Chereads / Dendam Cinta / Chapter 5 - Belanja ⚡♥️

Chapter 5 - Belanja ⚡♥️

Novel ini hanya ada di aplikasi WebNovel kalau ada di aplikasi lain berarti dibajak

Saya kasih catatan karena udah banyaknya kasus novel dibajak, dan saya kena, ga dapet royalti

Jadi bagi pembaca belum tahu apa itu aplikasi WebNovel, kalian bisa download aplikasi bertuliskan WebNovel di playstore

Di WebNovel koinnya lebih murah dan ada voucher baca gratis sampai 3 loh

Terima kasih,

Nona_ge

***

Gaea sudah sampai di pintu apartemen miliknya, matanya ngantuk berat, tapi takut masuk ke dalam yakin Lola dan Ava cemas sekali setelah mengecek ponsel begitu banyak panggilan dari kedua sahabatnya.

'Dasar, obat bius.'

Kemarin benar-benar kejadian terburuk yang dialaminya setelah menulis tugas semester terakhirnya.

Menjadi penari seksi, lalu dibius, besoknya diancam oleh bosnya tidak menceritakan kejadian kepada siapa pun.

Bisakah harinya ini menjadi lebih buruk ...?

Gaea mengembuskan napasnya; tidak ada yang patut untuk dipikirkan, yang sudah terjadi biarlah terjadi, nasi sudah menjadi bubur, namun satu hal yang pasti dari masalah ini yaitu mencari pekerjaan baru adalah pilihan terbaik.

Gaea tahu Eryk tidak berkata apa-apa soal pekerjaan hanya menyuruhnya pulang, namun merasa rahasia Eryk lebih dalam dari yang dikiranya jadi tidak mau terlibat lebih jauh. Ia akan merindukan wajah tampan bosnya itu—matanya berputar; merindukan? Pria sombong seperti itu mana mungkin dirindukan!

Gambaran Eryk yang seorang pendiam dan manis telah hancur juga semalam, Eryk tak lebih dari lelaki yang mencintai diri sendiri.

Dan sekarang pun Eryk tidak pantas menghabiskan waktunya, Gaea mengembuskan napas lagi, barulah dengan perlahan memutar kenop pintu hati-hati, meredam suara pintu agar tak terlalu bersuara keras, berharap kedua sahabatnya masih tertidur, mengingat sekarang jam sembilan pagi, namun harapannya sirna ketika matanya melihat Lola dan Ava berdiri tidak jauh darinya sambil melipat tangan mereka, ekspresi wajah mereka juga sama yaitu berkerut kesal.

Nampaknya Dewi Fortuna tidak sedang berpihak padanya.

"Kau dari mana saja?" tanya Ava jengkel.

"Apa kau tahu gunanya ponsel, woman?" Kali ini Lola yang bertanya.

Tentu saja mereka masih marah, apa yang diharapkan olehnya? Pelukan?

Ini salahnya juga tidak hati-hati.

Gaea bimbang apakah harus jujur atau berbohong, tadi memang ia berkata dengan berani bak singa bahwa tak ada yang bisa memerintahnya. Di sisi lain mengetahui ucapan Eryk mengintimidasi menunjukan tidak bermain-main mengecilkan nyalinya untuk jujur.

"Halo~" Lola melambai-lambaikan tangan di depan wajah Gaea, "aku menunggu," katanya, "apa kau begitu bersenang-senang melihat lelaki-lelaki tampan di ruang VIP?"

Mendengar kata bersenang-senang, membangkitkan memori Gaea seutuhnya mengubah alisnya mengkerut jengkel.

Bagaimana bisa Lola bersikap polos sementara menyembunyikan rahasia besar darinya? Sahabat macam apa yang seperti itu? Meski itu demi dirinya tetap saja salah.

Gaea menemukan alasan untuk mengalihkan pembicaraan mereka, "Iya, aku begitu bersenang-senang," katanya dengan seringai kecil di bibirnya, "maksudnya kenapa tidak? Orang yang menyewa ku, Bos Eryk."

Iris biru Lola membulat, tak menyangka, "Eryk?"

