"Baiklah paman Darma, aku akan meminta yang dua puluh persen untuk membantu Hayden." ucap Sheren tanpa ada alasan lain karena memang suaminya sangat membutuhkannya.
"Baiklah sayang, hari ini paman akan mengurusnya dan segera paman transfer ke rekening kamu." ucap Darmawan dengan tatapan sedih dengan musibah yang di alami Hayden dan Sheren.
Setelah berbincang-bincang sebentar, Hayden dan Sheren meminta izin pulang.
"Sheren, setelah aku mengantarmu pulang aku harus kembali ke kantor, kamu istirahatlah." ucap Hayden dengan penuh perhatian.
"Sebaiknya antar aku ke rumah sakit saja Hayd, biar aku bisa bergantian menjaga Papi dengan Mami." ucap Sheren dengan tulus.
"Terimakasih Sher, kamu istriku yang sangat baik, aku sangat bersyukur bisa memilikimu." ucap Hayden bersungguh-sungguh.
"Aku juga bersyukur memiliki kamu Hayd." ucap Sheren dengan tersenyum.
Setelah sampai di rumah sakit Sheren berniat turun namun Hayden memanggilnya.
"Sheren." panggil Hayden dengan wajah pucat.
"Ya Hayd." sahut Sheren membungkukkan punggungnya menatap Hayden dari luar.
"Jangan pulang sendiri, aku akan menjemputmu." ucap Hayden dengan tersenyum.
Sheren mengangguk pelan kemudian berjalan masuk ke dalam rumah sakit.
Hayden melihat kepergian Sheren dengan tatapan penuh kekaguman.
Perlahan Hayden menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju kantornya.
Tiba di kantornya Dimas sudah menunggunya dengan wajah yang suram.
"Hayd, ada Tuan Abram di dalam sedang mencarimu." ucap Dimas sedikit gugup.
"Ada apa dia mencariku?" tanya Hayden dengan nada suara yang tidak senang.
"Aku sudah tanyakan tapi dia hanya ingin bicara denganmu." ucap Dimas dengan hati yang penuh curiga.
"Baiklah aku akan menemuinya." ucap Hayden berjalan masuk dalam ruangannya.
"Hallo Hayden? bagaimana kabarmu sekarang? aku mendengar perusahaanmu sudah gulung tikar dan membutuhkan suntikan dana untuk kembali bangun, apa itu benar?" tanya Abram dengan sebuah senyuman penuh kelicikan.
"Aku tidak sedang ingin berbasa-basi Tuan Abram, apa maksud kedatangan Tuan Abram kemari?" tanya Hayden dengan tatapan penuh curiga.
"Baiklah, aku juga tidak senang berbasa-basi, aku akan memberikan bantuan dana padamu sembilan puluh persen dari hutangmu, tapi dengan syarat kamu harus menikah dengan putriku yang hidupnya tidak akan lama lagi, aku minta tolong padamu untuk bisa menikahi putriku Viona. Viona sangat mencintaimu dari sejak dia mengenalmu pertama kali." ucap Abram panjang lebar dengan tatapan memohon.
"Maaf Tuan Abram, aku tidak bisa menerima syaratmu karena aku sudah menikah." ucap Hayden suara datar dan wajah yang dingin.
"Pikirkan dulu Hayden karena aku bersungguh-sungguh dengan tawaranku, kamu bisa bercerai dengan Viona sampai pada saat putriku tidak bisa bertahan." ucap Abram menatap wajah Hayden dengan tatapan penuh.
"Maaf sekali lagi aku tidak bisa menerima tawaranmu." ucap Hayden yang sangat tahu sifat Viona, wanita yang selalu berganti-ganti pasangan.
"Baiklah, pikirkan saja lagi aku akan menunggu kabar baik darimu." ucap Abram kemudian keluar dari ruang kerja Hayden dengan hati kesal dan penuh amarah.
"Dimas, masuk ke ruanganku sekarang." panggil Hayden melalui panggilan ponselnya.
"Ada apa Hayden?" tanya Dimas setelah masuk ke dalam ruangannya.
"Apa saja yang terjadi hari ini di kantor, apa kita sudah menemukan jalan keluar untuk menutup hutang kita?" tanya Hayden dengan tatapan penuh harap.
"Tidak ada jalan lagi Hayd, hari ini semua investor meminta kembali semua modal sahamnya." ucap Dimas kemudian menunjukkan e-mail yang baru masuk kalau perusahaan Hayden akan di tutup dengan paksa dan di beri waktu dua hari untuk segera melunasi hutangnya.
