Langkah kaki dimalam yang tersapa dingin seolah menghilangkan penat yang kian menyapa hati. Beramai-ramai melihat kotamu dengan lalu lalang sepeda motor tanpa henti. Sampai setiap sendi jalan yang begitu gelap terus kuterobos. Melewati sawah-sawah dipedalaman desa yang pertama kalinya aku kunjungi.
Pertama kali, aku ingin ucapkan terimakasih kepadamu karena kamu telah membuatku mengenal desa terpencil yang aku pun baru pertama tahu bahwa ada suatu perdesaan yang sejuk tanpa hiruk pikuk keramaian seperti desaku. Disini terasa nyaman, tenang dan sejuk. Tapi, tetep saja aku merasakan kesepian jikalau tempat ini tidak berpenghuni sama sekali. Yang kedua ingin aku katakan bahwa ditempatmu ini tersimpan misteri dan ribuan sejarah yang bercerita tentang cinta. Disinilah beberapa pepadu yang rela berkorban menyumbangkan nyawa demi tautan hati. Mengibas-ngibas kris, pedang dan tongkat setiap harinya. Beradu mulut dan memainkan senyawa doa-doa yang menghilangkan siapa saja yang ditujunya.
Dear bidadari tersembunyi. Aku sudah tahu tempatmu bersembunyi. Akupun sudah tahu kenapa lama waktu yang telah terbuang sia-sia. Sekarang aku mengerti setiap dari apa perkataan yang tersampaikan. Aku sudah paham dengan semuanya tanpa harus dijelaskan runtutan yang akan membuat kepala ini pusing hanya karena pembenaran tanpa batas. Bidadariku, kamu telah tahu maksud hatiku yang tidak suka berbelit dengan alasan-alasan. Kamu sudah memahami diriku yang tidak suka melihat bahkan mengagungkan sesuatu yang sifatnya belum pasti.
Dear bidadari tersembunyi. Langit telah menjadi saksi perjalananku mencarimu sampai tak terhitung waktuku berputar disatu tempat yang sama hingga kembali lagi ditempat itu. Kamu bisa menanyakan embun malam yang dapat menghanyutkan tubuh bahkan rerumputan dipinggir jalan menuju singgahmu pun bisa engkau tanyai seberapa lama aku disana. Tapi, itupun jika engkau sanggup bertanya. Dan kini rembulan sudah penuh untuk kau tanya.