Gaea mengangguk sebagai jawaban, mengamati setiap gerakan Lola yang memegangi lengan sebuah tanda kebiasaan yang dilakukan ketika gugup menandakan ucapannya benar. Ia berusaha untuk tidak terdengar kecewa, "Sudah puas? Aku mau tidur."

"Kau mau tidur jam segini?" tanya Ava tidak percaya. Sehebat itu kah menari di depan Eryk? Otaknya berpikir-pikir apakah Gaea mendapat tip besar.

"Aku lelah," kata Gaea.

"Aku benci mengatakan ini, tapi kita harus berbelanja," kata Ava.

Belanja? Gaea sedang tidak mood, "Ada Lola."

"Sepertinya kau lupa, iya," kata Ava; yikes, pengaruh Eryk sungguh-sungguh membuat Gaea menjadi pelupa, sehebat apa memang? "kita mau ke Shanghai sore ini."

Hening ....

"Aaahhh ...!!!"

Gaea lupa.

***

Setelah diberitahu, Gaea buru-buru membereskan perlengkapan miliknya dari pakaian hingga perlengkapan untuk mandi.

Gaea tidak percaya akan ke Shanghai, sejak kecil selalu mengira takkan bisa berpergian keluar negeri sebelum mendapat pekerjaan yang menjanjikan. Ia begitu berterima kasih akan kebaikan kedua orang tua Ava memberi tiket gratis ke Shanghai.

Gaea awalnya menolak karena tidak enak hati dan juga tak mau dianggap berteman dengan Ava karena dari keluarga yang kaya raya, tapi Ava terus membujuknya serta Lola agar mau sekaligus merayakan tahun baru Cina di sana.

Ia dan Lola akhirnya luluh karena tidak tahan dengan 'puppy eyes' Ava yang dahsyat.

Meskipun setuju, Gaea dan Lola memberikan syarat jika uang jajan atau yang lain mereka yang menanggung sendiri, mengingat tiket cukup mahal walaupun sedang diskon.

Tentu Ava menolak beberapa kali meski akhirnya mau juga.

Setelah memastikan semuanya perlengkapan beres, tidak ada satu pun yang tertinggal, mereka pergi keluar membeli pakaian untuk Ava dan Lola sementara Gaea cuma menemani.

Gaea tidak memiliki alasan untuk membeli baju baru dan berbelanja mungkin bisa membuatnya mengalihkan pikirannya akan kenyataan bahwa Eryk bukanlah 'cool'.

"Lihat."

Gaea mengangkat kepalanya sedikit, dan ternganga melihat Lola mengenakan gaun hitam panjang selutut, yang membuatnya ternganga bukan karena betapa indahnya ataupun glitter di gaunnya tapi belahan dada Lola yang terlihat dari belahan berbentuk V gaun tersebut.

"Bagaimana?" tanya Lola sambil memutar tubuh riang memberikan pandangan untuk kedua sahabatnya.

"Bagus ...," kata Gaea.

Ava menyetujui dengan mengangguk-anggukan kepalanya.

"Wajahmu tidak berkata begitu," kata Lola.

"Aku jujur kok," kata Gaea, "aku hanya tidak terlalu suka karena begitu terbuka."

Lola memutar bola matanya; tipikal Gaea, lebih suka pakaian yang elegan, berbeda dengannya yang seksi, "Aku mau mencoba yang lain," katanya kembali menarik tirai pintu ruang ganti.

"Dear God," Lola masih mau mencoba yang lain? Hanya mencari bajunya saja sampai dua jam, apakah sudah Lola lupa jika mereka akan berangkat dua jam lagi? Mengenal Lola yang begitu gila shopping, Gaea memutuskan tidak memprotes hanya lelah duduk di ruang ganti, selama berkeliling di Mall tidak ada baju atau apapun yang menarik perhatian matanya. Ia bangkit berdiri, "Kalau begitu aku mau membeli minum," katanya, "kalian mau?"

"Aku baik-baik saja." Ava menolak.

Gaea mengerti dan berjalan pergi keluar, melangkah mencari minuman favoritnya, sesekali matanya melirik toko di sisinya; semua toko berhiaskan tema natal sebab malam ini christmas eve, bahkan lantunan lagu di Mall adalah all I want for christmas is you.

