan laju mobilnya saat melihat lampu lalu lintas berwarna merah.

Gaea memanfaatkan kesempatan ini, "Hey, Rainer."

"Hm?"

"Apakah Eryk memiliki kekasih?" tanya Gaea.

Rainer mengembuskan napasnya, yang membuat Gaea tertunduk memandangi jari tangan murung, "Ini sudah terlambat," katanya, "Eryk memang memiliki kekasih, tetapi aku tidak pernah suka dia."

"Kenapa?" tanya Gaea heran.

"Katherine wanita yang baik tetapi aku tidak bisa menemukan latar belakang dia," Rainer menjelaskan singkat mudah dimengerti.

Gaea memutar bola matanya, "Sungguh Rainer? Kau menilai seseorang hanya dari itu?" tanyanya tidak percaya. Ia memang menemukan Rainer terkadang bersikap dingin, tetapi kali ini di level berbeda.

Menilai seseorang pantas atau tidaknya melalui identitas diri tidak bisa diterima apalagi Rainer menilai Katherine baik.

Gaea sama sekali tidak mengerti cara berpikir Eryk dan Rainer.

"Sudah kubilang, aku dan Eryk bukanlah pria baik-baik," Rainer membela dirinya, "aku berhak mengetahui itu, tetapi Eryk hanya menjadi Eryk yang dibutakan oleh cinta pada Katherine bersikap keras kepala kalau dia wanita baik-baik."

Mendengar Rainer mendeskripsikan perasaan Eryk kepada Katherine membuat hatinya terasa ditusuk oleh sesuatu yang tajam. Ia tahu mereka sepasang kekasih, tapi mendengar Eryk mempertahankan seorang wanita yang bukan dirinya menyesakan dadanya.

Sekarang Gaea harus tinggal bersama Eryk yang membuatnya mungkin sering bertemu Katherine dan menyaksikan cinta mereka, seakan luka yang di alaminya belum cukup memberikan derita dengan menambahkan garam di atasnya.

Rainer melihat Gaea yang berubah murung, lantas berkata pelan, "Kau menyukai Eryk?"

Gaea terkesikap mendengarnya; ekspresi wajahnya pasti terlalu terlihat patah hati sehingga Rainer sampai bertanya seperti itu, "Aku ...," Ia terhenti menjawabnya, ragu apa harus jujur pada Rainer, "tidak."

"Kau bukan pembohong yang pintar," kata Rainer, "menyangkal dengan wajah yang sesedih itu bukanlah pilihan yang bagus."

Gaea menepuk keningnya pelan.

Bagaimana bisa memasang wajah datar di saat hatinya terluka seperti ini? Dan lagi kenapa harus memilih berbohong?

Gaea butuh sesuatu yang bisa mengalihkan perhatiannya, dan ia tahu dimana itu, "Bisa kau berbelok ke kiri?"

"Tapi itu berlawanan dengan jalan menuju apartemen," Rainer memprotes.

"Aku tahu, aku ingin mengambil sesuatu yang penting bagiku," kata Gaea.

Rainer berpikir sesaat, lalu menuruti kemauan wanita itu dengan harapan Gaea bisa ceria lagi, "Memang kita mau ke mana?"

Dengan senyum lebar, Gaea menjawab, "Pet shop."