Chereads / Dendam Cinta / Chapter 16 - Latihan

Chapter 16 - Latihan

"Apa yang kau katakan? Bisa kau ulangi?" Gaea bertanya memastikan, ingin mendengar lagi Eryk berkata tidak bisa kehilangan dirinya.

Eryk sadar terlalu terbawa perasaan, "Aku tidak bisa kehilanganmu." Diulanginya dengan senang hati.

"Huh?" Ini perasaan Gaea ataukah ucapan Eryk terdengar berbeda dari yang pertama? Lebih ke arah mengejek daripada tadi yang serius sekali.

Eryk menyeringai, "Apa? Gaea, kau penting bagiku, kau tunanganku, aku sudah gagal melindungi Katherine jelas aku tidak mau kehilanganmu juga."

Gaea mengepalkan tangannya. Jadi semua ini karena efek Katherine? Bodohnya berharap Eryk mungkin mulai menganggapnya sebagai wanita, "Aku keluar," katanya ketus.

Eryk menahan Gaea dengan tangannya, "Kau harus latihan dulu—huh?" Ia merasakan hidungnya mulai gatal tahu apa ini menjauh dari Gaea, "kau menyentuh makhluk itu sebelum ke sini?"

Gaea ternganga, di saat begini ribut soal kucingnya? "Bintang? Tentu saja dia kan hewan peliharaanku."

"Hatchi!" Eryk bersin seketika itu juga yang membuat Gaea otomatis menjauh.

"Hey! Kau harusnya menutupi bersinmu dengan tisu atau bersin di siku dalammu, Eryk! Bagaimana kalau kau menularkan virus!?" Gaea berseru panik.

"Aku sehat, ini juga karena kau menyentuh makhluk itu," Eryk membela diri menutupi hidungnya dengan baju mau tak mau, terlalu tinggi hingga memperlihatkan otot perutnya.

Gaea histeris melihatnya, "Apa yang kau lakukan!? Turunkan bajumu, Eryk!"

Eryk tertawa pahit, di saat krisis begini Gaea malah cemas akan tubuhnya? "Kalau mau aku menurunkan bajuku, cepat keluar dan bersihkan dirimu dari bulu makhluk itu."

Gaea menurut keluar membersihkan bulu Bintang yang masih menempel di bajunya barulah kembali, cepat mengganti topik agar tidak diejek Eryk memiliki kelemahan akan tubuh pria, "Aku sudah belajar bela diri jadi bisakah kau melepaskan aku?"

"Sungguh? Aku ingin lihat kemampuanmu," Eryk membalas, menurunkan bajunya untuk menghirup apa masih ada bulu kucing; sudah tidak ditepati ucapannya menurunkan sisa bajunya.

Gaea mengambil napas, tenang, hanya sebentar takkan lama. Ia mengikuti Eryk, "Siapa lawanku?"

"Kau melihat siapa?" Eryk balik bertanya, ingin mengetes perasaan Gaea. Ia benar berpikir Gaea minta dicium hanya terbawa perasaan, tapi siapa tahu bisa melihat dari sini.

Melihat?

Mata Gaea tertuju pada Eryk yang seketika juga seringai muncul di sana, buru-buru mengalihkan ke Ferdinand yang berada di samping Eryk, malu, "Ferdinand, bisa bantu aku?"

"Tentu," Ferdinand menjawab singkat, berdiri dihadapan Gaea.

Gaea bersiap-siap, hendak mau menyerang Eryk malah menghalangi tubuh Ferdinand, "Apa yang kau lakukan!?"

Masih dengan seringai lebar, Eryk berkata menggoda, "Kau tidak butuh Ferdinand, kau langsung dilatih oleh tunanganmu sendiri."

"Aku penginnya Ferdinand," kata Gaea, memprotes.

"Matamu berkata lain, Gaea," Eryk membalas kuat, "berikan pukulan terbaikmu, itu pun kalau bisa menyentuhku."

"Kau yang memintanya, iya Bos," kata Gaea menantang balik, benar-benar naik darah. Ia kembali ancang-ancang, memilih mana dulu yang harus diserangnya, karena Eryk banyak bicara tadi memutuskan menyerang bagian tenggorokan.

Eryk sendiri terkejut tetapi bisa menghindar, hanya kulit mereka bersentuhan sedikit. Ia menatap Gaea dalam menganalisa teknik apa yang tadi dilancarkan.

