Chereads / Dendam Cinta / Chapter 7 - Peristiwa Pertama ⚡♥️

Chapter 7 - Peristiwa Pertama ⚡♥️

Novel ini hanya ada di aplikasi WebNovel kalau ada di aplikasi lain berarti dibajak

Saya kasih catatan karena udah banyaknya kasus novel dibajak, dan saya kena, ga dapet royalti

Jadi bagi pembaca belum tahu apa itu aplikasi WebNovel, kalian bisa download aplikasi bertuliskan WebNovel di playstore

Di WebNovel koinnya lebih murah dan ada voucher baca gratis sampai 3 loh

Terima kasih,

Nona_ge

***

Gaea terpaku mendengarnya.

Apakah sudah terlambat berkata maaf?

Tentu saja.

Pertanyaan bodoh macam apa itu? Bom sudah dijatuhkan jadi bersiaplah dengan segala kerusakan.

"Jangan bertingkah seperti aku ini seorang pembunuh," kata Eryk.

Gaea memberanikan diri melirik Eryk.

"Dimana cincin itu?" tanya Eryk tanpa basa-basi.

Gaea terkesikap; cincin? Jadi cincin tersebut milik Eryk bukan Lola? Lalu kenapa bisa ada di jaket kerja Lola? Ada apa dengan Lola dan Eryk?

Gaea hingga saat ini belum menemukan jawaban dari Lola, mereka sibuk mengemas barang dan berbelanja untuk keperluan di kota kelahiran Ava. Ia memang berniat untuk membicarakan hal itu setelah tahun baru, tak ingin merusak kebahagiaan suasana keluarga Ava.

"Gaea," panggil Eryk tidak sabar, "aku membutuhkannya, kau tidak tahu betapa pentingnya cincin itu bagiku."

Gaea segera memutar otaknya, mengingat apa yang terjadi; sesampai di rumah, membereskan pakaian buat persiapan pergi ke Shanghai—"Liburanku!" serunya panik.

"Kita bisa kembali setelah kau mengatakan dimana cincin itu," kata Eryk; siapa yang peduli dengan liburan saat ini? Kepercayaan Aizawa kepadanya sekarang di ujung tanduk.

Gaea memeriksa jam tangan miliknya kemudian keluar jendela; memang benar mereka tidak berada jauh dari bandara. Diingatnya lagi, setelah membereskan pakaian miliknya, membuka bajunya—oh! "Aku meninggalkan cincinnya di keranjang pakaian kotor."

"Apa?" Eryk tidak percaya apa yang baru didengarnya; berlian semahal itu ditaruh di keranjang pakaian kotor? "kita ke apartemen Gaea, Alex."

"Apa!?" seru Gaea, "hey, kembalikan aku ke bandara dulu!" protesnya sudah memberi info soal cincin kenapa malah ikut?

"Kita akan kembali setelah cincin itu," sahut Eryk sama sekali tidak tertarik.

"Ta-tapi ...," Liburannya, uang serta pakaian miliknya berada di dalam kopernya, dan itu ada di bandara! Jarak bandara pesawat juga cukup jauh bila mereka kembali secepat apa pun takkan terkejar, "keluarkan aku dari sini! Kau sudah mendapat informasi kenapa aku harus ikut?"

"Sistem keamanan apartemenmu canggih, aku tidak ingin membuang-buang waktuku membobolnya," jelas Eryk tanpa basa-basi.

Gaea terhenyak; bagaimana bisa Eryk tahu mengenai pintu keamanan apartemennya? Eryk kan belum pernah ke sana, apakah Alex yang memberitahunya? Kendati demikian pun tetap aneh harus mengingat keamanan pintu apartemen miliknya mengingat ia berserta teman-temannya hanyalah karyawan biasa di klub.

Ada sesuatu yang mencurigakan.

Tetapi pertama ..., "Aku tidak peduli dengan waktumu! Aku mau kembali!"

