Chereads / GRAY 'Let Me tell You First' / Chapter 10 - Terbiasa

Chapter 10 - Terbiasa

Andin mulai terbiasa dengan keberadaan Ical di rumahnya. Dia tidak kaget lagi kalau sewaktu pulang dari kampus cowok itu sedang di ruang tengah, menyambutnya. Dia juga tidak melebarkan mata kaget ketika muncul chat dari Ical untuk sekedar bertanya apa Andin sekalian mau ikut nitip makanan atau tidak.

Gadis itu sekuat tenaga berjuang agar tidak baper. Dia harus bersikap biasa saja. Wajar kalau Ical ramah. Dia berulang kali mengingatkan diri sendiri kalau Ical itu hanya teman SMA. Masalahnya, fakta kalau mereka satu SMA membuat Mamah terlalu antusias dan selalu mengungkit tentang hal ini.

"Waktu SMA kenal Andin dari mana Cal?"tanya Mamah penasaran.

"Pernah sekelas tante, waktu kelas 2."jawab Ical sopan.

Mata Mamah berbinar." Oh ya? Wah dulu akrab dong sama Andin..."

Ical melirik Andin yang duduk diseberangnya, di sofa panjang ruang tengah. Gadis itu menunduk, terlihat sangat sibuk makan bakso. Sekarang malam Minggu. Mamah baru saja datang dari rumah nenek dengan membawa lima porsi bakso. Di ruang tengah juga ada Satya dan Tyo yang duduk mengapit gadis itu.

"Hm... lumayan tante."

"Kalian dulu nggak ada baper-baperan gitu?"tanya Mama frontal.

Andin yang sedang menyeruput kuah bakso hampir tersedak. Tyo dengan sigap menyodorkan segelas air yang langsung ditenggak habis oleh gadis itu.

Melihat interaksi Tyo dan Andin, Ical hanya bisa tersenyum tipis sebelum menggelengkan kepala.

*

Tok tok tok

"Heh! Buka pintunya. Disuruh Mamah cuci piring tuh."

Andin mendengus kesal. Daripada membuka pintu dia memilih menarik selimut lebih tinggi, menyembunyikan diri di baliknya. Beberapa saat lagi Tyo pasti menyerah dan meninggalkan pintu kamarnya.

"Ndin... Lu marah ya gara-gara Mamah?"Tyo masih berusaha membujuk, kali ini suara baritonnya terdengar lebih lembut. "Lu bisa ngomong baik-baik kalau nggak suka. Jangan tiba-tiba ngumpet gini dong"

Siapa juga yang nggak marah kalau dia yang sedang berjuang biasa saja tapi terus-terusan diingatkan tentang masa lalunya dengan Ical. Seharusnya Mamah berhenti berusaha menjodohkan Ical dengan Andin. Ical hanya menganggap Andin sekedar teman lama. Andin yang akhirnya malu.

Masih dibalik selimut, Andin berseru."Bilangin Mamah gue pusing. Lu aja yang cuci piring."

Beberapa saat kemudian terdengar langkah Tyo menjauh dan menuruni tangga.

*

6 tahun yang lalu

Andin dan Sarah sedang berada di dalam bus setelah pulang sekolah. Keduanya duduk di bangku paling belakang dengan Andin tepat di samping jendela.

"Gue berhenti suka sama Ical."kata Sarah dengan suara pelan.

Andin yang dari tadi lebih tertarik melihat keluar jendela langsung menoleh. "Lho? Kok?"tanyanya kaget.

Sarah mengangkat bahu, wajahnya terlihat kesal. "Capek gue ngefans sama dia. Datar banget anaknya. Anak-anak cewek yang lain juga udah pada berhenti. Meski gue akuin dia ganteng, tapi ternyata Ical tuh nggak sekeren yang gue kira. Percuma ganteng kalau dia cuma anak olim yang taunya cuman belajar."

"Emang gitu kan? anak olim harus belajar terus."komentar Andin seadanya. Seharusnya para pengejar Ical sadar dari awal, kalau targetnya memang sulit dipisahkan dari belajar.

"Eh Ndin-Ndin. Daripada Ical gue nemu yang lebih worth it. Gue sekarang naksir anak kelas sebelah. Si anak basket yang ganteng itu Ndin."dengan cepat Sarah mengubah ekspesi kesalnya menjadi bahagia.

Andin tersenyum. Sarah memang seperti itu, mudah melupakan tapi juga mudah jatuh cinta.

"Ganteng banget emang?"

"Ganteng tahu.... Bentar."Sarah mengeluarkan ponsel dari saku rok dan menunjukkan sebuah foto kepada Andin. Foto anak laki-laki mengenakan kaus basket. Pemuda itu tinggi, berkulit coklat dan memiliki senyum manis.

"Lumayan juga"Andin setuju.

"Kan... Kan..."kata Sarah bangga. Dia memasukan ponselnya kembali ke rok. "Dia tuh emang ganteng banget, atletis, huhu kenapa gue dulu malah sukanya sama Ical sih?"

"Emang Ical ngapain kalian sampai pada berhenti gitu?"tanya Andin bingung.

Sarah yang awalnya senyum-senyum memasang wajah kesal lagi. "Habisnya dia nge-sok banget Ndin. Masa dia nggak pernah bales chat gue. Padahal online."

Andin mengangkat alis. "Masa sih?"

Sarah mengangguk meyakinkan. "Gue nggak sengaja denger, Leta juga digituin. Seorang Leta lho Ndin. Leta...."

"Tapi gue kemaren chatingan sama Ical normal-normal aja."ujar Andin polos.

"WHAT? KOK BISA?"pekik Sarah histeris.

Andin mencoba membekap mulut Sarah tapi gadis itu dengan cepat menangkap tangan Andin.

Sarah menyipitkan mata."Wah,... Wah... konspirasi ini mah. Lu ternyata modus ke Ical juga ya?"tuduh Sarah nggak terima.

Andin menarik tangannya paksa. "Kagak lah. Ngapain? Dia duluan yang ngechat. Cuma mau pinjem novel."

"Hah? Novel?"Sarah menerjap-nerjap bingung.

Andin mengangguk."Hm... novel yang gue bawa tadi itu mau dipinjem Ical."

Sarah melebarkan mata. "Kapan ngasihinnya? Kok gue nggak liat?"

"Ya kan tadi pas lu nggak ada.. Waktu lu pergi ke ruang ekskul di istirahat kedua. Lagian gitu doang kenapa heboh sih?"jelas Andin. Lagipula apa yang salah dari dia meminjamkan novel ke Ical? Harusnya itu hal yang normal, tapi reaksi Sarah diluar prediksinya.

Sarah menepuk keras paha Andin. "Gue bakal biasa aja kalau cowoknya bukan Ical"

Andin merengut sambil mengusap pahanya yang sakit.

"Jangan-jangan.... Ical suka sama lu?"tebak Sarah yakin.

Andin mendengus keras sebelum tertawa. "Leta yang cantik aja dilepeh apalagi gue?"

"Tapi tuh beda Ndin. BEDA..."

"Bodo amat. Nggak mungkin pokoknya!"

Sarah masih menggeleng tidak setuju dan bersiap mendebat kalau bus mereka belum berhenti di halte tujuan.