Gaea akhirnya tiba di tempat penjual minuman favoritnya, dan beruntung baginya kali ini tidak sedang antre panjang. Mungkin ini luck karena patah hati semalam.

Tidak butuh waktu yang lama, Gaea sampai di kasir memesan green tea baru setelahnya mengeluarkan beberapa lembaran uang dari dompetnya barulah memberikannya kepada petugas kasir.

Sambil menunggu pesanan miliknya dibuat, matanya berkelana menyusuri gedung, dan di saat itu juga matanya tanpa sengaja menangkap sesuatu yang tidak biasa di area kerumunan orang yang lalu lalang.

'Mataku tidak salah? Atau memang benar itu Rainer?'

Gaea tidak yakin sebab Rainer tidak menyapanya meskipun mata mereka bertemu hanya sedetik.

"Ini."

"Oh," Gaea tersadar, ternyata pesanan green tea miliknya sudah jadi, dengan sigap diambilnya dan berjalan ke arah terakhir kali melihat sosok Rainer, dan tidak butuh waktu yang cukup lama menemukan Rainer sedang memasuki toko musik? Tanpa disadarinya langkah kakinya kecilnya ikut memasuki toko tersebut.

Berbeda dari toko yang lain, toko musik tidak terlalu ramai hanya ada beberapa orang saja.

Gaea dengan mudah menemukan sosok Rainer yang memiliki tinggi mencolok di antara pengunjung lain, memilih kaset di bagian lagu-lagu klasik.

Gaea terkejut mengetahuinya, mengira Rainer lebih suka genre rock dilihat style pakaiannya kebanyakan berwarna gelap.

Ingatkan dirinya jangan menilai buku hanya dari sampulnya saja.

Gaea melihat Rainer bergerak lagi ke rak musik yang lain ingin mengikuti namun tersadar rasa penasaran menjadikannya seperti stalker.

'Aku menyedihkan.'

Gaea akhirnya menyerah, memilih tidak ingin mengganggu Rainer ditambah pria itu belum melihatnya jadi tinggal berbalik badan dan pergi—"Aduh ...," Wajahnya tanpa sengaja menabrak tubuh seseorang ketika berbalik. Dielusnya hidungnya yang paling merasakan sakitnya, "maafkan aku."

Orang yang menabrak Gaea mengeluarkan tawa kecil.

'Suara itu ....'

Gaea mengenali suara berat itu, suara tawa yang membuatnya semalam terpana, kepalanya menengadahkan takut-takut—dan disambut senyum kecil ketika mata mereka akhirnya bertemu, ternyata benar Rainer.

Memalukan.

"Mencari aku?" tanya Rainer.

Gaea salah tingkah mendengarnya, "Siapa yang mencarimu?" tanyanya dingin namun pipinya merona merah hebat.

"Aku tidak tahu," sahut Rainer bertopang dagu, berpikir, "aku hanya melihat seorang wanita mengikutiku dari toko minuman," lanjutnya jahil.

Pipi Gaea semakin memerah jadi benar dugannya Rainer menyadarinya sejak di toko minuman, "Kau mempermainkan aku? Kau tahu aku di sana tapi tidak menyapa, kau ingin aku yang mengikutimu?"

"Aku tidak mengatakan itu," kata Rainer.

Gaea mengambil napas. Sekarang merasa bersalah, tidak seharusnya melampiaskan kesalnya karena tertangkap membuntuti, "Maaf."

"Tak apa," kata Rainer.

Gaea bersyukur Rainer orang yang pemaaf, rasanya cukup mempermalukan dirinya lebih baik kembali ke teman-temannya, "Jika kau sibuk—"

"Kau mau membeli kaset atau mendengarkan lagu?" Rainer memotong pembicaraan.

"Um ...," haruskah menjawab tidak keduanya? Bukankah jelas percakapan mereka kalau ia hanya mengikuti? Atau ... atau ... Rainer tidak mau berpisah—? Ingin ditemani—?

Degup jantung Gaea dengan anehnya berdegup lebih kencang.

