Rombongan Kaisar dan Putra Mahkota telah tiba di Paviliun Teratai Hitam, tak membuang waktu Sang Kaisar segera menanyakan keadaan putrinya.
"Apakah Jialin berada dikamarnya? Bagaimana keadaannya?" Tanya Kaisar pada pelayan.
"Salam Yang Mulia Kaisar dan Putra Mahkota, Putri Jialin baik-baik saja dokter kekaisaran telah meresepkan obat untuk Putri, beliau sekarang berada di perpustakaan bersama pelayan pribadinya."
Kaisar yang mendengar jawabannya sangat marah. "Pelayan macam apa kalian! Tuan kalian baru saja sadar kalian malah tidak menjaganya dengan benar dan membiarkannya keluyuran ke tempat lain. Apa kalian ingin dihukum mati?!?!" Dia tahu bila Jialin suka membaca buku tapi ini bukan saat yang tepat karena ia baru saja siuman dari koma sejak usaha pembunuhan.
Semua pelayan sangat terkejut melihat kemurkaan Kaisar, biasanya beliau tidak pernah memperdulikan Putri Jialin, namun sekarang Kaisar memarahi mereka karena tidak memperhatikan Putri dengan baik. "Ampun Yang Mulia kami tidak bermaksud begitu."
Semua pelayan Paviliun Teratai Hitam serentak berlutut memohon maaf pada Kaisar.
"Mohon ampuni kami Yang Mulia."
"Tolong ampuni nubi Yang Mulia"
(Nubi = cara pelayan perempuan memanggil dirinya sendiri a.k.a aku)
Suara pelayan terus terdengar meminta pengampunan atas keteledoran mereka menjaga Putri Jialin.
"Diam kalian! Apa kalian tidak memikirkan kondisi Jialin? Bagaimana bisa kalian membiarkannya ke perpustakaan dan bukannya istirahat di kamarnya." Sang Kaisar menggeram marah melihat pelayan Paviliun Teratai Hitam yang tidak becus menjaga putrinya.
"Ampun Yang mulia kami sudah berusaha mencegah Putri Jialin agar tidak meninggalkan kamarnya, namun... namun...." Pelayan mulai ragu menyampaikan perubahan yang terjadi pada Putri Jialin.
Sang Kaisar mulai kehilangan kesabaran menghadapi semua pelayan. "Kenapa dengan Jialin?!?!"
"Putri Jialin yang hilang ingatan sangat berbeda, seolah-olah putri bukannlah Putri Jialin yang kami kenal selama ini." Jelas pelayan sambil menundukan kepalanya.
"Sikap Jialin berubah? Bagaimana bisa?" Sang Kaisar mengerutkan dahinya bingung dengan informasi yang disampaikan pelayan.
"Benar Yang Mulia sikap Putri Jialin sangat berubah, beliau mudah marah dan matanya sangat menyeramkan. Berbeda sekali dari Putri Jialin yang pendiam selama ini." Jelas pelayan menggambarkan keadaan Putri Jialin sekarang ini.
"Apa Jialin seperti itu?" Kaisar ragu dengan sikap Jialin yang digambarkan pelayan. Jialin yang ia kenal adalah anak pendiam dan tidak banyak bicara. Dia selalu mudah menuruti perkataannya tanpa membantah, dia juga tidak pernah marah walaupun orang-orang menindasnya.
Tapi bagaimana bisa Jialin seperti itu? Walaupun ia hilang ingatan tidak mungkinkan merubah kepribadiannya juga?
"Nubi tidak berbohong Yang Mulia." Masih dengan menundukkan kepala pelayan itu berkata pada Kaisar.
"Fuhuang saya curiga bahwa itu buka Putri Jialin, bisa saja itu adalah musuh yang menyamar dan menggunakan alasan hilang ingatan untuk berbaur dengan kita." Putra Mahkota tiba-tiba menyuarakan pendapatnya, sikap Putri Jialin yang digambarkan pelayan sangat berbeda dengan Putri Jialin yang sebenarnya, dia curiga bahwa dia adalah musuh yang menyamar.
(Fuhuang = Ayah Kekaisaran)
Dengan mudahnya Sang Kaisar percaya dengan pendapat Putra Mahkota. "Itu bisa saja Putra Mahkota. Mari kita ke perpustakaan."
