Chereads / GRAY 'Let Me tell You First' / Chapter 7 - Tentang Ical

Chapter 7 - Tentang Ical

"Kok enak gitu?"komentar Juliana dengan nada iri.

Andin melebarkan mata tak terima saat mendengar komentar sahabatnya.

Siang itu mereka berdua ada di cafe depan fakultas MIPA, ditemani dua cangkir kopi latte. Andin baru selesai bercerita tentang Ical yang sekarang mengungsi di rumahnya karena musibah kebakaran. Dia juga mengeluh tentang Mamah yang mempromosikannya terus di depan Ical.

"Kok enak sih?"Andin sewot. "Coba banyangin jadi gue dong!"

"Biar gue gampang bayanginnya, kasih lihat dulu cowoknya. Ganteng nggak?"Juliana penasaran.

Andin mengeluarkan ponsel. Dia mencari akun facebook milik Ical (satu-satunya sosmed milik pemuda itu yang Andin tahu) lalu menyodorkan ponselnya ke Juliana.

Juliana menerima ponsel Andin dan langsung sibuk scrolling. "Ih kalau gue jadi lu mah mau aja dijodohin sama ini orang. Ganteng gini... Ada gemes-gemesnya lagi."dia menunjuk satu foto Ical yang masih mengenakan seragam SMA. Foto dari bertahun-tahun yang lalu

Andin merebut ponselnya. "Ini tuh bukan masalah dia ganteng apa enggak,,,"

"Ya terus apa?"desak Juliana.

Andin menghela nafas frustasi. "Dia itu cinta pertama gue."

Juliana melebarkan mata takjub. "Yang lu tulis jadi cerita dan diupload itu?"

Andin mengangguk lemah.

"Yang kata lu akhirnya nggak jelas?"Juliana kembali memastikan

"Heeh..."

Juliana bertepuk tangan dengan wajah takjub.

"Apaan sih?"Andin bingung dengan kehebohan Juliana.

"Gila gila gila. Ini tuh langka banget tahu nggak. Kaya semacam keajaiban gitu ini orang tiba-tiba muncul."

"Gue tuh udah pusing tahu mau nerusin cerita gue sama dia gimana. Malah sekarang orangnya muncul."Andin mengaduk-aduk latte dengan lesu.

Juliana menjentikan jari. "Justru itu."katanya memasang wajah serius. " Ini tuh takdir tahu buat kalian nemuin akhir yang sesungguhnya. Biar ketidak jelasan itu terjawab."

"Takdir apanya."Andin mengerucutkan bibit. "Lagian percuma. Dia nggak bisa diharapin buat urusan begituan."Andin tersenyum getir.

*

Andin dan Ical. Duduk berseberangan tapi tak pernah bicara sekalipun, meski sudah satu minggu menjadi teman sekelas. Padahal kebanyakan anak perempuan justru ingin ada di posisi Andin. Duduk diseberang Ical.

Dua minggu menjadi teman sekelas, Andin sadar pengincar Ical bukan hanya Sarah. Ical yang tampan dan pintar menjadikannya paket lengkap. Meski Ical bukan tipe yang banyak bicara, tapi dia baik ke siapapun. Sikapnya yang cenderung malu-malu itu membuat anak perempuan lebih tertarik ke dia, dari pada Faris si ketua osis atau Prabu si anak futsal.

Para pengincar Ical punya caranya masing-masing untuk mendekat. Ada yang lewat sosial media, ada juga yang pendekatan langsung. Pendekatan langsung biasanya dilakukan oleh anak sekelas. Di lakukan disaat kondisi kelas sepi, untuk meminimalisir kegagalan. Andin pernah menjadi saksinya.

Waktu itu jam istirahat. Andin dan Sarah baru selesai membeli makanan dari kantin, dan bermaksud makan di dalam kelas.

Sampai di ambang pintu, langkah Sarah terhenti. Sarah melongokkan kepala hati-hati, melihat keadaan kelas, lalu melangkah mundur. "Mending balik kantin aja yuk?"

