Chereads / Dendam Cinta / Chapter 2 - Menyamar ⚡♥️

Chapter 2 - Menyamar ⚡♥️

Novel ini hanya ada di aplikasi WebNovel kalau ada di aplikasi lain berarti dibajak

Saya kasih catatan karena udah banyaknya kasus novel dibajak, dan saya kena, ga dapet royalti

Jadi bagi pembaca belum tahu apa itu aplikasi WebNovel, kalian bisa download aplikasi bertuliskan WebNovel di playstore

Di WebNovel koinnya lebih murah dan ada voucher baca gratis sampai 3 loh

Terima kasih,

Nona_ge

***

"Bagaimana apanya?"

"Kau menggantikan Lola," kata Ava dengan polosnya.

"Tunggu sebentar," kata Gaea, "kau ingin aku menari menggantikan Lola?" tanyanya tak percaya.

Ava mengangguk masih dengan kepolosannya.

"Kau gila, iya!?" seru Gaea, "Ferdinand akan langsung tahu kalau itu aku!"

Ava menggelengkan kepala, "Tidak jika kau memakai wig."

"Wig!?"

"Aku pikir itu ide yang bagus," Lola menyetujui ide Ava, memang terdengar gila namun mereka tidak ada pilihan lain, "tolonglah aku kali ini, Ge," pintanya memelas.

Gaea tidak bergeming sama sekali, "Kenapa harus aku? Kenapa tidak kau saja Ava?" tanyanya, itu kan bukan idenya, untuk apa mengambil risiko sebesar itu?

"Aku mau tetapi aku kan baru hari ini masuk jadi tidak bisa karena mau mengurus ID card-ku," sahut Ava, lagi pula tinggi mereka jauh berbeda; Lola 178 cm sementara dirinya 168 cm.

Ava ada benarnya, dan lagi ialah yang paling mendekati tubuh Lola dari segala hal, hanya ada satu hal yang beda, "Tapi dadaku ...," kata Gaea merona merah; satu hal berbeda yang selalu membuatnya cemburu yaitu dada Lola yang lebih besar.

"Kau tahu kan kekuatan busa," kata Lola ambil memutar bola matanya, "lagi pula, dadamu kan tak jauh berbeda denganku,"—kenapa menjadi permasalahan? Apakah Gaea menganggap itu sebagai saingan? Bahkan soal tubuh sekalipun? Konyol, "Gaea, kau paling cocok, dan kau tahu risikonya jika membuat pelanggan menunggu lama, 'kan?"

Gaea terkesikap; tentu mengetahuinya namun menari seksi dihadapan pria asing tetap membuatnya malu, "Aku tidak bisa menari!"

"Bullshit," kata Lola memutar bola matanya, "kalau kau tidak mau katakan saja," lanjutnya, "selamat tinggal pekerjaanku ...," Isaknya sedih yang dibuat-buat.

Gaea menepuk keningnya.

Mulai lagi Lola dengan sisi sensitifnya atau bisa dibilang terlalu mendramatisir sesuatu.

Serius.

Kenapa Lola pandai sekali berakting hingga sulit membedakan mana yang asli dan yang palsu? Dan membuatnya merasa bersalah sekali.

Gaea menepuk keningnya, "Baiklah," katanya mengalah.

"Kau memang sahabat terbaik!" kata Lola dengan senyum semanis mungkin, "I love you so much!"

Gaea mulai jijik dan jangan lupakan Lola seorang yang pintar membual, "Berikan aku wig-mu."

Senyum Lola semakin melebar, menyodorkan kunci kecil perak pada Ava, "Bisa tolong ambilkan Ava~?"

Ava mengangguk, dan membuka loker Lola.

Gaea memutar bola matanya lagi, terkadang berpikir apakah Lola terlalu pintar memanipulasi orang-orang untuk menuruti kata-katanya.

"Ini."

"Terima kasih," Gaea menerimanya dengan senang hati.

Gaea sedikit syok melihat Lola sampai membawa hair net segala ke klub, "Kau merencanakan ini, iya?"

"Mana mungkin," kata Lola jengkel; buat apa merencanakan ini? Sampai harus jatuh hanya ingin melihat Gaea berpenampilan seperti dirinya? "cepat sini!"

"Ugh," Gaea menggerutu namun menurut, duduk di samping sahabatnya membiarkan Lola mengerjakan 'magic' pada rambut pendek sebahu cokelatnya.

"Hm~hm~hm~" Lola bersenandung sambil memakaikan hair net di kepala Gaea; memang benar kata orang, ada hikmah dibalik setiap musibah. Setelah pasti terpasang sempurna, ke langkah selanjutnya memasang wig dan memakai penjepit di setiap sisinya, "Selesai! Memang kencang tetapi jangan sampai kau mengibas-ngibaskan rambutmu, oke?"

