Chereads / BEN ABRAHAM / Chapter 27 - 27. Dendam yang Tersembunyi

Chapter 27 - 27. Dendam yang Tersembunyi

Tiga hari berlalu, dan saat ini Alena sudah diperbolehkan untuk pulang kerumah. Ben juga sudah tiga hari ini tidak masuk kantor. Biasanya dia paling anti dengan kegiatan meliburkan diri. Tetapi tidak untuk beberapa hari ini. Setiap harinya dia berada dirumah sakit untuk menemani Alena, itu pun tanpa pekerjaan kantor dan telepon dari para kliennya.

Robin juga ada disana, tetapi hanya saat pulang sekolah saja. Ketika sore menjeng, Alex membawanya pulang kerumah dan kembali kerumah sakit esok hari lagi sepulang sekolah.

Sejak hari pertama, Alena sudah mengatakan jika dirinya baik-baik saja. Tetapi Ben tidak mau mendengarkan dirinya, dan tetap melakukan apa pun sesuai dengan keinginannya. Dan Alena yang sedang malas berdebat, hanya bisa pasrah mengikuti keinginan sang suami.

"Ben, aku bisa jalan sendiri!" Pekik Alena saat Ben langsung saja membopong tubuh mungilnya untuk memasuki mobil.

"Tidak Alen, kau baru saja sembuh dan aku tidak ingin jika kau merasa kelelahan." Jawab Ben yang kini sudah mendudukan tubuh istrinya disamping kursi kemudi.

Alena mendengus pasrah. Jika sudah seperti ini, titah Ben memang tidak bisa dibantah. Saat ini Ben benar-benar seperti seorang suami yang super protektife untuk menjaga istri dan calon anak mereka. Dan Alena cukup senang melihat perubahan sikap Ben saat ini. Ya meskipun sikap suaminya itu kadang kala tampak berlebihan.

Mobil yang dikendarainya kini sudah sampai dipekarangan rumah. Ben dengan sigap kembali membopong tubuh istrinya, tidak memperdulikan teriakan dan pekikan Alena yang meminta untuk diturunkan dari gendongannya.

"Ben turunkan aku! Aku bisa jalan sendiri. Aku bukan orang lumpuh yang harus digendong kesana kemari!" Ucap Alena sambil memukul dada tegap suaminya.

Ben seakan menulikan telinganya, tidak perduli dengan teriakan dan gerakan tubuh istrinya yang beberapa kali minta diturunkan dari gendongannya. Dia hanya tidak ingin jika istrinya itu merasa kelelahan saat harus menaiki anak tangga untuk menuju kamar mereka. Sungguh berlebihan. Namun memang begitulah sifat asli Ben Abraham. Jika sudah mencintai seseorang, maka dia akan melakukan apa pun untuk menjaga orang tersebut. Tetapi jika sekali saja perasaannya itu dikhianati, maka dia tidak akan bisa mempercayai orang itu lagi. Seperti halnya pada Elena, mantan istrinya terdahulu.

Ben menurunkan tubuh Alena diatas ranjang, membaringkannya dengan begitu perlahan. Alena yang merasa kesal dengan tingkah berlebihan suaminya itu hanya bisa mendengus pasrah. Dia memang senang jika Ben sudah benar-benar berubah, tetapi dia juga tidak menyangka jika suaminya itu akan bertindak berlebihan seperti ini.

"Istirahatlah! Aku akan meminta Zemi untuk mengantarkan susu dan camilan untukmu." Ucap Ben mengelus kepala istrinya.

"Tidak perlu Ben, aku bisa mengambilnya sendiri dibawah." Bantah Alena.

"Tidak, Alen! Tetap berada disini, atau aku akan mengurungmu!" Ben mulai menaikkan nada suaranya.

"Dengan tidak membiarkan ku melakukan apa pun, secara tidak langsung kau sudah mengurungku Ben!" Balas Alena dengan suara tak kalah tingginya.

"Jangan membantahku, Alen. Turuti saja semua perkataanku!" Tegas Ben yang langsung saja meninggalkan Alena didalam kamar dalam keadaan cemberut.

Alena menarik selimut dengan kasar, menutupi seluruh tubuhnya. Dia benar-benar jengkel dengan sikap berlebihan suaminya. Bangaimana mungkin Ben memintanya hanya berdiam diri dikamar saja. Dia pasti akan merasa bosan dan jenuh jika tidak melakukan kegiatan seperti biasa.