Eryk yang sejak tadi berusaha tenang akhirnya terpancing juga akan suara Gaea yang menjengkelkan, dengan cepat memegang dagu Gaea, mengangkatnya ke atas agar mau menatap dalam matanya yang tajam, "Dengar, memang siapa yang membawa kita ke dalam kekacauan ini? Kau meng-hack laptopku dan mengambil cincin—"

"Aku tidak membobol laptopmu!" seru Gaea; perkataan macam apa itu? Ia keburu pingsan sebelum membuka, bagaimana caranya membobol ketika tidur?

Eryk sudah kehilangan akalnya.

"Iya, dan aku anak kecil ...," sindir Eryk halus, "untuk seorang bartender, kau memiliki nyali yang kuat untuk mengacaukan sistemku."

"Tapi ...," Gaea berusaha meyakinkan, melirik Rainer meminta bantuan tetapi pria itu sama sekali tidak menatapnya, fokus ke depan jalanan dengan ear phone di telinga, "Kau tidak melakukan itu! Untuk apa aku tadi pagi memberitahumu kalau memang aku sendiri yang mencuri cincinmu!?"

Eryk berpikir sejenak; perkataan Gaea tidak sepenuhnya salah, masuk akal, ia juga tidak mempercayainya awalnya, tetapi bukti terlalu kuat mengingat Gaea memiliki cincinnya, "Aku menolak protesmu."

Gaea mengepalkan tangannya di erat, "Kenapa kau tidak percaya? Aku takkan melakukan itu padamu!"

Eryk mulai kehilangan ketertarikan dengan percakapan ini, "Beri aku alasan kenapa aku harus mempercayaimu?"

Gaea seketika terdiam.

'Karena aku mencintaimu.'

Mana mungkin mengatakan itu.

"Lihat?" Eryk menyeringai kecil; bagaimana bisa mempercayai Gaea yang diam seribu bahasa ketika minta bukti kuat? "jadi diamlah, masalah akan lebih mudah."

Darah Gaea benar-benar mendidih; ia benar-benar membenci Eryk dan juga orang yang berani menyalahkan dirinya atas tindakan kriminal yang dilimpahkan padanya.

Kenapa bisa terjerat dalam pusaran kekacauan ini?

Gaea tidak menginginkan ini walaupun mempunyai berdekatan dengan Eryk.

Apa yang dilakukan olehnya sehingga seperti ini? Ini salahnya juga?

Tidak.

Ini bukanlah salahnya, seseorang yang mau membobol data Eryk yang membawanya ke sini. Ia hanya sial sedang berada di ruangan kerja Eryk, siapa dia, Gaea meyakinkan orang itu akan menyesal sudah berurusan dengan dirinya.

Gaea sedikit tenang sekarang, tidak bisa terus menjadi wanita bandel yang melawan bosnya, seburuk apapun Eryk.

Gaea berharap Lola dan Ava tidak marah karena ditinggal di bandara, membiarkan mereka kebingungan akan hubungannya dengan Eryk.

Gaea yakin mereka syok berat, mengingat Lola dan Ava sama sekali tidak berkata apa pun setelah ia menjawab lamaran Eryk, atau yang terlalu terhanyut akan first kiss-nya bersama Eryk hingga tidak mendengar suara kedua sahabatnya—?

Entah.

Gaea yakin akan diinterogasi habis-habisan. Semua barang-barangnya ada di pemeriksaan termasuk ponselnya.

"Kita sudah sampai."

Gaea melirik keluar, dan menaikan sebelah alisnya heran mengetahui mobil Eryk tidak diparkir di tempat parkiran yang disediakan justru berhenti di depan gedung pencakar langit bercat putih itu. Namun menelan mentah-mentah pertanyaannya memilih keluar dari mobil hitam tersebut.

"Kau antar dia Rainer," perintah Eryk datar.

"Tidak," jawab Rainer cepat dengan mata masih tertuju ponsel di tangannya.

"Kenapa?" tanya Eryk heran.

"Bukankah sudah jelas? Aku tidak mau membuat skandal dengan calon istrimu," kata Rainer mengejek, sebelum Eryk menjawab, ia memperlihatkan ponselnya, "lamaranmu itu viral di beberapa media," jelasnya, "selamat iya kalian dinobatkan 'weird couple'."