Gaea memutar bola matanya, "Kenapa aku harus melakukannya?"—dan kemana juga rintihan sakit itu!?

Lola menyingkirkan helaian rambut hitamnya penuh percaya diri ke balik telinganya, "Kali saja kau akan menyukai pelanggan ini, Ge."

Oke, itu mulai kelewatan, "Mana mungkin!" sanggah Gaea. Ia mencintai lelaki lain meskipun hanya bertepuk sebelah tangan.

Lola memutar bola matanya, "Ayolah, seperti kata pepatah, masih banyak ikan di lautan! Kau tidak bisa berpaku hanya pada Eryk," katanya, "meski kuakui Eryk memang 'daddy material', tetap saja perasaan dia padamu berbeda."

Gaea tidak bisa membantahnya; bagaimana bisa? Itulah faktanya; ia tidak menghiraukan, memilih membuka bajunya menyisakan pakaian dalamnya yang terasa tidak nyaman seakan dirinya telanjang.

"Ge, jangan menutup dirimu, iya?" kata Lola lembut; terkadang cemas akan Gaea yang terlalu cinta pada Eryk hingga menolak lelaki lain selama ini, meski Gaea selalu beralasan jika para lelaki itu bukan tipenya, tetap saja.

"Aku mencoba," Gaea menyahut setengah hati, memakai jaket panjang untuk menutupi tubuhnya.

"Aku serius!"

Gaea memilih tidak menghiraukan ucapan sahabatnya lagi, berjalan keluar menuju lantai atas sambil memakai topeng matanya; mata hijaunya mulai mencari sosok Ferdinand, lantai atas jauh lebih luas dari lantai bawah, ada kasino khusus orang-orang kaya atau yang memiliki bisnis dengan Eryk selalu di sini dan ada bar yang lebih besar dari bar yang di lantai bawah membuatnya berharap bisa bekerja di sana namun ia masih belum lama hanya yang berpengalaman yang dapat bekerja di lantai atas.

Gaea melirik ke dalam kasino, iseng mencari Ferdinand mungkin berada di sana; bibirnya tidak bisa berhenti berdecak kagum melihat begitu banyak uang di meja kartu, para pelayan di sini pun jauh lebih seksi, jika di lantai bawah hanya mengenakan rok mini, di sini hanya mengenakan kostum 'sexy bunny' dan tak lupa stocking hitam serta dasi kupu-kupu yang memberikan kesan nakal.

Mata Gaea mengerjap; apa yang dilakukannya? Tidak seharusnya ia di sini! Kembali ke tujuan utama lagi yaitu mencari Ferdinand, yang ternyata nihil. Ia memutar bola matanya; tentu saja takkan ada.

Langkah kakinya kembali bergerak, menyisir ruangan VIP, Gaea baru ingat betapa besarnya lantai atas, bekerja menjadi bartender tidak membuatnya sebebas Lola atau Ava padahal Eryk sering ke atas.

Mungkin ini memang sinyal mereka berdua tidak dapat bersama ....

Gaea menggelengkan kepalanya kuat-kuat; bukan saatnya merasa kasihan akan kehidupan cintanya, ia harus mencari Ferdinand! "Ah!" matanya tidak sengaja menangkap rambut bermodel 'berdiri' di ujung tangga menuju atap gedung. Ia berlari kecil ke Ferdinand sebelum menghilang dari pandangan matanya.

Tunggu sebentar! Ia memang sudah berdandan seperti Lola tetapi suara mereka tidak sama!

Apa yang harus dilakukannya!?

Sebelum Gaea sempat memecahkan masalahnya, Ferdinand menyadari keberadaan dirinya, dan melangkah mendekati.

Gaea sendiri seketika membatu, otaknya kini blank, berpikir bagaimana caranya untuk mengobrol dengan Ferdinand; jika saja ia memiliki dasi kupu-kupu yang bisa mengubah suara di manga detektif yang dibacanya.

"Lola? Kau baik-baik saja?" Ferdinand menaikan alisnya heran, "kau masih di sini? Cepat ke ruangan VIP tujuh, Eryk sudah menunggumu."

Gaea tersadar dari syoknya; syukurlah Ferdinand memberitahu nomor ruangan yang harus ditujunya tanpa harus berbicara. Tanpa basa-basi, mengangguk riang menuju ruangan tujuh.

Bagaimana tidak bahagia?

Ferdinand bilang Eryk menunggunya di sana~

Menunggunya berdansa seksi~

Seksi—eh?

Gaea akhirnya tersadar, langkahnya terhenti.

Eryk menunggunya—? Maksudnya apa dengan ucapan Ferdinand? Apakah Eryk yang meminta dansa khusus bukanlah rekan bisnis seperti biasa?

