Chapter 12 - BAB 12

Bidadari aku tidak bisa menahan diriku bersama laju angin yang membuat tubuhku menggigil. Pun aku tak mempu memutar waktu agar kembali tersenyum bersamaku. Angin yang mengibas-ngibas tanpa henti. Rembulan yang meredup serta malam yang berkepanjangan. Serasa ingin kembali pada masa dimana aku tak mengerti arti mencintai. Aku ingin menjadi seorang anak petualang seperti dulu lagi. Menelusuri jalan berkilo-kilo, guna mencari berkah dari sepotong jerih keringat yang membanggakan bagi ibu dan bapak. Iya, aku ingin seperti dulu lagi. Menjadi seorang siswa yang penuh gairah dalam berkompetisi hingga mencapai puncak dan mendapati senyuman kalian dengan bangganya padaku. Aku ingin seperti dulu lagi. Tapi, aku tahu itu sangatlah mustahil dan tidak bisa terjadi. Karena waktu terus berputar. Jujur, aku tidak pernah tahu bahwa rasa yang begitu teramat bisa membuat semangatku memudar. Dunia serasa tidak memihak padaku. Silih berganti cobaku dengan yang sama. Ujian yang menganyutkan hati serta perasaan. Bila hari aku menyesal dengan coretanku yang penuh dengan kata cinta yang tidak pernah aku rasakan. Dan saat ini, aku terus dihadapkan dengan itu semua. Kegagalan yang menerus membuatku tidak bisa menahan perih. Aku terkapar dalam bui pikiran serta hati. Mencintai dan dicintai ketika belum pada masanya membuatku tercabik-cabik. Hingga hari ini, aku masih dengan nada senyapku berpalung tangis dalam dada. Kelemahanku yang teramat bagaikan pisau yang menusuk raga hingga tak berkutik. Tidak pernah aku rasakan sebegini rasanya. Lautan yang luas kuselami dengan hasrat bisa mencapai tepi. Namun, ternyata aku terombang-ambing oleh ombak tanpa henti. Tanyaku dalam hati, "belumkah aku diijinkan untuk bisa merasakan manis cinta yang sebenarnya?". Entahlah, aku tidak tahu. Saat ini yang aku bisa hanya berdoa untukmu dan untuk kita. Mungkin, ini isyarat agar kita bisa melihat seberapa pantas diri kita dihadapannya hingga bisa menjadi satu. Semua yang terjadi bukanlah suatu kebetulan. Melainkan ini semua adalah cara Allah Swt mengingati kita berdua agar bertaubat. Karena rasa serta cinta yang selalu keluar dari lapisan bibir teriringi lidah ini harus dibenarkan dengan cara yang benar. Bidadariku, sebatas malam yang bertemu pagi. Tanpa bintang berbenturan awan putih. Tanpa bulan yang tertabrak matahari. Aku ingin sampaikan bahwa rasa ini begitu menyiksa buatku. Aku ingin bisa terobati dengan segera agar semangatku kembali seperti dulu. Begitu pula dengan dirimu. Bidadariku, semoga kita berdua bisa sembuh dari penyakit rasa yang menggebu dan hati yang semakin membiru setiap waktu. Dan semoga Allah Swt mengijinkan kita menjadi satu dalam bina kesederhanan menjalani perintahnya. Doakanlah agar aku bisa melewati derasnya ombak lautan bidadariku. Aku disini pun mendoakanmu agar bisa menungguku ditepi sana hingga kita berdua bergandengan tangan dengan senyuman lepas memadu kasih.