Gaea sendiri frustrasi tidak berhasil, kemudian menyerang lagi kali ini tujuannya iris mata biru langit Eryk yang disukainya.

Eryk yang tidak siap, terkena pukulan Gaea hingga membuatnya mundur selangkah memegangi matanya, namun sebelum sempat memproses apa yang terjadi, Gaea sudah menyerang lagi kali inu ulu hatinya, "Fu—"

Gaea sendiri bangga dengan dirinya, berdecak pinggang menantang, "Masih mau lagi, Bos? Kurang?"

Masih berani bilang tidak bisa disentuh? Apakah harus membanting Eryk biar tahu?

"Ugh ...," Masih memegangi ulu hatinya, Eryk menegakan tubuhnya, "kau cukup bisa menanganiku."

Gaea tertawa bahkan sudah babak belur begitu masih sok keren, "Kau kalah, Bos."

"Sejujurnya, kau habis babak belur Eryk," Ferdinand mengomentari dengan tawanya, "aku tidak tahu ada apa denganmu sampai tidak fokus begitu, tetapi melihatmu babak belur menyenangkan juga, hahaha ...."

Gaea ikut tertawa bersama Ferdinand, "Dia sombong sekali sih."

"Iya, iya, tertawakan saja sampai kalian puas," sindir Eryk sambil merebahkan tubuhnya di kursi, meringis pelan masih terasa, "kau belajar jeet kune do di mana?"

"Belajar?" Gaea bertanya balik.

"Iya, belajar," kata Eryk mengulangi.

"Uh ... Ava?" kata Gaea gugup yang sejujurnya belajar dari Polisi khusus ketika berada di perlindungan hukum karena kasus kedua orang tuanya. Mereka berpikir mengajarkan teknik jeet kune do adalah sesuatu yang tepat mengingat saat itu Polisi belum menemukan pelaku pembunuhan orang tuanya.

'Sampai sekarang.'

Gaea terlalu trauma sehingga memori indah bersama orang tuanya dan orang lain juga samar-samar bahkan ada yang tidak diingat olehnya. Kepalanya tertunduk sedih teringat kedua orang tuanya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Ferdinand.

Gaea mengangguk lemah.

Eryk bangkit berdiri, "Aku kira sudah cukup, sekarang aku ingin kau belajar menembak."

Mata Gaea melebar syok, "Menembak?"

Eryk mengangguk, "Aku memastikan kau sungguh-sungguh siap melindungi dirimu sendiri."

"Tidak! Tidak! Dan tidak!" seru Gaea jengkel. Belajar menembak adalah pilihan terakhir bagi dirinya, ada banyak alasan tidak mau.

Pertama karena pistol senjata pembunuh orang tuanya. Kedua ia tidak memiliki ijin memegang senjata. Ketiga ia hanya wanita biasa dengan kehidupan biasa jadi buat apa belajar menembak?

Eryk mendengus perintahnya dilawan lagi, "Aku mengerti kau belum ingin makanya aku siapkan cadangan, kau latihan memanah."

"Memanah?" Malah lebih aneh lagi.

"Memang pistol dan memanah berbeda, tapi mereka memiliki kesamaan melatih ketajaman dan konsentrasi, atau mau boxing saja?" Eryk berpikir-pikir apa yang cocok dengan Gaea.

"Tidak, tidak, dan tidak!" Gaea menolaknya mentah-mentah, "aku wanita biasa bukannya seorang agen rahasia atau semacamnya, kau terlalu paranoid Eryk."

"Kau terlalu polos Gaea, kau tidak tahu apa yang dihadapi nanti. Kau ingat soal insiden apartemen mu. Apakah masih menganggap kau wanita biasa?" Eryk sedikit menyindir positifnya Gaea.

Harus ada yang menyadarkan Gaea dan ialah yang akan melakukannya.

"Itu hanya kebetulan, kita keburu datang, 'kan?" Gaea masih tidak mau kalah.

Eryk mulai kehilangan kesabarannya, "Aku sudah tahu kejadian sebenarnya antara kau dengan Aizawa."

Gaea terkejut.

Eryk sudah tahu? Kalau begitu soal ciuman yang dikarangnya yakin Eryk juga sadar hanyalah kebohongan darinya belaka, ingin rasanya menghilang dari sini sekarang juga.