Alena adalah wanita yang aktif dan pekerja keras. Dia selalu melakukan pekerjaan rumah sendiri, meskipun sudah memiliki banyak asisten rumah tangga. Dia begitu mandiri, dan tidak ingin merepotkan orang lain yang ada disekitarnya.

**

"Rencana kita sudah sangat bagus, tetapi gadis sialan itu sudah mengacaukannya." Ucap seorang pria pada wanita yang kini tengah duduk disampingnya.

"Aku tidak tahu jika Alena akan meminjamkan mobilnya kepada gadis itu. Mereka memang sangat dekat, dan dengan begitu mudahnya gadis itu mengorbankan nyawanya demi Alena." Balas wanita itu.

"Kita harus menyusun rencana lain untuk menghancurkan kehidupan Ben. Aku tidak akan membiarkan dirinya hidup dengan tenang dan nyaman. Dia sudah menghina diriku habis-habis, dan kini kita harus membalasnya." Ucap pria itu lagi. "Jika kita gagal membunuh istrinya, kita bisa kembali melakukan penyerangan kepada putranya." Ucapnya lagi dengan seringai liciknya.

"Apakah harus kita melakukannya? Dia hanyalah anak kecil, dan usianya masih 7 tahu ."

"Aku tidak perduli. Sebelum rasa sakitku ini terbalaskan, aku tidak akan membiarkan Ben hidup dengan tenang." Tegas pria itu yang kemudian menengguk habis minuman dihadapannya.

**

Malam kembali datang. Dan Alena dengan segala keteguhannya sudah berhasil mengalahkan sikap berlebihan sang suami. Ben akhirnya mengizinkan Alena untuk keluar dari kamar mereka.

Awalnya Ben sempat marah dan ingin mengunci Alena didalam kamar. Tetapi karena Robin tidak mau makan jika bukan masakan Mommynya, dia pun terpaksa membiarkan Alena melakukan kegiatan fovoritenya itu.

Alena yang merasa senang pun, langsung memasakkan bagitu banyak makanan untuk anak dan suaminya. Sudah hampir 3 hari ini dia tidak bisa melakukan kegiatan favoritenya itu, karena harus terbaring diranjang rumah sakit. Dan ketika ada kesempatan, dia tidak akan mungkin menyia-nyiakannya.

"Masakan Mommy memang yang terbaik." Ucap Robin mengacungkan ibu jarinya. "Rasanya tidak berubah, bahkan semakin lezat." Celoteh Robin lagi.

Alena tersenyum senang mendengarkan pujian dari sang putra. Dia selalu senang saat melihat wajah bahagia Robin yang tengah menyantap masakannya.

"Terimakasih sayang. Kau boleh makan semuanya, tapi ingat jangan sampai kekenyangan!" Ucap Alena mengelap sisa makanan yang ada disudut bibir putranya.

Ben hanya menatap kedunya dengan mata berbinar. Dia selalu senang saat menyaksikan interaksi antara Ibu dan anak itu. Seakan dunianya sudah benar-benar sempurna. Bagaimana tidak, dia sudah memiliki seorang putra yang sangat disayanginya. Ditambah lagi, dia kini memiliki seorang istri yang sangat baik dan penyayang. Terlebih saat ini istrinya itu juga sedang mengandung buah cinta mereka.

Ting..tong.. Ting..tong..

Suara bel yang dibunyikan dari arah luar rumahnya, membuat Ben langsung berdiri dari tempatnya. Dia tidak ingin menganggu para pelayannya yang juga tengah menikmati makan malam mereka. Sehingga dia sendiri yang berinisiatif untuk membukakan pintu rumahnya.

Ben membuka pintu rumanhnya, dan seseorang dari balik pintu itu pun langsung berhambur memeluk dirinya. Ben yang mendapatkan pelukan tiba-tiba, juga reflek ikut membalas pelukan tersebut.

Sedangkan diruang makan, Alena yang merasa penasaran dengan tamu yang datang kerumah mereka pun langsung ikut menyusul sang suami. Betapa terkejutnya Alena saat mendapati sang suami sedang memeluk wanita lain didepan matanya.

Baru beberapa hari ini Alena mempercayai ucapan cinta dari suaminya, tetapi kini apa kenyataannya. Ben justru kembali melukai hatinya. Dengan begitu mesrah dia memeluk wanita lain tanpa memperdulikan statusnya yang sudah beristri.

"Ben..." Panggil Alena dengan suara bergetarnya.

Ben langsung melepaskan pelukannya pada wanita tersebut. Dengan wajah paniknya dia menatap Alena yang tampak sudah berkaca-kaca.

TO BE CONTINUED.