Chereads / GRAY 'Let Me tell You First' / Chapter 13 - AWKWARD DATE

Chapter 13 - AWKWARD DATE

"Lo pernah ngedate sama Ical?"Tyo membulatkan mata nggak percaya.

"Kok abang nggak pernah liat?"tanya Satya heran. Selama mereka tinggal di rumah ini Satya ingat betul tak pernah ada teman laki-laki Andin yang berkunjung.

"Nggak mungkin ngasih tau lo lah Bang. Lo kan mukanya galak. Takut di labrak."tuduh Tyo.

"Gue nggak bakal ngapa-ngapain."Satya tak terima dituduh.

Andin tak menghiraukan pertikaian kedua orang itu dan malah meneguk air di gelasnya sampai habis.

"Lah malah minum. Lanjutin dong..."desak Tyo.

"Sabar lah."Andin berdecak kesal. Gadis itu justru sibuk menumpuk piring kotor yang tadi dipakai mereka bertiga dan meletakannya ke dalam wastafel. "Lagian apa faedahnya sih gue ceritain ini?"

"Biar kita tahu sejarahnya. Jadi bisa mencegah Mamah jodohin lo sama Ical."jelas Tyo meyakinkan.

Andin duduk kembali ke kursinya.

Tyo mencondongkan badannya ke depan, mendekati Andin. Tangannya diletakan di atas meja untuk menahan tubuh. Tyo sudah dalam posisi siap mendengarkan seperti anak TK yang akan diceritakan dongeng oleh gurunya.

Satya juga agak memiringkan posisi duduknya menghadap adiknya. Pemuda berkulit pucat itu menyandarkan tubuh ke sandaran kursi siap mendengarkan.

"Kuy mulai lagi."perintah Tyo.

Melihat antusiasme kedua orang itu, Andin terpaksa melanjutkan ceritanya meski sebenarnya dia enggan.

*

Andin berdiri gelisah di samping rak novel. Dia pura-pura sibuk memilih novel padahal fikirannya hanya tertuju pada benda persegi yang selalu dia genggam. Seharusnya pemuda itu sudah menghubunginya dari lima belas menit yang lalu. Andin melirik layar ponselnya dan nihil.

Terlalu lama berdiri di rak yang sama, dia mengambil satu novel yang segelnya sudah terbuka. Dengan langkah gontai, gadis mungil itu menuju satu kursi panjang yang tersembunyi di balik rak komik. Kaki kecilnya terasa lelah terlalu lama berdiri. Mungkin duduk sebentar dan membaca novel akan membuatnya lebih tenang.

Andin jadi menyesal kenapa dia menolak Ical menjemputnya dan malah meminta bertemu di toko buku. Andin sengaja menolak karena takut ketahuan kedua kakak laki-lakinya. Dia juga takut terpergok anak kelas karena itu Andin mengusulkan bertemu di toko buku. Dia sengaja memilih toko buku karena tempat ini lebih aman di banding cafe. Kemungkinan mereka bertemu teman sekelas kecil sekali. Apalagi sekarang masih jam 10 pagi. Belum saatnya bagi anak-anak muda untuk nongkrong atau pacaran. Lagipula Ical juga bilang kalau dia ingin membeli buku.

"Ternyata disini."

Andin mendongakkan kepala. Ical, dengan hoodie hitam dan celana jeans belel berjalan mendekatinya. Pemuda itu berdiri di hadapan Andin dengan senyum canggung. Berdiri cukup dekat hingga gadis itu bisa mencium aroma maskulin dari tubuhnya. Andin meneguk ludah, membalas tersenyum sama canggungnya. Terbiasa melihat Ical dalam balutan seragam sekolah, saat pemuda itu berpakaian santai entah kenapa ada sesuatu di dalam diri Andin yang merasa itu aneh. Entah kenapa jantungnya berpacu lebih cepat.

"Udah lama ya?"Ical duduk di kursi yang sama, agak menjaga jarak. "Sorry ya, tadi macet."

"H.. belum kok."gadis itu menunduk, pura-pura membaca.

"Baca apaan?"Ical menggeser duduknya.

Andin memejamkan mata. Dia bisa merasakan paha kanannya bersentuhan sekilas dengan Ical. Gadis itu menutup novel.

Ical agak termundur.