Gaea mulai dilanda cemburu, bertanya-tanya apakah Lola pernah melakukan dansa seksi pada Eryk tanpa sepengetahuannya; jika itu Lola mungkin takkan berani cerita untuk menjaga perasaannya.

"Rose?" tanya salah seorang bertubuh kekar berambut cokelat.

Gaea mengembuskan napasnya; hanya ada satu jawaban, "I-iya."

"Silahkan masuk," kata pria bertubuh kekar itu sambil membukakan pintu perlahan.

Gaea ragu sejenak, sebelum akhirnya melangkah masuk ke dalam, lalu menutup pintunya dengan halus.

Gaea tahu pada momen kakinya menginjak ruangan, seluruh mata orang yang berada di dalam tertuju padanya, namun belum bisa memberanikan dirinya menatap, takut kecurigaannya benar ada sepasang iris mata biru yang mengamatinya.

"Mau berapa lama kau berdiam berdiri di situ?"

Gaea terhenyak dari lamunannya dan melanjutkan langkahnya dengan perasaan campur aduk.

Tadi itu suara Eryk, yang memastikan memang benar dugaannya, Gaea menjadi bimbang; sudah berapa lama Lola merahasiakan ini dari dirinya? Ia yakin panggilan ini bukan pertama kalinya; hatinya mulai terbakar api cemburu; di saat putus asa akan cintanya pada Eryk, di belakangnya sahabatnya memberikan tarian seksi pada pria itu? Ia akan membicarakan soal ini pada Lola setelah pekerjaan mereka selesai.

Gaea berhenti tepat di depan Eryk yang memandangnya—tepatnya tubuhnya secara intens yang membuatnya merasa tidak nyaman. Hatinya berharap cemas tidak ketahuan.

"Buka," perintah Eryk datar.

Gaea yang masih belum nyaman, menuruti perintah; meskipun memakai pakaian dalam di depan Eryk tetap tak mengubah hatinya; di sampingnya ada orang lain, yang mungkin rekan bisnis Eryk—tunggu, Gaea mengenal pria berambut hitam itu, seingatnya adalah Rainer, teman Eryk.

Rainer jarang ke klub sehingga hampir tidak mengenalinya; tubuhnya pun terlihat lebih ramping dari terakhir kali kemari, mungkin terlalu sibuk bekerja—? Ia ingat Rainer rekan kerja Eryk.

Rasanya aneh berdiri di antara kedua pria itu, penampilan mereka begitu bertolak belakang, style Rainer jauh lebih simple mengenakan sweater biru tua dilapisi jaket hitam dari pada Eryk yang elegan mengenakan jas.

Fisik mereka juga berbeda, seingatnya Rainer keturunan Jepang sementara Eryk lebih ke Amerika; keduanya tampan di arah yang berbeda.

Jika ini sebuah drama romantis mungkin para penonton wanita akan iri padanya.

Tunggu, kenapa memikirkan itu? Style Eryk begitu karena tuntutan pekerjaan, berbeda dengan Rainer yang lebih santai ... mungkin?

Eryk bertopang dagu di bahu sofa, "Tunjukan keahlian yang terbaikmu pada dia, Rose."

Gaea mengembuskan napas lega—di luar dugaan Eryk tidak menyadari penyamarannya; harusnya senang, 'kan? Ia pun mendekati Rainer dan mulai berdansa; meski kecewa, tidak disangkalkan sedikit merasa nyaman Eryk berada di sini yakin akan melindunginya, meski tak yakin juga Rainer akan berbuat yang macam-macam dengannya.

"Sesuai kesepakatan, kau berikan aku informasi terlebih dahulu, Rainer," Eryk mulai membuka pembicaraan, suaranya datar.

Informasi?

Gaea merasa tertarik; informasi sepenting apa hingga harus dibayar? Apakah Eryk melakukan kejahatan!? Ia memang pernah mendengar gosip-gosip murahan kalau bosnya terlibat penyelundupan barang ilegal atau lainnya namun buktinya kurang kuat.

"Mana imbalanku?" tanya Rainer tenang.

Alis hitam tebal Eryk menyatu, jengkel, "Alex."

Pria muda berambut cokelat yang sejak tadi diam di samping Eryk, mengeluarkan sebuah koper hitam, meletakan di meja dan membukanya, memperlihatkan uang lembaran dollar di dalamnya.

Mata Gaea melebar; informasi sepenting apa hingga membutuhkan uang sebanyak itu? Ia yakin nilainya mencapai jutaan dollar.

Mata hitam Rainer melirik sesaat ke dalam koper tersebut, sebelum kembali lagi ke Eryk, "Itu bukan imbalan yang aku inginkan."

"Lalu apa?" tanya Eryk, terdengar mengejek.

Rainer menutup matanya, "Kau tahu itu."

"Jangan seperti anak kecil," sahut Eryk datar, "kau tidak bisa terus-terusan melihat masa lalu, 'sahabat'."