Chereads / GRAY 'Let Me tell You First' / Chapter 6 - Aksi Mamah

Chapter 6 - Aksi Mamah

"Gimana?"tanya Mamah begitu Andin ikut bergabung di ruang tamu.

"Apanya yang gimana?"Andin menatap Mamahnya bingung.

"Itu... Si Ical..."jawab Mamahnya pelan.

Andin mengangkat bahu. "Tidur kali."

Mamah berdecak. "Menurut kalian gimana?"Mamah ganti meminta pendapat Satya dan Pandu.

Dua orang laki-laki itu saling pandang.

"Apanya yang gimana sih Mah?"Pandu mengerutkan dahi tak paham.

"Kalau jadi adik ipar gimana menurut kalian?"Jelas Mamah antusias.

Andin batuk-batuk.

Pandu tertawa ringan. "Ya nggak papa sih Mah, anaknya baik kok. Rajin juga kalau di kantor. Mantu idaman lah."

Mamah tersenyum lega mendengar persetujuan Pandu. "Kalau menurut kamu Satya?"

Satya hanya mengangkat bahu, tak ingin ikut campur.

Rupanya Mamah mengartikan itu sebagai persetujuan. "Tenang... Biar Mamah yang urus Ndin."

"Mah... Kalau sama Ical jangan lah..."tolak Andin.

"Lho kenapa? Dia ganteng, kata Pandu baik, kalian juga temen SMA. Siapa tahu jodoh Ndin,,,"Mamah bersikeras.

"Jangan pokoknya."Andin cemberut. "Aku sama dia cuman temen doang. Nanti jadi aneh."

"Yah... padahal Mamah mau punya mantu ganteng kayak dia."Mamah memasang wajah kecewa.

Andin tidak terpengaruh dan malah makin cemberut.

Melihat wajah adiknya yang makin keruh Satya buka suara."Udah Mah jangan dipaksa."Satya menengahi.

"Malu Mah kalau dia ternyata nggak suka."tambah Andin dengan suara lirih.

Mama menghela nafas menyembunyikan rasa kecewa.

*

7 tahun yang lalu

Setelah pembagian rapor kenaikan kelas, siswa-siswa masih ada di sekolah. Mereka menunggu pengumuman pembagian kelas. Andin dan sahabatnya Sarah menjadi salah satu dari sekian siswa yang masih bertahan di sekolah, menunggu di depan kelas. Beberapa saat kemudian, ketua kelas mereka Hanif membagikan kertas ke setiap orang. Daftar nama di kelas baru mereka di kelas 11.

"Ndin kita sekelas..."Sarah heboh mengguncang-guncang badan Andin.

"Iya iya"Andin mencoba menenangkan sahabatnya.

Sarah menyodorkan kertas miliknya. "Liat deh teman kelas kita anak hits semua."

Andin mengambil daftar itu dan mengamati deretan nama dari atas. Benar. Ada banyak nama yang tak asing karena prestasinya, aktif kegiatan dan popularitasnya di sekolah. Bahkan ada nama Leta, si cantik yang diperebutkan beberapa kakak kelas sampai sekarang. Andin tak tahu harus bereaksi apa. Harusnya Sarah faham, tinggal di kelas dengan para anak hits bisa jadi kelemahan juga. Mereka bisa tak terlihat sama sekali.

"Ada anak olim juga."Sarah menunjuk satu nama.

Andin menaikan alis. "Lu kenal?"

"Lu nggak tahu siapa Haikal?"tanya Sarah heran. "Ical Ndin, Ical."

Andin menggeleng, mengembalikan kertas Sarah. "Gue harus tahu siapa dia?"

"Dia tuh penerusnya Kak Yudhistira. Yang kemaren lu taksir itu. Anak olim Math."Sarah masih heboh. Dia tersenyum malu-malu. "Dia juga ganteng kayak kak Yudhistita. Kalau kak Yudhis kan gantengnya kharismatik ya Ndin, kalau Ical tuh gemes itu. Ganteng-ganteng lucuk."

Andin berdecak. "Yaelah naksir mah naksir aja nggak usah promo ke orang-orang."

Sarah tertawa ringan.

Semenjak hari itu, Sarah mulai sering membicarakan si anak olim. Entah ketika main bareng atau setiap dia chatting dengan Andin. Sarah selalu memberikan info terbaru kegiatan si anak olim meski sebenarnya Andin tak peduli.

Hari pertama masuk sekolah akhirnya datang. Andin berangkat seperti biasa dan sampai kelas jam tujuh kurang lima belas menit. Dia masuk ke kelasnya. Bangku sudah hampir setengah terisi, tinggal bagian depan yang kosong.