"Aku sudah memberimu pilihan," kata Eryk merasa puas bisa membuat Gaea terdiam, "dan jawabannya paling lambat besok."

"Besok!?" seru Gaea tidak percaya, terlalu cepat.

"Aku tidak punya waktu untuk perasaan gundahmu, aku banyak pekerjaan," kata Eryk habis ini pun mau melacak pengirim surat soal Katherine belum dokumen yang harus ditanda tangani olehnya, "kalau kau sudah setuju silakan menghubungiku."

Gaea tertunduk dalam. Kenapa Eryk selalu memaksa melakukan yang tidak disukainya? Masalah apa lagi soal Katherine? "Sebelum itu aku ingin protes!"

"Apa lagi?" Eryk berharap itu bukanlah hal tidak penting lagi mengingat ini Gaea yang memintanya.

"Aku mau makanan normal bukan makanan diet, Eryk," Gaea memprotes dingin, "kau juga lagi, cobalah cokelat atau soda, kau pasti suka ...."

"Kau makanlah apa yang ada," Eryk menolak menuruti, sudah diduganya Gaea akan meminta hal yang tidak penting. Junk food itu tidak penting.

Gaea menggembungkan pipinya jengkel, "Kalau begitu aku kembali ke apartemen," ancamnya.

"Kau berani menginjakan kaki ke sana? Ayo coba aku, Gaea," Eryk mengancam balik.

"Kalau begitu berikan aku makanan normal," Gaea tidak mau menyerah, "makanan normal atau aku pergi." Ia menghentakkan sebelah kakinya layaknya anak kecil ingin meminta mainan.

Mereka berdua saling menatap tajam satu sama lain.

Detik demi detik berlalu, tetap tidak ada yang mau mengalah.

"Turuti saja dia, Eryk," Ferdinand yang tadinya hanya menonton, lelah juga melihat mereka bertengkar awalnya sih seru tetapi kelamaan membosankan juga.

Eryk mengembuskan napasnya dalam, "Baiklah," katanya menyerah juga akhirnya.

Gaea bertepuk tangan penuh kemenangan.

Eryk menepuk keningnya dan berjalan lesu keluar ruangan olahraga, "Kenapa dia selalu menang dariku?"

***

Karena Rainer sedang istirahat, Eryk memutuskan untuk mengurus langsung masalahnya. Sebelum olahraga, ia sudah mengirim investigasi anak buahnya untuk memeriksa rekaman kamera pengawas di rumahnya dan beberapa di jalan umum menuju rumahnya.

Kesempatan Eryk berbanding lima puluh jika benar yang menculik Katherine itu Kervyn mengingat saudaranya itu mengetahui titik-titik kamera pengawas di sini karena dulu sempat kepergok mengunjungi.

Eryk merapikan rambutnya dengan sisir secara lembut, setelahnya memakai kacamata hitam miliknya, lalu berjalan keluar kamar, ketika menuruni tangga, ada Gaea dan Alex yang semangat menerima pesanan pizza dan beberapa belanjaan junk food membukanya di ruang tamu.

Setelah bertahun-tahun menerapkan peraturan tidak boleh ada makanan siap saji, harus hancur karena seorang perempuan.

Eryk tidak percaya sama sekali.

"Aku tahu kau pasti bisa membujuk Eryk, babe! Kau memang bisa diandalkan!" Alex memuji sambil memegang sepotong pizza.

Gaea juga mengambil sepotong pizza juga, melahapnya dengan raut wajah bahagia, "Aku sudah lama tidak makan pizza! Sungguh enak seperti terakhir kali aku mencobanya!"

Eryk mengembuskan napasnya melihat ekspresi Gaea yang begitu bahagia hanya karena sepotong pizza membuat otaknya memunculkan ingatan yang dipendamnya selama ini.

"Eryk, kau mau?"

Eryk terkejut melihat piring berisi satu potong pizza dihadapannya, melirik Gaea yang menatapnya dengan penuh harap. Lagi. Otaknya memperlihatkan sekilas kenangan tersebut.

***

Flashback

***

Eryk melipat tangannya di depan dadanya jengkel. Seharian ini ia hanya berdiam diri di bawah pohon memperhatikan gerak-gerik seorang gadis kecil berumur sembilan tahun yang hanya duduk di ayunan tanpa mau ikut bermain dengan anak yang lain.