"Aku juga baru-baru ini menyukai musik," kata Rainer, "Ferdinand yang memberi kaset-kaset klasik padaku. Aku suka sekali dengan karya Beethoven jadi aku mencarinya."

Gaea ternganga. Ia memang bukanlah ahli musik tetapi lagu sekelas Beethoven di rak musik sekarang? Tidak menyangka Rainer pria klasik mengingat pekerjaan pria itu seorang Hacker, "Takkan ada kaset itu di sini, Rainer," katanya sehati-hati mungkin agar tak mengecewakan pria malang tersebut.

"Oh ...," jawaban Rainer singkat akan tetapi Gaea bisa merasakan nada kesedihan di kata-kata itu.

Jika saja bisa menghibur Rainer, namun Gaea tidak bisa dilakukannya, mereka belum dekat, "Kalau begitu—" kata-katanya terhenti ketika Rainer memegang tangannya, dengan aneh degup jantungnya naik lagi, "A-apa?" Kenapa jadi terbata-bata begini?

"Kalau begitu kau bisa merekomendasikan lagu padaku?" tanya Rainer.

Mata Gaea terbelalak; merekomendasikan? Ia juga tidak tahu soal musik klasik! "Eh—!" Sebelum sempat protes, Rainer menariknya menuju rak musik klasik, "Tapi ...," Ia mencoba memberikan penjelasan.

"Kita bisa mencari bersama," kata Rainer.

Gaea tertawa kikuk.

'Jangan putuskan seenaknya dong!'

Gaea menatap deretan kaset-kaset yang bertumpuk miring gugup, kepalanya terasa pusing hanya melihat saja.

'Musik apa yang harus aku berikan?'

Gaea melirik Rainer, pria itu begitu serius mengecek satu demi satu kaset. Ia tidak bisa berhenti kagum akan mode serius Rainer yang terlihat semakin menarik bahkan yakin Rainer pengunjung paling menarik di toko ini.

Semenjak Rainer masuk ke toko, ada beberapa wanita masuk ke dalam toko, sekedar mengagumi bahkan berusaha meminta nomor ponsel pria itu.

Cara Rainer menolak para wanita itu pun patut diacungi jempol, begitu gentle sungguh berbeda dari Eryk.

Eryk dan Rainer ... bagaimana bisa mereka berteman dengan sifat yang berbeda jauh seperti itu?

Mata mereka bertemu karena Gaea terlalu lama memandang, Rainer mengulas senyum yang membuat Gaea salah tingkah ketahuan menatap diam-diam.

'Fokus!'

Tanpa berpikir jauh, Gaea mulai menggerakan jemarinya menelusuri kaset demi kaset, matanya benar-benar fokus memastikan tidak ada yang terlewat satu pun, "Oh," Terlalu fokus tanpa sadar bahu kirinya bertabrakan dengan bahu kanan Rainer, "maaf, iya. Hahaha ...."

Rainer tidak mengatakan apa-apa.

Gaea merasa aneh tertawa sendiri jadi berhenti tertawa—dan akhirnya menyadari betapa dekat wajah mereka berdua, matanya terpaku pada mata Rainer.

Jarak mereka yang dekat juga membuat Gaea bisa melihat lebih jelas wajah Rainer; bibir yang kecil, hidung yang mancung, serta tidak lupa tahi lalat kecil di pelipis kanan Rainer yang anehnya disukainya.

"Aww ...," Gaea merintih merasakan sesuatu mengetuk pelan keningnya, yang ternyata ulah Rainer, "kenapa kau melakukannya, sih?"

Rainer mulai mengecek lagi, "Aku menyelamatkanmu dari perasaan memalukan."

Gaea menggembungkan pipinya.

Apa maksudnya? Ia tidak mengerti.

Sambil menggerutu Gaea kembali mencari sambil mengelus keningnya, dan seketika itu juga matanya menangkap sesuatu yang menarik perhatiannya.

Benjamin Grosvenor.

Yang menarik perhatiannya adalah judulnya 'Chopin Piano Concertos'.

Bibir Gaea mengulas senyum lebar, "Aku menemukannya!" serunya riang.