"Ndin, sini"Sarah yang duduk di bangku ke dua dari belakang, melambai dan menepuk kursi kosong di sampingnya.

Andin berjalan mendekat dan duduk di samping Sarah.

"Tumben milih belakang banget?"tanya gadis itu heran. Dikelas itu ada lima deret. Waktu kelas satu, Sarah selalu terobsesi duduk di bangku paling depan.

Dengan malu-malu Sarah melirik meja di samping kanan mereka, meja yang dekat dengan jendela. Andin menaikan alis tidak paham. Penasaran, dia melirik siapa yang duduk di meja itu.

Pemuda dengan wajah chubby menggemaskan yang duduk disana sedang memandang ke arah Andin. Mereka berdua tak bisa menghindar saat bertemu pandang. Suasana menjadi canggung. Andin meneguk ludah dan dengan cepat memalingkan wajah.

"Terus kenapa gue yang malah duduk di seberang dia?"tanyanya pelan pada Sarah.

"Biar gue bisa merhatiin dia diem-diem."bisik Sarah. "Lu jadi temboknya biar gue nggak keliatan banget kalau naksir."

Andin mendengus keras.

"Eh jangan geser-geser, Ical-nya ketutupan."bisik Sarah jengkel.

*

Tok tok tok

Mendengar pintu kamarnya diketuk, Andin bangkit dari ranjang. Dia langsung menyesal saat mendapati Tyo adalah orang berdiri dibalik pintu.

Dengan wajah sok imut Tyo berkata. "Ayo turun... Gue laper."

Andin melengos. "Kenapa tiap waktu makan lu ada terus sih? Lu nggak koas kan sebenernya?"

"Enak aja. Gue koas, cuman dapetnya shift pagi. "Tyo berjinjit, mencoba melongok ke dalam kamar. "Lu ngapain sih nggak keluar-keluar dari tadi? bertelor ya?"

"Jangan ngintipin kamar anak cewek."Andin membalikkan badan Tyo secara paksa lalu mendorong punggung pemuda itu sebelum menutup pintu kamar. "Gue lagi mikir banyak hal."dia berjalan di depan Tyo.

"Mikir apa molor?"Tyo menyusul dan sekarang berjalan di samping Andin. "Jelas-jelas lu keliatan baru bangun tidur. Tuh ada jejak iler kering."dia menunjuk sudut bibir Andin.

Gadis itu menggosok sudut bibirnya panik. Tak ada apa-apa. Dia menatap Tyo galak.

Tyo ngakak. "Polos amat sih ni bocah."dia mengacak rambut Andin gemas.

"Jangan diacak-acak ege."Andin sudah siap menjambak rambut Tyo sampai terdengar suara Satya dari bawah.

"Heh cepetan!"ultimatum Satya dari dapur. "Berantem mulu gue kawinin juga lu berdua."

Andin langsung berlari ke dapur, kejar-kejaran dengan Tyo.

Di dapur sudah ada Mamah, Satya, dan Ical yang duduk mengelilingi meja makan. Ada dua kursi tersisa. Disamping Satya dan Ical. Andin memilih duduk di samping kakaknya. Meski hadap-hadapan dengan Ical juga sama canggungnya, tapi lebih baik daripada harus disebelah pemuda itu.

"Bisa nggak usah berantem dulu nggak sih?"Satya masih jengkel.

"Tuh tuh si Andin molor terus, makanya lama."Tyo mengadu.

Andin menatap Tyo galak."Dibilangin gue nggak tidur juga. Lagian lu ya yang memancing emosi."

"Udah gede masih aja berantem."Mamah geleng-geleng kepala prihatin. "Jangan heran ya Cal, mereka ini emang temen dari kecil. Beratem terus kerjaannya kalau ketemu."Mamah memberikan penjelasan ke Ical.

Ical, yang dari tadi menatap ke depan agak kaget. Dia menoleh ke Mamah yang duduk di samping kanannya. "Iya tante."

"Andin itu luarnya doang yang galak, aslinya mah enggak. Baik anaknya, lemah lembut"Mamah belum berhenti promosi sementara Tyo menahan tawa. Tyo masih tak habis fikir Mamah menyebut seorang Andin lemah lembut.

Saat Andin melihat kearahnya, Tyo menggerakan bibir tanpa suara. 'target baru buat lu?'

Andin melirik Ical yang masih seksama mendengarkan Mamahnya bicara. Gadis itu menghela nafas dan mengangguk.