Eryk mengambil ponsel Rainer dengan kasar, membaca serta menonton video lamarannya; tersadar apa yang sudah diperbuatnya; idenya di luar dugaan menjadi viral, mengejutkan lagi menjadi bahan ejekan serta meme walaupun ada yang mengatakan itu romantis.

Rainer tidak bisa menahan tawanya melihat wajah Eryk yang merengut kesal, diikuti Alex yang sejak tadi diam mendengarkan.

Tidak terima ditertawakan, Eryk pun memukul pelan bahu Rainer dan Alex menggunakan ponsel ditangannya, "Aku tak percaya ini, aku mempersiapkan kata-kata itu selama sebulan hanya untuk dijadikan bahan meme!?"

Dan parahnya Eryk harus memikirkan lagi karena sudah dipakai untuk melamar Gaea.

Sungguh hari yang menyenangkan.

"Aku rasa kau tidak membaca sampai habis?" tanya Rainer, "alasan kau dan Gaea menjadi bahan meme karena ungkapan cinta kalian satu sama lain yang unik," jelasnya tertawa lagi, "umumnya pasangan akan memuji kelebihan satu sama lain, kalian sebaliknya makanya lucu."

"Benar," Alex menyetujui, "maksudku, siapa yang suka sama bau kentut pasangannya?" tanyanya disertai tawa kerasnya sehingga tubuhnya gemetaran.

Rainer ikut tertawa mengingatnya.

"Oh ...," Eryk mengerti sekarang, "dia yang memulai duluan, apa yang akan kau lakukan jika berada di posisiku?" matanya melirik Gaea yang masih berdiri di luar, "wanita satu ini membuatku gila."

"Aku rasa Gaea mengeluarkan sisi terbaikmu," kata Rainer jujur.

Sisi terbaiknya? Menjadi pria yang pemarah dan tidak sabaran? "Iya, kau benar," kata Eryk sambil memutar bola matanya, "Keluar sana Rainer."

Sudah cukup Eryk menjadi bahan tertawaan.

"Tidak," Rainer tetap menolak malahan memasang ear phone sebagai bentuk tak peduli.

Eryk yang sudah lelah bertengkar, keluar dari mobil, berpikir siapa bos di sini.

"Aku bisa sendiri," kata Gaea.

"Sudah tunjukan saja apartemen mu," kata Eryk dingin. Bisakah Gaea tak memprotes? Tidak lelah kenapa wanita itu mengajaknya bertengkar?

Kenapa pula Gaea begitu membencinya?

Gaea tanpa menjawab, melangkah ke dalam apartemen, dan memasuki lift diikuti Eryk.

Tidak ada yang mau membuka percakapan baik dari Gae mau pun Eryk, mata mereka fokus ke depan.

Gaea sendiri merasa suasana hening ini terasa aneh di antara mereka, mungkin karena sering bertengkar jadi ada yang kurang padahal sebelum kejadian ini, ia mengagumi sifat 'silent' Eryk.

Mungkin Gaea bisa membuka percakapan?

"Um ... soal di bandara—"

"Tidak," Eryk langsung memotong pembicaraan, "kita berbicara soal itu nanti."

"Oh," Nanti? Entahlah apa bisa nanti, "iya."

Suasana kembali hening lagi memenuhi ruangan sehingga suara pintu lift terbuka yang memecah keheningan mereka.

Gaea keluar sambil melirik setiap pintu apartemen, menghitung nomor yang ada di pintu tersebut.

Eryk yang melihatnya menyeringai kecil, "Bagaimana bisa ada orang yang tidak ingat nomor apartemennya?"

Gaea memutar bola matanya; ini karena Eryk menyuruhnya diam jadi dilakukannya supaya tidak bosan. Tak memperdulikan, mengecek nomor pintu lagi sampai di nomor 70 langkah kakinya terhenti. Ia melirik Eryk dari balik bahunya, "Bisakah menjauh?"

Eryk tidak menjawab namun menurut, menghargai privasi Gaea.