Akhirnya rombongan Kaisar dan Putra Mahkota meninggalkan Paviliun Teratai Hitam dan menuju perpustakaan yang tidak jauh dari kediaman Putri Jialin.
o0o
"Yang Mulia Kaisar dan Putra Mahkota telah tiba."
Pengumunan Junzhi dari luar mengganggu konsentrasi Gia yang membaca buku di perpustakaan. Gia kemudian mengalihkan pandangannya dari buku ke pintu masuk perpustakaan. Dia melihat 2 orang laki laki berpakaian mewah memasuki perpustakaan.
Gia dengan berani melihat sosok gagah yang berpakaian megah dengan warna keemasan yang ia duga sebagai Kaisar, ia memiliki perawakan tegap dan tinggi dengan wajah yang masih tampan walaupun sudah memiliki beberapa anak, aura kuat terpancar dari sosok pemimpin negeri itu.
Dan disampingnya adalah pemuda tampan dengan rambut yang diikat diatas kepala dan membiarkan sebagaian rambutnya menjuntai bahunya, membuatnya semakin tampan, dia menggunakan pakaian berwarna biru yang megah walaupun tidak semegah Kaisar. Pemuda itu memiliki kemiripan dengan Kaisar, namun dengan warna mata yang berbeda darinya, ia menduga mungkin itu diturunkan dari ibunya.
"Berani sekali kamu melihat Sang Kaisar secara langsung. Dimana sopan santunmu? Seharusnya kamu bangkit dari tempat dudukmu dan memberi hormat pada Kaisar dan Putra Mahkota ini!" Rong Jingying marah melihat Jialin yang tidak memberi hormat pada Kaisar dan dirinya. Dia malah melihat Kaisar dengan matanya langsung, sungguh dia sangat tidak sopan dan berani.
Gia dengan dingin menyapukan pandangannya pada Putra Mahkota yang menatapnya benci. Dia dengan berani menatap mata Putra Mahkota langsung tanpa menghiraukan tatapan terkejut dari Putra Mahkota dan Kaisar juga.
"Kenapa aku harus menghormatinya? Dia hanyalah manusia yang memiliki derajat yang sama dimataku, baik itu orang yang kuat maupun lemah seperti 'sampah' sekalipun." Ujar Gia dengan sangat berani dan menatap mata Putra Mahota dengan menantang.
Mata Putra Mahkota melebar mendengar ucapan kurang ajarnya. "Berani sekali dia tidak menghormati Fuhuang dan aku? Bagaimana bisa hilang ingatan dapat merubah kepribadian orang menjadi sangat berbeda? Dan apa katanya, semua orang sama dimatanya, apakah otaknya bergeser karena terbentur. Didunia ini tidak ada yang namanya sederajat, hanya orang kuatlah yang dapat berkuasa."
Kaisar juga ikut terkejut mendengar perkataan dari Jialin, Kaisar memutar ingatannya mengenang Jialin yang sangat patuh dan pendiam tanpa berani beradu argumen dengan orang lain, apakah dugaan Putra Mahkota benar bahwa dia bukanlah Jialin yang asli?
"Siapa kamu sebenarnya?" Tanya Kaisar ragu.
"Oh kau tidak mengenal putrimu sendiri 'Yang Mulia Kaisar'?" Gia segera mengalihkan pandangannya dari Putra Mahkota ke Kaisar yang menatapnya curiga.
Bukannya menjawab dengan baik Gia malah menjawab pertanyaan Kaisar dengan lidah tajamnya. Gia tidak takut sama sekali!
"Apa yang kamu katakan?!? Siapa kamu sebenarnya? Kau bukan Jialin, apa kamu musuh dari kekaisaran Xue Ying! Cepat katakan dimana Jialin sekarang."
Mendengar Kaisar berkata 'musuh dari Kekaisaran Xue Ying' membuat pengawal Kaisar di luar segera masuk ke perpustakaan dan menodongkan senjata mereka kearah Gia yang masih duduk di kursi dengan santai seolah-olah kepungan para prajurit hanyalah permainan anak-anak di matanya.
"Hahahahahahahahahaha....." Bukannya khawatir Gia malah tertawa dan menghiraukan semua pandangan orang yang yang menatapnya bingung.
"Kenapa kau tertawa?!?!" Putra Mahkota mulai geram karena dibaikan Gia dan malah tertawa.