Rainer menghampiri, "Sungguh?"

Gaea mengangguk, menunjukan kaset album di tangannya penuh rasa bangga, "Memang bukan aslinya tetapi ini mengambil lagu dari Chopin, aku yakin pasti bagus."

Rainer tanpa ragu mengambil kaset tersebut dari tangan Gaea.

Gaea mengembuskan napas lega.

'Akhirnya penderitaan ini berakhir.'

Gaea sungguh lega, sungguh, hanya mengikuti Rainer dari belakang membayar kaset tersebut, matanya terbelalak melihat harga kaset tersebut, dan lagi dengan tenangnya Rainer menyerahkan uang itu.

Uang tadi cukup untuk membeli makan selama tiga hari.

Setelah membayar, Gaea dan Rainer keluar dari toko musik.

"Terima kasih, Gaea," kata Rainer dengan senyum kecil di bibirnya.

Gaea ikut membalas tersenyum.

Rainer mengambil sesuatu di dalam kantong plastik yang dibawanya, mengulurkannya pada Gaea, "Ini."

Gaea melihatnya.

Itu adalah kaset yang dicari mereka tadi.

"Anggap saja sebagai tanda pertemanan kita," kata Rainer.

Teman.

Gaea dengan senang hati menerimanya; tanda pertemanan dengan Rainer, hatinya merasa hangat, bahagia memiliki teman baru, "Aku akan menjaganya dengan baik," katanya sambil memeluk kaset tersebut di dadanya.

"Aku juga," kata Rainer.

Mereka berdua tertawa bersama.

Bisa melihat Rainer tertawa lepas seperti itu semua rasa frustrasi Gaea entah kenapa hilang atau mungkin karena ia juga tertawa membuang perasaan tersebut? Entahlah.

Suara dering ponsel menghentikan tawa mereka berdua.

Rainer mengecek ponselnya; email dari Eryk. Ia tidak membacanya, "Kurasa cukup sampai sini, tugas menunggu."

Gaea melambaikan tangannya, "Bye."

"Bye."

***

Gaea melepas ear phone di telinganya ketika mereka sampai di bandara, kemudian keluar dari mobil taksi dan mulai berjalan ke dalam bandara.

"Kau begitu fokus dengan pemberian Rainer sampai lupa kopermu," goda Lola.

"Gaea, jatuh cinta. Aku bangga sebagai Ibu," Ava tidak turut absen menggoda meski hati kecilnya sedikit terluka mengetahui kaset itu dari Rainer.

Sejak pagi Gaea bad mood, Lola dan Ava mencoba menghibur dengan mengajak belanja baju namun belum berhasil, baru setelah pertemuan tanpa sengaja di Mall dengan Rainer membuat senyum di bibir Gaea tidak hilang-hilang.

Lola dan Ava tentu senang, dan juga ada bahan untuk menggoda Gaea.

Gaea berhenti melangkah; benar kopernya, sambil menahan malu berbalik mengambil kopernya, barulah masuk ke dalam bandara tak memperdulikan godaan sahabatnya.

Sudah cukup dari Mall hingga apartemen  digoda habis-habisan kalau bukan karena ancaman ia takkan pergi, mungkin Lola dan Ava belum berhenti.

Lola dan Ava mengikuti Gaea dari samping, tidak ada yang mereka bicarakan kecuali betapa antusiasnya mereka akan merayakan malam tahun baru serta natal bersama di Shanghai.

Mereka tiba di bagian pemeriksaan, dan meletakan koper mereka di conveyor belt berjalan di samping mereka, melakukan pemeriksaan tubuh.

Lola dan Ava sudah selesai diperiksa giliran Gaea.

Gaea membuka jaket pink muda di tubuhnya meletakan jaketnya di conveyor pada saat itu juga terdengar suara yang dikenalnya.

"Tunggu!"

Gaea menoleh dan terkejut bukan main mengetahui itu Eryk, namun teringat kejadian tadi pagi mulai jengkel lagi, "Apa maumu?" tanyanya ketus.

Eryk mengembuskan napasnya, dengan lantang berkata, "Aku ingin kau tetap di sini."

***

*stalker : penguntit