"Gila Hayden, bagaimana kita bisa mencari uang dalam dua hari untuk menutup hutang-hutang kita?" tanya Dimas dengan wajah yang kesal.
Wajah Hayden seketika pucat, terasa kepalanya semakin ingin meledak dengan kabar yang di bacanya.
"Dimas temani aku club, aku ingin melupakan masalah ini, aku tidak tahu harus berbuat apalagi untuk menutup hutang-hutang ini." ucap Hayden sambil menekan salah satu pelipisnya.
"Sheren, sebaiknya kamu terima saja tawaran Tuan Abram, lagipula Viona hidupnya tidak akan lama lagi." ucap Dimas memberi saran pada Hayden.
"Aku tidak bisa menerimanya Dimas, aku tidak bisa menduakan Sheren, aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Sheren kalau aku menikah lagi." ucap Hayden dengan tatapan yang kosong.
Hayden tidak bisa membayangkan baru beberapa hari dia menikah dengan Sheren, mana mungkin akan menikah lagi dengan wanita yang tidak dia sukai.
"Ya sudah, kita siap-siap saja kabar dari para Investor dalam dua hari untuk menutup perusahaan kita." ucap Dimas dengan hati putus asa seperti hati Hayden yang juga sudah mati rasa karena tidak lagi mempunyai jalan keluar lagi.
"Kita berangkat ke club sekarang Dim." ajak Hayden yang sudah tidak kuat berlama-lama di ruangannya yang membuat dadanya terasa sesak.
Di temani Dimas, Hayden menghabiskan kegelisahannya di club yang pengunjungnya cukup sepi.
"Beri aku minum lagi Dim." pinta Hayden dengan keadaan yang sudah cukup mabuk.
"Kita sebaiknya pulang Hayd, sudah cukup hari ini kita minum-minumnya." ucap Dimas yang sudah sedikit mabuk.
"Hm, ayo kita pulang Dim." ucap Hayden dengan kedua matanya yang sudah memerah.
Dengan keadaan setengah mabuk, Hayden mengantar Dimas pulang, setelah itu pergi ke rumah sakit untuk menjemput Sheren.
"Apa kamu menunggu lama Sher?" tanya Hayden dengan perasaan bersalah setelah melihat Sheren berdiri di depan rumah sakit.
"Tidak juga Hayd, apa kamu habis minum Hayd?" tanya Sheren saat menghirup aroma minuman dari bau mulut Hayden.
"Sedikit Sher, hanya beberapa gelas untuk menghilangkan masalah di kantor hari ini." jawab Hayden dengan jujur tanpa menutupinya.
"Biar aku yang menyetir Hayd, sangat bahaya buat kamu untuk menyetir dalam keadaan mabuk." ucap Sheren membuka pintu mobil agar Hayden keluar dan pindah duduknya.
Dengan hati-hati Sheren menjalankan mobilnya dengan sangat pelan.
Tiba di rumah dengan penuh perhatian Sheren melepas pakaian dan sepatu Hayden kemudian menyiapkan air hangat agar Hayden bisa mandi dan merasakan tubuhnya segar kembali.
"Terima kasih Sher, dengan mandi air hangat rasa pusingku sudah mulai berkurang." ucap Hayden yang sudah bersandar di ranjang bersama Sheren.
"Sama-sama Hayd, sekarang ceritakan semua masalah yang ada di kantor hingga membuatmu kacau seperti tadi?" tanya Sheren dengan suara pelan.
Hayden menundukkan wajahnya, tidak mampu untuk menceritakan semua masalah di kantornya, terutama tentang kedatangan Abram yang memintanya untuk menikahi Viona kalau mau menutup hutang-hutangnya.
"Kenapa kamu diam Hayd? apa kamu tidak percaya pada istrimu?" tanya Sheren dengan tatapan penuh.
"Aku akan menceritakannya padamu Sher, aku sangat percaya padamu." ucap Hayden dengan tatapan putus asa.
"Kalau begitu ceritakan semuanya Hayd, jangan ragu." ucap Sheren dengan sangat penuh kesabaran.
Tanpa mengurangi cerita, Hayden menceritakan semuanya baik tentang peringatan penutupan perusahaannya, juga mengenai tawaran Abram yang bersedia membantunya tapi dengan persyaratan Hayden harus menikahi Viona.
Sheren mendengarkan semua cerita Hayden dengan tenang, tanpa menyela ataupun bertanya.