"Hahaha sungguh lucu sekali seolah-olah kalian kalian mengenal Putri Jialin sebenarnya. Kalian berkata Jialin adalah orang yang lemah lembut dan patuh adalah Jialin yang sebenarnya. Tapi kalian salah kalian tidak pernah mengenal Jialin."
Dengan pandangan meremehkan Gia melihat Kaisar dan Putra Mahkota dengan mata dinginnya yang menyeramkan. Dia mertertawakan mereka karena seolah mengenal Jialin tanpa memperdulikan masalah yang di derita Jialin sejak kecil.
"Beraninya kau ber-"
"DIAM AKU BELUM SELESAI BICARA!!" Dengan pandangan tajam Gia memberikan peringatan kepada Putra Mahkota yang ingin menyela ucapannya.
"Kau.. kau.." Rong Jingying sungguh tak percaya Jialin berani membentaknya.
"Apa? Heran karena aku berani membentakmu? Dengar aku tahu kau membenciku karena kau menyalahkanku atas kematian Niangqin saat melahirkanku dan Baojia. Tapi saat itu aku hanyalah bayi kecil yang tidak tahu apa-apa dan kau menyalahkanku atas kematian Niangqin, aku tahu kau sedih tapi apa kau pernah berfikir berada diposisiku? Niangqin melahirkanku dan Baojia dengan susah payah hingga mengorbankan nyawanya. Tapi apa yang kudapatkan? Hinaan dan siksaan yang kudapatkan. Kau sebagai kakak harusnya bisa melindungi adik-adikmu bukannya ikut menghina mereka. Jika Niangqin tahu dia pasti akan kecewa." Dengan menahan air mata yang seakan akan tumpah Gia mengutarakan isi hatinya pada Rong Jingying, seakan dialah yang pernah melewati semuanya
(Niangqin = Ibu)
Jingying yang mendengarnya tercengang dan memaksanya mengingat ucapan terakhir Ibundanya.
'*Hiks... Hiks... Hiks... Niangqin jangan pergi, Ying-er janji tidak akan nakal lagi dan selalu menuruti perkataan Niangqin, jadi jangan meninggalkan Ying-er sendiri.' Dengan menangis Ying-er kecil memeluk ibunya.
'Ying-er anak laki-laki tidak boleh menangis. Ingat sebesar apapun masalahnya kamu tidak boleh menyerah dan menangis. Jadilah laki-laki yang kuat untuk memimpin kekaisaran ini, jadilah kuat untuk masa depan yang baik.' Dengan lemah Permaisuri Zhang Junda berpesan pada Jingying.
'Ying-er janji pasti akan menjadi laki-laki kuat dan memimpin kekaisaran ini dengan baik, jadi Niangqin harus sehat untuk melihat Ying-er.' Dengan polos Jingying mengangkat kepalanya dan menatap wajah ibunya yang pucat.
'Maaf Niangqin tidak bisa Ying-er. Tapi percayalah Niangqin akan selalu melihatmu dari sana. Jadi tolong jagalah adik kembarmu dengan baik. Berjanjilah pada Niangqin bahwa kau akan menjadi pemimpin yang baik dan selalu menjaga adik-adikmu.'
'Ying-er berjanji*.'
Jingying segera menghentikan melamunnya ketika mendengar kembali perkataan tajam dari Putri Jialin.
"Dan kau! Apa kau pantas menyebut dirimu ayah?!?! Kau sangat tidak pantas! Kau mengabaikan anakmu yang menderita oleh bawahanmu sendiri dan kau menutup mata tidak perduli. Jika bukan karena wajahku yang mirip Niangqin kau pasti akan membuangku sejak dulu karena aku tidak memiliki kekuatan sama sekali." Dengan marah Gia menunjuk wajah Kaisar dan memarahinya karena ia tidak pantas menjadi seorang ayah.
"Kalian semua dengarkan! Putri Jialin yang dulu sudah mati, sekarang Putri Jialin yang baru sudah terlahir kembali, dan aku tidak akan pernah berdiam diri lagi apabila orang menindasku. Mata di balas mata dan darah dibalas darah, jangan pernah memprovokasiku bila tidak ingin aku membalas dendam dengan mengerikan. Camkan itu baik-baik!"
-TBC-