Chereads / GRAY 'Let Me tell You First' / Chapter 12 - AWAL BARU

Chapter 12 - AWAL BARU

Sabtu pagi Andin, Tyo, dan Satya sedang sarapan nasi goreng di dapur. Ical tak ikut sarapan karena pemuda itu lebih memilih lari pagi. Mumpung libur, dia mau olahraga pagi katanya.

Disela-sela sarapan, Tyo memecah keheningan."Ndin... Lanjutin cerita soal si doi dong.."bujuknya sok imut.

Andin yang duduk tepat di depan cowok itu segera menendang kaki Tyo memperingatkan. "Bisa diem nggak sih lu?"Gadis itu melirik Satya takut-takut. Satya masih sibuk menguyah seolah tidak peduli.

Tyo memajukan bibir bawahnya. "Lu jahat banget sih"dia agak membungkuk, mengusap-usap kaki yang tadi ditendang.

"Baca wattpad gue aja."cicit Andin.

"Gue nggak punya waktu Ndin. Udah mabok bacain texbook"Tyo memasang wajah sedih.

"Kaya anak kedokteran beneran aja lu."cibir Andin.

Tyo mengggoyang-nggoyangkan tubuh seperti anak kecil yang merajuk. "Ayolah Ndin ceritain gue..."

Andin menunjuk Satya lewat ekor matanya, mengirim kode yang artinya 'ada abang gue, jangan sekarang'. Tyo melongo tak mengerti.

"Apaan"suara husky Satya membuat Andin agak terlonjak. "Soal Ical? Gue udah tau ceritanya."

Andin melebarkan mata."Kok bisa?"

"Baca wattpad lu lah."jawab Satya santai.

"Kan gue pake nama samaran.."Andin menatap kakaknya curiga. Jangan-jangan Satya hanya asal bicara.

Satya menatap adiknya datar. "Gue dikasih tau Tyo."

Andin tersulut emosi. Dengan beringas dia menendang dan memajukan tubuh untuk memukul Tyo sekuat tenaga."GUE BILANGIN JANGAN EMBER"

"ADUH IYA AMPUN!!!"teriak Tyo sambil memundurkan kursinya mencoba melarikan diri.

"Udah-udah."Satya melerain. Meraih lengan adiknya untuk kembali duduk.

Andin terpaksa menurut meski masih memberikan glare membunuh ke Tyo. Bisa-bisanya pemuda itu membocorkan ke Satya.

"Jangan marah ke Tyo Ndin, Abang yang maksa dia buat cerita."Satya mencoba menjelaskan.

"Kenapa abang nggak tanya aku langsung coba?"tanya Andin.

"Emang kamu mau cerita?"tanya Satya balik.

Andin meneguk ludah. Sepertinya sih enggak.

"Sejak Minggu lalu abang nyadar lo tuh aneh banget ngehindarin Ical. Lo-nya yang gamon kan makanya jadi risih kalau Mamah ngungkit-ngungkit masa lalu?"tuduh Satya.

Andin mengkerut. "Iya gue-nya aja yang gamon."akunya lemas.

*

Insiden Ifan membuat Andin dan Ical menjaga jarak secara alami. Menjadi teman sekelas normal, yang hanya saling tegur basa-basi saat bertemu. Tak ada lagi chat tiap malam minggu, apalagi jalan di luar sekolah. Keadaan itu tetap bertahan sampai sementer satu berakhir, hingga pertengahan semester dua.

Andin merasa dia tak punya urusan dengan Ical hingga hari pengumuman olimpiade diumumkan. Dari beberapa anak yang dikirim sekolah untuk olimpiade pada berbagai mata pelajaran tingkat privinsi, hanya Ical yang gagal. Kegagalan Ical menghentikan rekor sekolah peraih medali emas olimpiade matematika dalam empat tahun terakhir.

Sejak hari pengumuman, pemuda bergigi kelinci itu lebih banyak diam menelungkupkan badan di meja. Dia langsung menghilang saat bel pulang berbunyi. Banyak orang yang berusaha menghibur Ical tapi pemuda itu hanya tersenyum tipis, masih terlihat murung.

