Chereads / GRAY 'Let Me tell You First' / Chapter 4 - Pengungsi

Chapter 4 - Pengungsi

"Bang Pandu kenapa Mah?"tanya Andin khawatir.

Setelah menaruh HP diatas kulkas, Mamah duduk lagi. "Ini... Katanya Pandu bisa datengnya nanti siang, nggak jadi sekarang."

"Gara-gara istrinya?"tebak Satya tajam disela-sela menguyah nasi goreng. Akhir-akhir ini Andin dan Satya merasa, kakak mereka Pandu mulai jarang mengunjungi rumah ini karena istrinya. Faktor hamil muda.

Mamah menggeleng,"Bukan kok... Katanya lagi bantuin temen kerjanya. Kebakaran gitu kosan-nya. Kasihan, padahal kerja baru dua bulan."

Andin, Satya, dan Tyo saling pandang. Bingung harus merespon apa.

"Kan Mamah udah pernah ceritain ke kalian sama Pandu, kalau kamar Pandu di bawah tangga itu emang niat mau Mamah sewain. Terus Pandu nanya Mamah, boleh nggak kalau dia nitipin temennya itu disini. Nanti sewanya dibayarin Pandu dulu. "Melihat anak-anaknya dan Tyo masih berekspresi datar, Mamah melanjutkan. "Kasihan lho... Mana kata Pandu anaknya nggak punya saudara disini, terus kemalingan motor bulan kemaren. Musibahnya bertubi-tubi banget. Kalau Andin sama Satya nggak keberatan sih Mamah oke. Malah nggak pingin minta bayar sewa kalau Mamah mah, sedekah bantuin orang kena musibah."

"Cowok apa cewek tante?"tanya Tyo penuh harap.

"Kata Pandu sih cowok."jawab Mamah. Tyo memasang wajah kecewa."Pegawai baru. Katanya masih muda juga."Mamah sempat-sempatnya melirik Andin, melempar kode. Kode-kode perjodohan antara Andin dan temannya Pandu "Nggak papa kan? Lagian dia di lantai satu sendirian terus ada Satya juga di rumah. Ini kalau kalian setuju Mamah kasih tahu Pandu sekarang. Kasihan ini anak nasibnya belum jelas."

"Kalau Satya sih nggak masalah. "Satya mengangkat bahu tak peduli. "Asal nggak gangguin kerjaan Satya aja."

Dalam hati Andin merutuk. "Yaiyalah nggak masalah. Ada atau nggak-nya temen Pandu, kerjaan Satya nggak akan terganggu karena dia di kamar terus. Nanti yang masak, bersih-bersih, dan ngurusin temennya Pandu paling juga gue."

"Gimana sayang?"kali ini Mamah meminta persetujuan Andin. Wajah Mamah penuh harapan.

"Yaudah mah, nggak papa."Andin mengangguk kecil mengiyakan. Setelah difikir lagi, kasihan juga temannya Pandu. Motor baru hilang, kosan kebakaran, dan tak ada saudara disini. Kalau Andin di posisi teman Pandu pasti sekarang dia bingung dengan nasibnya kedepan.

Meski Mamah ada hawa-hawa merancang perjodohan, tapi bisa saja temen Pandu itu sudah punya pacar, atau bahkan sudah menikah. Lagipula belum tentu juga dia bersedia dijodohkan dengan Andin.

"Yaudah ini Mamah balesin Pandu dulu ya, suruh langsung kesini aja."dengan semangat Mamah mengambil HP di atas kulkas dan langsung mengetik cepat.

*

Andin terbangun dari tidur siang karena suara berisik dari lantai bawah. Tadi dia berencana lanjut menulis, tapi entah kenapa moodnya kembali hilang. Bermaksud memperbaiki mood dengan mendengarkan lagu slow, dia malah mengantuk lalu berakhir tertidur lelap.

Dia juga merasa terlalu lelah setelah membereskan kamar lama Pandu yang ada di lantai bawah. Meski kamar itu selalu dibersihin setiap hari, tetapi Mamah tetap menyuruh Andin mebersikan ulang dan mengganti spreinya.

Andin mengelirik jam dinding. Jam dua siang. Kemungkinan besar, yang datang teman kantornya Pandu. Andin bingung. Enaknya bagaimana? Haruskah dia turun sekarang atau tetap di kamar?

Sebenarnya Andin lebih memilih tetap berdiam diri di kamar terus, tapi tak enak juga dengan temannya Pandu. Bisa-bisa teman Pandu mengira Andin tidak suka dengannya. Lagipula Mamah pasti ribut kalau Andin sembunyi di kamar.

Masih menggunakan kaus oblong dan celana longgar selutut, Andin keluar dari kamar. Rambut sebahunya dia sisir asal menggunakan jari. Dia tak berminat mempercantik diri saat ini. Andin belum siap cinta-cintaan, apalagi lewat perjodohan.

Dari anak tangga teratas dia mendengar suara Mamah, Pandu, dan lelaki itu. Pintu kamar Satya sedikit terbuka yang artinya kakak keduanya itu juga ada di lantai bawah. Tanpa suara Andin berjingkat menuruni tangga. Dia berjalan mengendap-endap ke arah dapur. Satya sudah duduk sana, sedang mengemil kue kering. Wajah kakak keduanya itu datar tanpa minat.

Andin menarik satu kursi di samping Satya. Dari tempat itu mereka bisa melihat punggung Mamah yang berdiri membelakangi mereka di ruang tamu. Pandu dan temannya tak terliat karena terhalang lemari pemisah ruang tamu dengan ruang keluarga.

"Jodoh lu tuh."Satya menunjuk ruang tamu memakai dagu.

Andin merengut, tangannya terulur ikut mengambil kue kering dari toples di depan Satya. "Tahu dari mana dia jodoh gue?"tanyanya ketus.

"Lu nggak denger dari tadi Mamah nyombongin lu mulu? Katanya saya punya anak cewek yang lagi S2, cantik lagi.' Gitu.."Satya meniru gaya bicaranya Mamah. Satya menatap Andin prihatin. "Padahal tadi Mamah bilangnya lu cantik."

Andin memukul lengan Satya.

"Udah mandi belum sih? Kucel amat dah."ejek Satya, mengulurkan tangan kanan mengacak rambut Andin sekilas.

"Bodo amat."Andin memilih memasukan kue kering banyak-banyak ke mulut. Serpihan kue kering berhamburan di atas meja.

Masih ledek-ledekan dengan Satya, Mamah tiba-tiba berbalik badan. Andin hampir tersedak karena Pandu dan temannya mengikuti Mamah berjalan ke arah dappur. Satya berdiri sementara Andin duduk membeku saat melihat pemuda yang hoodie hitam dan jeans biru itu kiat mendekat. Sepertinya dia kenal siapa teman Pandu.

"Ini lho... anaknya Tante yang namanya Satya."Mamah menunjuk Satya yang sekarang berdiri, mengulurkan tangan ke pemuda itu.

Mata Andin melebar. Dia menunduk dalam menyembunyikan wajah sambil sibuk merapikan rambut dan membersihkan mulut. Dia berharap pemuda itu lupa dengannya, meski hal tersebut sangat mustahil terjadi.

Setelah membalas bersalaman dengan Satya lelaki itu agak menundukkan kepala, menyapa Andin yang masih berusaha menyembunyikan diri."Hai Ndin, apa kabar?"

Andin mengangkat wajahnya pelan. Membalas senyum lebar pemuda itu dengan senyum canggung.