"Udah sampe sini."tolak Andin. "Lagian kantin penuh banget."

"Tapi..."Sarah lirik kelas takut-takut.

Andin yang penasaran melongokkan kepala. Kelas sepi. Hanya ada dua orang, Ical dan Leta.

"Ajarin soal yang ini Cal. Aku nggak ngerti."terdengar suara Leta, si cantik incaran kakak kelas. Leta duduk di kursi yang diputar menghadap Ical dan mencondongkan tubuhnya.

Tanpa banyak bicara Ical mengambil buku Leta dan mencoretkan pensil diatasnya.

"Karena ada mereka doang?"tanya Andin pelan.

Sarah mengangguk.

"Yaudah gue duluan." Andin melangkahkan kakinya, masuk ke dalam kelas. Dengan santainya gadis itu duduk dibangkunya tanpa peduli Leta yang memundurkan badannya dan Ical yang melirik sekilas. Andin dengan cuek membuka bungkus nasi goreng dan mulai makan.

*

"Kenapa tadi lu berani banget sih?"tanya Sarah, waktu mereka berdua pulang sekolah. Andin dan Sarah selalu naik bus bersama karena rumah mereka searah.

"Berani gimana?"Andin tak mengerti.

"Jelas-jelas anak satu kelas keluar semua karena Leta mau berdua aja sama Ical. Kenapa lu malah masuk kelas?"

"Lha itu kelas gue, meja gue. Bodo amat mereka mau pacaran atau apa. Tadi lu juga ikut masuk."jawab Andin cuek.

"Gue nggak akan berani kalau nggak ada lu."Sarah tersenyum lemah. "Btw Ndin, gue nyerah aja apa ya sama Ical? Saingannya berat euy."

Andin menepuk bahu sahabatnya itu pelan. "Santai aja. Ical tadi nggak keliahatan tertarik juga sama Leta. Dia kaya nulis cepet-cepet gitu biar Leta buruan pergi."

Sarah langsung sumringah. "Eh bener?"

Andin mengangguk menyakinkan.

*

"Kok rumah lu sepi gini?"tanya Juliana heran. Selesai nongkrong di cafe Juliana memaksa ikut ke rumah Andin. Sekarang dia ada di rumah Andin, sedang berjalan melewati ruang tengah. Juliana ikut karena penasaran ingin bertemu Ical secara langsung.

"Pada belum pulang kayaknya."ujar Andin saat melihat pintu kamar Ical tertutup. "Sekarang masih jam tiga sore juga,"

"Oh iya."Juliana menepuk dahinya. Dia mengekori Andin ke lantai dua, menuju kamar gadis itu.

Andin membuka pintu kamar.

Dia meletakan tas di atas meja lalu berbaring. "Punggung gue..."keluhnya.

Juliana tertawa mengejek. Dia ikut berbaring di samping Andin. "Dasar lemah."

Andin nyengir.

"Btw Ndin, gue belum baca cerita lu."Juliana berkata jujur.

Andin memiringkan kepala, menatap Juliana sebal. "Gimana sih? Padahal lu yang nyuruh gue nulis."

"Gue lupa password akun gue, hahaha."

"Dasar pikun."

"Makanya lu cerita aja. Kapan lu suka sama dia?"desak Juliana.

Andin menghela nafas panjang. "Gue kudu cerita awalnya nih?"

"Iya lah...."

"Duh males lah..."Andin malah meregangkan badannya.

"Hilih,,, awalnya aja deh. Kan lu nggak pernah omongan sama dia tuh terus kok jadi first love tuh begimane ceritanya? Jangan-jangan lirik-lirikan ya tiap pelajaran?"tebak Juliana.

Andin menghembuskan nafas perlahan. Dia menatap lagit-langit kamar."Pada akhirnya kita ngomong juga kok."

Juliana memiringkan badan."Terus kapan pertama kali kalian ada omongan?"

Andin mengerutkan dahi, mengingat-ingat. " Hm.... kayaknya berawal dari bolpen."

Juliana menatap Andin bingung. "Heh? Bolpen?"

Andin mengangguk mengiyakan.