Gaea sedikit mengukir senyum melihatnya, lalu membuka penutup pelindung kemanan, menempelkan jari jempolnya di sensor dan setelah 'pass', keamanan kedua yaitu kode sandi kemanan, menekan tombol lagi hingga berbunyi 'pass'.

Eryk yang memperhatikan secara diam-diam merasa puas melihat Gaea membuka pintu dengan beberapa keamanan. Sepertinya ada yang ditraktir karena menuruti kemauannya.

Lola memang yang terbaik.

Gaea mencari kunci di saku jaketnya, dan mengembuskan napas lega mengetahui kunci tersebut masih ada, tidak ditaruh bersama barang lainnya saat cek di bandara. Kemudian membuka pintunya dan ... membeku di tempatnya berdiri seketika itu juga melihat sesuatu yang tidak lazim.

Eryk melihat ada sesuatu yang tidak beres dari Gaea, berjalan mendekat, "Apa yang—" matanya terbelalak melihat dalam kamar apartemen—seseorang ada di dalam tengah mengacungkan pistol tepat di depan Gaea, dengan sigap melompat melindungi Gaea, memeluk tubuh wanita itu hingga mereka jatuh di lantai.

Suara letusan tembakan teredam terdengar satu kali bersamaan dengan Eryk dan Gaea jatuh ke lantai, setelahnya, orang misterius tersebut berlari ke luar dengan cepat sekali.

Eryk yang melihatnya berusaha menangkap kaki orang itu tetapi gagal karena terlalu jauh, tidak mau kelolosan, ia pun berusaha bangun, "Hey!" teriaknya, matanya melirik Gaea yang bergetar ketakutan di bawahnya merasa iba ingin menenangkan, tetapi prioritas utamanya saat ini menangkap orang misterius tadi.

Eryk berusaha mengejar, sayangnya gagal karena pintunya lifnya keburu tertutup, "Sial," umpatnya memukul pintu tersebut frustrasi.

Ia gagal, namun satu hal yang pasti, sosok misterius itu adalah lelaki setelah dilihat dari struktur tubuh serta sepatu pantofel hitam yang dikenakan sosok tersebut.

Eryk mengambil ponsel di saku jaketnya, menekan tombol 'call' lalu menempelkan di telinganya.

[Halo?]

"Rainer! Aku ingin kau menangkap siapa saja yang keluar di pintu lift," perintah Eryk melirik monitor layar berwarna hitam kecil di atas lift yang menunjukan angka serta tanda panah ke bawah, "Sial! Dia turun ke ruang parkir lantai bawah."

[Apa maksudmu, Eryk?] tanya Rainer kebingungan di seberang telepon.

"Kamar Gaea dibobol, dan orang itu berusaha menembak Gaea tetapi meleset. Sekarang dia lari dengan pecundangnya," jelas Eryk kesal.

[Apa kau pikir itu Kervyn?] tanya Rainer.

"Aku tidak bisa berasumsi sekecil itu," kata Eryk; penyerangan ini terlalu random belum mengecek sekelilingnya juga, "sudahlah, kau cepat bawa perlindungan dan kejar dia!"

[Aku sedang melakukannya.]

Eryk langsung mematikan panggilan tersebut setelah mendengar jawaban dari Rainer; matanya melirik Gaea yang terduduk di lantai, masih syok akan kejadian tadi. Ia menghela napas, berjongkok di depan Gaea, "Semuanya akan baik-baik saja, Rainer dan Alex sedang menanganinya," katanya selembut mungkin berusaha menenangkan.

Gaea mengangkat kepalanya, menatap dalam Eryk seakan berkata: sungguh?

Eryk mengerti dan mengangguk.

Gaea mengembuskan napasnya lega.

Kenapa ada yang membobol kamarnya? Ia tidak memiliki barang-barang berharga.

Kecuali ....

Pemikiran Gaea terputus ketika tangan Eryk melingkari tubuhnya, dan mengangkatnya seakan tubuhnya itu seringan bulu, dengan cepat rona merah muncul di pipinya, "Aku tidak memerlukan ini," protesnya lemah.

