"Viona!!! kamu tidak bisa melakukan hal ini!!! cepat bilang pada Ayah kamu untuk tidak melakukannya. Kamu telah menghabiskan semua kesabaranku!!" teriak Hayden baru kali ini memperlakukan wanita tidak semestinya. Selama hidupnya Hayden selalu mengalah dan menghormati semua wanita yang di kenalnya.
"Kamu ingin melakukan apa? ingin membunuhku? silahkan saja! aku tidak takut mati. Tapi kamu yang harusnya takut! ingatlah papa kamu Hayden!! sekarang ini Papa kamu bisa meninggal kalau Ayahku meminta pihak rumah sakit untuk menghentikan perawatan Papa kamu!" ucap Viona dengan suara penuh tekanan.
Hayden terhenyak di tempatnya, jantungnya terasa akan berhenti dan mendidih mendengar ucapan Viona tentang Papanya. Bagaimana bisa seorang wanita tidak punya hati seperti Viona.
"Seandainya saja, Papa masih bekerja sebagai hakim kota. Aku tidak akan pusing-pusing mempertahankan perusahaan. Aku bisa hidup sederhana dengan Sheren. Dan aku tidak akan pernah berhubungan dengan wanita gila seperti Viona dan penjahat seperti Tuan Abram." ucap Hayden dalam hati dengan kedua tangan terkepal. Kedua sudut mata Hayden menggenang air mata kesedihan yang dalam.
"Bagaimana Hayden? kamu jangan terlalu banyak berpikir sayang. Aku ingin tinggal di rumahmu satu atap dengan istri pertama kamu Sheren." ucap Viona dengan senyum penuh kelicikan.
Hayden mengangkat wajahnya.
"Beri aku waktu satu Minggu untuk bicara dengan Sheren. Satu Minggu saja." ucap Hayden dengan tatapan memohon.
"Baik! aku beri kamu waktu satu Minggu untuk menghabiskan waktu bersama Sheren. Karena setelah itu, ruang gerak kalian akan semakin sempit karena aku akan tinggal di sana. Dan tentu saja, kamu harus lebih memperhatikan aku. Karena apa? karena aku bisa saja meminta Ayah untuk menarik semua aset perusahaan kamu!!" ucap Viona selalu mengandalkan kekuasaan Ayahnya untuk menekan Hayden agar menuruti semua keinginannya.
"Baiklah, sekarang biarkan aku pergi." ucap Hayden tidak tahan lagi dekat dengan Viona.
"Tidak!! kamu tidak akan kemana-mana! apa kata keluarga besarku, setelah kita menikah kamu tidak bersamaku?" ucap Viona dengan tatapan berapi-api.
"Oke... terserah maumu untuk hari ini, tapi besok jangan menahanku lagi. Karena aku tidak tahu, sampai kapan batas kesabaranku hilang dengan sikapmu ini." ucap Hayden sambil duduk di sofa dengan wajah dingin.
Viona terdiam sejenak, kemudian tersenyum sambil mengibaskan rambut pirangnya.
"Hayden, maafkan aku. Kamu tahu dari dulu kan? kalau aku mencintaimu? aku tidak bisa melihatmu hidup dengan wanita lain." ucap Viona duduk di samping Hayden.
"Tapi kamu juga sudah tahu, aku tidak pernah mencintaimu dan aku sudah menikah dengan Sheren." ucap Hayden dengan suara datar.
"Aku sudah terima kalau kamu menikah dengan Sheren, sekarang aku juga sudah menikah denganmu. Aku punya hak yang sama dengan Sheren." ucap Viona dengan senyum penuh kemenangan.
"Selamanya posisi kamu tidak akan pernah sama dengan Sheren. Sheren selalu ada di hatiku selamanya. Dan kamu, hanya sebatas pada selembar kertas." ucap Hayden dengan tatapan meremehkan.
"Terserah apa katamu Hayden, yang terpenting sekarang aku adalah seorang Nyonya Hayden." ucap Viona seraya mengusap wajah Hayden.
Hayden melengos menghindar tangan Viona yang ingin menyentuh wajahnya.
"Hayden, ini malam pertama kita kenapa kamu tidak memberikan kebahagiaan padaku?" tanya Viona seraya meraih kancing kemeja Hayden.
Dengan kasar Hayden menepis tangan Viona yang menyentuh kemejanya.