Eryk masih tidak percaya Ayahnya, Xander menyuruhnya untuk menjadi Bodyguard atau jika perlu berteman agar menghilangkan trauma gadis kecil itu.

Eryk tentu tidak mau, kesepakatan dengan ayahnya hanya menjadi Bodyguard bukan berteman. Ia berteman dengan anak kecil sebuah ide yang buruk, bagaimana bisa ia yang berumur empat belas tahun bermain ayunan, perosotan atau hal kekanakan lainnya? Mau ditaruh mana wajahnya bila Kervyn, Alex dan Lola melihatnya?

Eryk memang menyamar, rambut pirangnya dicat hitam selalu memakai masker menghindari diri dikenali oleh temannya atau keluarganya penuh ekstra, namanya juga berganti menjadi Rey, nama kebalikan dari nama aslinya, Eryk.

Eryk melirik lagi gadis kecil berambut cokelat panjang di kuncir dua yang masih duduk di ayunan dengan wajah tertunduk.

Bohong jika Eryk tidak merasa simpati. Masih kecil harus menghadapi kenyataan kedua orang tuanya dibunuh di depan mata, tentu pengalaman yang mengerikan, tubuh gadis kecil itu pasti tidak bisa menahan syok makanya meski sudah seminggu berlalu, gadis kecil itu tidak mau berbicara pada siapa pun termasuk dirinya.

Eryk menegakan tubuhnya melihat gadis kecil itu berjalan menghampirinya masih dengan wajah tertunduk ketika sampai tangannya dipegang dengan lembut.

Sesuai ucapan Polisi yang mengawasi, memegang tangan merupakan petunjuk gadis itu ingin kembali ke kamar.

'Haruskah aku berbicara padanya?'

Gadis kecil itu menarik tangan Eryk lagi memberitahu untuk pergi.

Eryk mengembuskan napasnya, lalu berjongkok menjajarkan wajah mereka, "Apakah kau mau tetap tidak berbicara padaku, Gaea?" tanyanya lembut.

Iris mata hijau Gaea yang sejak tadi hanya tertuju ke bawah, menatap mata Eryk untuk pertama kalinya dengan penuh kepolosan di sana bukan lagi kesedihan.

Eryk sendiri terkagum akan mata hijau Gaea, untuk pertama kalinya melihat warna mata seindah itu, mata hijau seperti batu emerald—ia hanya melihat di buku, tidak menyangka akan lebih indah melihatnya langsung, "Memanggil namaku saja aku senang sekali Gaea," bujuknya lagi.

Tetapi gadis kecil bernama Gaea hanya melihat tanpa ada tanda-tanda keinginan membuka bibir mungilnya.

Eryk masih tidak mau menyerah, "Kau lebih suka mematahkan hatiku, Gaea?" tanyanya pura-pura sedih.

Gaea menggelengkan kepalanya.

"Kalau begitu coba berkatalah, tidak menyebut namaku tak apa," kata Eryk.

Hening ....

Eryk merasa benar-benar dipermainkan, "Baiklah kau sungguh-sungguh mematahkan hati rapuh Rey ini, aku pergi," katanya sambil melepaskan genggaman tangan mereka lalu berjalan ke dalam tapi dengan cepat dihalangi Gaea dengan memegang tangannya lagi.

Gaea menatapnya dengan wajah penuh harap, tidak ingin ditinggalkan.

Eryk tersenyum samar, "Jadi?" Yakin Gaea akan menyebut namanya kali ini.

Gaea membuka bibir mungilnya membuat harapan Eryk semakin naik.

Detik demi detik berlalu.

Gaea merapatkan bibirnya lagi, menggelengkan kepalanya, menolak.

Eryk mengembuskan napasnya, "Baiklah, kita kembali ke dalam."

Kenapa juga bersikap kekanakan hanya ingin namanya dipanggil oleh Gaea?

Eryk membimbing Gaea masuk ke dalam kantor Polisi tepatnya, ke ruangan yang disebut 'kamar', Gaea berlari kecil ke dalam. Ia mengembuskan napasnya.

Gaea lebih semangat kembali ke kamar dari pada mengobrol dengannya.

Eryk terkesikap.