Andin yang dari awal mencoba tidak peduli mulai khawatir. Setelah berfikir cukup lama dan didesak Sarah, gadis itu memberanikan diri menghubungi Ical lebih dulu.

Malam itu, Andin menutup novel summer in seoul yang sedang dia baca dan beralih meraih ponsel. Dia duduk bersadar di kursi meja belajar, mulai scroling layar HP mencari chat room yang selama ini mati.

Andin

Cal, lo nggak papa?

Andin mengetuk-ngetukkan jarinya gelisah. Pesannya belum juga dibaca. Lima menit kemudian muncul tulisan read dibawah pesannya.

Ical

Gue nggak papa kok Ndin, hehe

Btw makasih ya udah peduli

Andin mengggititi bibir bawahnya gemas. Bingung bagaimana caranya menghibur Ical. Pada akhirnya Andin hanya mengetikkan tiga kata.

Andin

Oke kalau begitu,,

Ical

Ndin,,, sebenernya gue pengen cerita...

Andin

Boleh, cerita aja.

Ical

Tapi capek ngetiknya, kalau gue telfon boleh nggak?

Andin membaca ulang pesan itu sebelum menjawab boleh kok.

Setengah jam kemudian mereka berdua sudah berbicara lewat telfon. Dari suaranya, Andin menduga Ical masih merasa bersalah mengecewakan banyak orang. Orang tuanya, guru-guru, seniornya di bimbingan olim, dan sekolah. Ical bercerita kalau selama dua tahun ini dia selalu berlatih soal dan digadang-gadang sebagai penerus Yudhistira, peraih medali perak matematika tingkat Nasional tahun lalu. Skornya masih stabil dan bagus. Sayangnya, di hari kompetisi dia justru drop.

"Gue malah sakit. Perjuangan dua tahun ilang gitu aja gara-gara gue nggak jaga badan."kata Ical dengan suara berat. "Rasanya sia-sia udah belajar buat olim selama dua tahun, bahkan kursus diluar tiap sabtu-minggu pagi. Waktu, uang orang tua, semuanya kebuang gitu aja."

Andin mengerutkan dahi, menimbang-nimbang apa yang harus dia katakan. Jelas dia tak terlalu paham karena belum pernah ada di posisi Ical sekarang."Lo bisa coba olim lagi Cal,,."ujar Andin pelan.

"Gue nggak bisa ikut olim lagi Ndin. Ini tahun terakhir di SMA."sanggah Ical merana.

"Gue percaya pasti ada kesempatan lain. Nanti di perkuliahan bakal ada olim dan lu bisa bawa medali. Kalau levelnya diupgrade, nggak akan ada yang sia-sia. Justru lo jadi punya pengalaman yang orang lain belum tentu punya. Ayo semangat Cal. Life must go on"

Hening beberapa saat.

Apa Ical tersinggung? Andin panik sendiri "Duh Cal sorry ya kalau gue sok tahu gitu. Maaf nggak bisa ngehibur lo."

Ical tertawa ringan "Kenapa minta maaf? Justru gue yang makasih udah didengerin ceritaya, disemangati lagi..."

Andin tersenyum lebar. "Jadi gimana? Udah mendingan?"

"Lumayan... Dikit, hehe"

"Yah kok dikit doang..."

"Kayaknya gue mesti main ke luar deh. Liat dunia"

"Ya main Cal. Besok kan Minggu, ajakin temen lo. Nonton kek, apa ngapain gitu."usul Andin bersemangat.

"Hm... Ndin...?"

"Ya?"

"Kalau gue ngajaknya lo mau nggak?"tanya Ical lirih.

Andin melebarkan mata."Gue?"

"Iya."jawab Ical mantap.

"Hm... oke"

"Oke sampai ketemu besok."kata Ical riang.

"Iya..."

"Bye Andin..."

"Bye Ical..."

Panggilan telfon terputus. Gadis itu meletakkan HP dan menangkup kedua pipinya. Dia lari ke cermin dan mendapati wajahnya sudah merah padam.