"Eh lo katanya mau cari buku kan?"Andin berdiri, masih memegangi erat novel yang baru dia baca. "Ayo Cal."

Ical menganguk kecil. Dia ikut berdiri dan berjalan pelan di belakang Andin. Sampai di depan rak novel gadis itu berhenti dan berbalik badan. "Mau nyari yang gimana Cal?"

Ical terdiam. "Buku yang bagus apaan ya Ndin?"

"Tergantung selera lo sih. Kalau gue suka yang ginian."Gadis itu menunjuk deretan novel romace. "Tapi biasanya anak cowok nggak suka.

Ical mengangguk kecil. Dahinya berkerut berkonsentrasi. "Yang seru gitu..."

"Novel fantasi mau? Atau novel misteri gitu? Kan pas itu lo pinjem novel gue yang lord of the ring sama shareloc holmes"Andin beralih ke rak novel yang banyak memajang novel-novel fantasi.

"Udah baca yang ini?"Ical menunjuk satu buku.

Andin mengerutkan dahi nggak yakin. "Kayaknya udah, tapi gue agak lupa ceritanya yang artinya nggak gitu berkesan."

"Hm..."Ical melihat-lihat novel yang lain.

"Atau ini aja..."Andin menunjukkan satu buku.

Gadis itu mulai bersemangat. Dia tidak henti merekomendasikan novel yang menurutnya menarik. Ical mendengarkan dengan antusias. Pemuda bergigi kelinci itu juga ikut bersemangat. Meminta pendapat Andin saat menemukan novel yang menurutnya menarik.

Setelah satu jam berkeliling, Ical berakhir membeli satu buku sherlock holmes sementara Andin membeli dua novel. Satu novel fantasi dan satu lagi novel misteri.

"Perasaan gue yang minta ditemenin beli buku tapi kenapa lo yang beli lebih banyak ya?"goda Ical saat mereka berdua sudah keluar dari toko buku.

"Gue emang nggak kuat kalau digoda buku gitu." Andin tersenyum malu.

Ical terseyum. "Yaudah kapan-kapan kita ke toko buku bareng lagi ya,,,"

Andin mengangguk. Dia teringat perkataan Ical semalam. "Em... Cal, emangnya beneran dengan baca buku mood lo bisa baikan?"

"Mungkin,,,"katanya nggak yakin.

Andin menatap Ical kecewa. "Kalau nggak pasti mending daritadi kita ngelakuin apa yang lo suka aja Cal."

Ical tersenyum lebar."Kan bukunya belum dibaca Ndin. Tapi jalan gini aja udah mendingan rasanya."

Andin menyiptkan mata nggak percaya."Yang bener?"

"Gara-gara sama lo nih. Gue udah mendingan."

Andin nggak punya waktu untuk mematung karena setelah itu punggung tangan mereka nggak sengaja bersentuhan.

*

Andin menghentikan ceritanya saat mendengar pintu depan terbuka. Gadis itu memasang wajah horor.

"Assaamualaikum.."sapa Ical lantang. Pemuda itu berjalan ke dapur.

"Waalaikumsalam.."jawab Satya, Andin dan Tyo berbarengan.

"Yah bersambung dong Ndin?"Tyo memasang wajah kecewa.

Andin meletakan jari telunjuknya di bibir. Menyipitkan matanya mengancam.

"Lu udah makan belum Cal?"tanya Satya.

Ical menggeleng.

"Makan dulu nih."Satya menunjuk sepiring nasi goreng yang sengaja Andin pisahkan untuk Ical.

"Gue panasin dulu ya?"Andin sudah berdiri.

"Nggak usah Ndin."cegah Ical. "Langsung aku makan aja."

Andin duduk lagi sementara Ical menarik kursi di samping Tyo. Tanpa mandi atau mengganti baju, pemuda itu langsung makan.

Di sampingnya, Tyo mengernyitkan dahi. "Lu beneran habis lari nggak sih Cal?"tanyanya curiga. Memang kaos hitam yang dipakai Ical tampak agak basah karena keringat. Di dahi pemuda itu juga masih terlihat bulir-bulir keringat yang belum diseka. "Kenapa lo... Wangi banget... Kaya mandi parfum..."

Ical hanya tersenyum tanpa menjawab.