Apakah ia baru kecewa dicampakan Gaea?

Eryk segera berjalan menjauhi ruangan tempat Gaea berada, ingin cepat-cepat pulang sebelum otaknya berpikir tidak-tidak. Namun ketika mau keluar diberhentikan oleh suara yang tak asing baginya.

"Eryk, kau sudah mau pulang?" kata salah satu Polisi yang sedang duduk di kursi.

Eryk menoleh lewat bahunya, "Ah, iya, aku mau kembali, Chief Charles," Dan Eryk berharap ayahnya menepati janji membelikan mobil karena sudah menjadi Bodyguard Gaea.

Chief bernama Charles mengangguk, "Bagaimana? Kau bisa membuat Gaea berbicara?"

Eryk menggelengkan kepalanya, "Gaea masih trauma."

"Mungkin kau terlalu memaksa dengan Gaea, Eryk," kata Chief Charles, "kau bisa mencoba besok lagi."

"Tidak!" Eryk menolak keras, "aku takkan mencobanya," lanjutnya, seharian saja cukup, memang menyenangkan bisa bolos sekolah tapi kalau hanya berdiam diri melihat Gaea duduk lebih baik sekolah.

"Kau sudah bicara pada Ayahmu soal ini?" Chief Charles bertanya.

"Aku akan setelah di rumah," sahut Eryk, "hari ini menyenangkan, tetapi bertugas sebagai Bodyguard tidak cocok untukku."

"Baiklah Eryk jika itu keputusanmu, kami akan mencari Bodyguard baru," kata Chief Charles sambil mengulurkan tangannya, "senang bekerja denganmu, Eryk."

Eryk menyambutnya dengan senang hati, "Sama-sama, Chief," katanya, "kalau boleh bertanya, hubungan Ayahku dengan Gaea apa, iya?"

Semenjak ayahnya menawarkan pekerjaan Bodyguard ini, Eryk tak henti-hentinya memikirkan hal tersebut, ia tahu ayahnya orang yang baik hati, mengadopsi Lola dan Alex contoh dari itu. Namun, belum pernah satu kali pun Eryk melihat ayahnya terlibat dengan keluarga ilmuwan.

Ayahnya kan seorang pebisnis.

"Ayahmu dan orang tua Gaea merupakan kerabat dekat, hanya itu yang dapat kami beritahu padamu, Eryk," kata Chief Charles.

Eryk mengerutkan alisnya jengkel, sudah pasti orang-orang akan memperlakukannya seperti anak kecil. Ia sudah dewasa, empat belas tahun! Ia mengembuskan napasnya, bila Polisi tidak mau memberitahu secara rinci, ia akan mencari tahu sendiri, setelah mendapat mobil tentunya, "Aku pulang, iya."

"Hati-hati Eryk."

"Selalu."

***

Flashback Selesai

***

"Eryk?" Gaea memiringkan kepalanya heran dengan keheningan Eryk yang tidak biasanya, "kau baik-baik saja?"

Eryk menggelengkan kepalanya cepat, bisa-bisanya teringat itu, "Aku selalu baik-baik saja, Gaea," katanya dingin menyembunyikan perasaan malunya.

Gaea menyipitkan matanya, "Jadi? Mau tidak?"

"Kau bergurau iya? Mana mau aku, makan yang hanya merusak tubuh indahku," kata Eryk menjauh.

"Ini nikmat loh," kata Gaea. Apakah berdosa sesekali memakan makanan siap saji?

Eryk tidak menghiraukan itu memilih keluar, di mana mobil pribadinya terparkir—di dalam ada Ferdinand duduk di kursi mengemudi, "Aku yang mengemudi."

Ferdinand terkejut, "Kau yakin, Eryk?"

Eryk mengangguk, dan Ferdinand keluar dari mobil untuk bertukar posisi di kursi samping kemudi. Ia masuk ke dalam tanpa menoleh ke Gaea yang berada di luar, dan menjalankan laju mobilnya.

'Aku takkan membiarkan diriku terbawa masa laluku dengan Gaea.'

Eryk membuka kaca mobil agar bisa menghirup udara segar juga menjernihkan pikirannya dari masalahnya.

Sesuatu yang wajar ingat masa lalu jika mereka tinggal bersama, 'kan?

Tinggal bersama dengan cinta pertamanya ....