Eryk tidak memperdulikan protes Gaea justru mengeratkan pegangan tangannya di tubuh wanita itu agar tidak terjatuh barulah masuk ke dalam apartemen dan mendudukan Gaea di sofa, "Semua aman," katanya menatap dalam mata Gaea yang indah itu, "aku akan memeriksa dulu, iya?" pintanya lembut.

Gaea ragu sesaat, "Di sini, 'kan?" tanyanya ragu tidak mau ditinggalkan apalagi di apartemen yang baru saja dibobol.

Eryk mengangguk sekali.

"Baiklah," gumam Gaea pelan mana mungkin menolak permintaan Eryk yang lembut itu.

Ini demi keselamatan dirinya juga.

Eryk mengukir senyum yang samar bahkan memberikan tepukan pelan di kepala Gaea, menenangkan sekali lagi, sebelum kembali menegakan tubuhnya.

Wajah Eryk seketika berubah serius memperhatikan sekeliling isi apartemen.

'Sekarang kita mulai investigasinya.'

Eryk memulai dengan mengecek keluar apartemen, mengecek keamanan pintu, mengejutkan tidak ada tanda kerusakan.

Gaea tadi juga melakukan pengecekan keamanan kamar, tidak ada yang salah dengan itu tadi.

Eryk mengecek lubang kunci pintu, dan lagi, tidak ditemukan bekas kalau pintu itu telah dibobol. Matanya menerawang ke depan.

Pembobolan ini terlalu rapih untuk seorang amatiran.

Eryk kembali ke dalam, "Aku tahu ini bukan sesuatu yang tetap karena kau masih syok," katanya, "tapi bisakah kau memeriksa apa ada yang berubah atau hilang?"

Gaea sejenak ragu, sebelum akhirnya bangkit berdiri, kakinya masih bergetar tetapi tidak separah tadi, dan mungkin dengan bergerak akan hilang, "Iya."

"Aku tahu kau wanita kuat," kata Eryk, lalu kembali keluar memeriksa arah tembakan tadi, mengukur dengan tinggi badannya, "Aneh." Arah tembakan itu berjarak jauh di atas kepalanya.

Eryk yakin pistol itu mengarah ke dada Gaea makanya tadi melompat melindungi karena di balik kemejanya terdapat baju anti peluru, tetapi setelah melihat jarak peluru itu meleset jauh membuatnya bertanya-tanya.

Apakah direncanakan ataukah panik tidak menyangka akan ada dirinya jadi tembakan tersebut meleset?

Eryk juga tadi melihat ujung pistolnya memakai peredam sehingga tidak menimbulkan suara yang keras saat ditembakan.

Berbicara suara.

Eryk melirik ke kiri dan ke kanan, bertanya-tanya lagi.

Sepi.

Kemana para penghuni apartemen di sebelah Gaea?

Pembobolan ini terlalu aneh dan mencurigakan.

Mata Eryk melebar, apakah pembobol itu mengincar cincin miliknya? Tetapi kenapa? Tidak ada yang tahu soal cincin itu berada di tangan Gaea kecuali Rainer dan Alex, atau ....

"Eryk," panggil Gaea.

"Huh?" Eryk tersadar dari lamunannya, "ada apa?"

Gaea ragu sesaat, "Semuanya baik-baik saja," katanya semangat.

"Apa?"

"Tidak ada barang berharga yang hilang kok!" kata Gaea, "cincinmu juga ada kok," lanjutnya memamerkan cincin bermahkotakan berlian pink di tangannya.

Mata Eryk menyipit justru semakin mencurigakan. Tanpa mengatakan apa-apa diambilnya cincin miliknya, mengerutkan dahi mengetahui cincin itu ditutupi dengan sapu tangan. Memang gerakan yang bagus agar tidak menimbulkan gores namun Gaea bisa memasukannya ke dalam box atau apa pun.

"Tapi ada satu hal yang aneh," kata Gaea.

Eryk berhenti memasukan cincin ke dalam box merah di tangannya.

"Kartu identitas pelajarku hilang."