"Ingat Viona jangan kamu coba-coba menyentuhku, aku sudah menepati janjiku pada Ayahmu. Tapi aku sudah katakan aku tidak akan menyentuhmu." ucap Hayden dengan tatapan penuh emosi.
"Tapi itu janjimu pada Ayahku! bukan padaku! aku tidak pernah menerima semua apa yang kamu katakan Hayden! kamu sekarang adalah suamiku dan kamu harus memenuhi kewajibanmu!" ucap Viona dengan lengkingan keras.
"Aku bukan suamimu!! aku menikah denganmu hanya secara formal saja. Aku menikah denganmu bukan karena cinta! selama hidupku aku tidak akan menyentuhmu! ingat itu!!" ucap Hayden dengan tatapan dingin.
"Haydennnn!! aku bukan wanita yang bisa kamu tolak begitu saja. Aku juga punya harga diri. Banyak laki-laki yang masih menginginkanku Hayden!" ucap Viona dengan gigi bergemelatuk. Harga dirinya hancur mendengar ucapan Hayden yang tidak menginginkannya.
"Ingat Hayden, kamu bisa bangga dengan kamu bisa menolakku. Tapi lihat saja, apa kamu bisa tahan setelah kita hidup bersama. Karena kamu tidak akan bisa lepas dariku. Kamu melepaskan aku, maka kamu bisa melihat Papa kamu dan adik-adik hidup dalam kemiskinan." ucap Viona sambil melempar gelas di atas meja.
Dengan perasaan kesal, di hadapan Hayden, Viona mengambil ponselnya kemudian menghubungi orang kepercayaannya.
"Daminic!! cepat ke sini sekarang! antar aku pergi ke kantor Ayah! aku tidak tahan dengan laki-laki yang hanya bisa menghinaku." ucap Viona sambil melirik Hayden yang berdiri tegak tanpa sedikitpun berusaha mencegahnya.
Setelah menghubungi Daminic, Viona keluar kamar dan pergi ke depan rumah menunggu Daminic orang kepercayaannya.
"Nona mau ke kantor Tuan Abram? Tuan Abram baru saja pergi ke luar kota." ucap Daminic dengan takut-takut.
"Apa?? Ayah pergi?" tanya Viona dengan perasaan tidak senang. Karena masih di hari pernikahannya Ayahnya sudah pergi demi pekerjaannya.
"Ya Nona, setelah Tuan Abram bicara dengan Nona... Tuan Abram mendapat telepon kemudian pergi." ucap Daminic berusaha menguatkan hatinya agar kuat menghadapi kemarahan majikannya.
"Hem... kalau begitu, antar aku ke rumah Apartemen Ronald." ucap Viona dengan tenang.
"Ke Apartemen Tuan Ronald? bukankah Nona sudah menikah? kenapa Nona masih menemui Tuan Ronald?" tanya Daminic dengan tatapan tak mengerti.
"Diammm!!! apa yang kamu ketahui dengan pernikahan Daminic? pernikahanku dengan Hayden hanya untuk kepuasanku saja. Aku hanya ingin membuat Sheren dan Hayden menderita. Aku tidak ingin mereka berdua bahagia!!" teriak Viona sambil meremas rambutnya.
"Tapi Nona Viona, anda sudah menikah sekarang. Dan tidak baik Nona datang ke rumah Tuan Ronald." ucap Daminic menasihati Viona.
"Diam kamu Daminic!! cepat antar aku ke Apartemen Ronald." ucap Viona dengan tatapan marah.
Tanpa bicara lagi Daminic menjalankan mobilnya ke arah Apartemen Ronald.
***
Hayden duduk bersandar di dinding pintu, hatinya benar-benar hancur dengan pernikahan yang tidak di inginkannya.
"Ya Tuhan, sampai kapan aku harus bertahan dengan hubungan ini? bagaimana caranya agar aku bisa lepas dari masalahku ini? kasihan Sheren, harus menderita karena hal ini. Aku harus menghubunginya, aku harus tahu keadaannya." ucap Hayden sambil mengusap wajahnya bangun dari tempatnya berniat menghubungi Sheren yang pasti menunggunya saat ini.
"Sheren." panggil Hayden saat panggilannya di terima Sheren.
"Hayden? kenapa kamu menghubungiku?" tanya Sheren sangat terkejut dengan Hayden meneleponnya.
"Sheren... Sheren, aku membutuhkanmu Sher." ucap Hayden dengan suara sangat sedih.
"Hayden, ada apa denganmu? kenapa kamu sedih Hayden?" tanya Sheren dengan hati cemas.