Chereads / CALON IMAM PILIHAN ABI (END) / Chapter 45 - WALIMATUL URSY

Chapter 45 - WALIMATUL URSY

Mahira bak seorang putri kerajaan. Sangat cantik dengan balutan gaun berwarna merah muda. Bukan warna kesukaannya. Tapi Uminya tahu keinginan Mahira dari dulu adalah bisa menikah dengan gaun berwarna merah muda. Meski Mahira tidak mau tahu dengan pernikahannya, nyatanya semua yang dipersiapkan oleh orangtuanya adalah yang dia inginkan.

Hari ini adalah hari resepsi pernikahan Mahira dan Aydin, yang akan diselenggarakan di ballroom hotel bintang lima SAKINA HOTEL. Acara akan di mulai setelah salat isya'. Aydin telah siap dengan jas berwarna navy. Diliriknya sedari tadi sang istri yang begitu cantik. Kali ini dia bisa menikmati kecantikan Mahira sepuasnya. Jika kemarin waktu akad penuh dengan insiden yang tidak mengenakkan, kali ini semua orang berbahagia. Tidak ada perasaan sedih lagi. Semua sudah merasa lega.

"Mas Aydin, istrinya cantik sekali kan? saya yakin mas Aydin tidak akan bisa pindah ke lain hati." Ucap penata rias menggoda Aydin.

"Iya donk Mbak. Buat apa ngelirik yang lain. Kalau istri saya sudah sempurna di mata saya." Ucapan Aydin membuat pipi Mahira bertambah merona. Kalah sama blush on.

"Ihh.. Abang.. seneng banget sih bikin aku malu." Mahira cemberut karena Aydin terus menggodanya.

"Kan emang kenyataannya begitu, Dek. Sudah donk jangan cemberut lagi."

"Ayo mempelai sudah siap belum?" tanya Wahyu yang baru saja datang. Dia melihat anak dan menantunya yang terlihat cantik dan gagah.

"Iya Abi, sudah koq." Aydin mengambil sebelah tangan Mahira lalu di gandengan dengan mesra. Sesekali mereka berdua saling melempar senyum.

"Ya sudah ayo.. Yang lain sudah menunggu di luar," ucap Wahyu yang tampak sangat bahagia hari ini. Keinginan dia untuk melepaskan anak tirinya pada lelaki pilihannya sudah terlaksana.

"Dek, mau minum dulu? nanti di atas panggung kamu akan susah minum lho." tanya Aydin pada Mahira. Sejak menikah, Aydin selalu berusaha untuk menjaga dan memperhatikan Mahira. Dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi. Ya karena Aydin masih cuti kerja. Jadi dia masih punya banyak waktu untuk menemani istri tercinta.

"Enggak bang. Nanti kalo kebanyakan minum malah pengen pipis, gimana?"jawaban Mahira membuat Aydin tertawa.

"Pipis ya tinggal pipis. Nanti aku gendong. Mau?" Aydin tertawa. Tawa mereka sampai terdengar oleh Wahyu. Yang berjalan di depan mereka.

"Kalian ini nertawain apa sih? sampai Aydin ketawa begitu." Wahyu sampai geleng-geleng kepala melihat anak dan menantunya.

"Tidak apa-apa Abi." Mahira menyenggol lengan suaminya.

Mereka berjalan ke arah pintu depan ballroom. Di sana sudah ada semua keluarga mereka. Keluarga Mahira dan juga Aydin.

"Ini dia pengantinnya. Udah ditunggu-tunggu dari tadi. Kita sampai jamuran di sini." ucap Furqon sambil tertawa. Kakak tiri Mahira ini sekarang sudah berubah sikapnya. Jadi lebih hangat pada Hanum dan Mahira.

"Maaf ya sudah menunggu lama." Aydin dan Mahira memposisikan di barisan paling depan. Panitia pernikahan mereka dari wedding organizer mengarahkan mereka harus bagaimana setelah ini. Mempelai dan kedua orangtua mereka masing-masing dengan hati-hati. Lokasi acara di desain dengan sangat indah. Dihiasi dengan bunga-bunga cantik berwarna putih dan pink. Serta lampu-lampu kristal yang bergelantungan. Membuat tempat acara semakin terlihat mewah.

Aydin dan Mahira berjalan menuju ke atas panggung. Sepanjang jalan, ada taburan bunga mawar yang mengiringi perjalanan mereka ke atas panggung. Di sini kanan dan kiri di sediakan kursi-kursi untuk menjamu para tamu. Wahyu tidak mau menerapkan standing party. Karena dalam islam tidak boleh makan sambil berdiri. Jadi mereka memang mengundang tidak terlalu banyak tamu. Agar para tamu bisa leluasa untuk duduk dan menikmati jamuan mereka. Inilah salah satu cara untuk memuliakan tamu. Bukan menyuruh tamu untuk berdesakan dan makan sambil berdiri.

Kini Mahira dan Yudi telah duduk di kursi yang ada di atas panggung. Mereka duduk bersebelahan. Wahyu dan Aida duduk di kursi sebelah kanan Mahira. Sedangkan Fajar dan Hamidah ada di sebelah kiri Aydin. Hanum memang meminta Aida yang mendampingi. Karena kondisinya yang sedang hamil muda dan masih sering mual. Dia pun hanya duduk di kursi VIP yang disediakan untuk keluarga. Tidak masalah untuk Hanum. Malah ini adalah caranya membalas kebaikan Aida sebagai istri pertama karena selama ini telah mau berbagi suami dengannya. Dan mau membantu merawat Mahira.

Tak lama tamu-tamu sudah mulai berdatangan dan memberi selamat pada Mahira dan Aydin. Semua tertata dengan rapi. Tidak ada yang berdesakan. Wahyu dan Fajar sengaja menyewa ruangan yang cukup luas. Sehingga tetap nyaman untuk para tamu. Diiringi dengan shalawat nabi yang dilantunkan oleh seorang penyanyi religi kenamaan.

"Abang lihat deh, Bang Edo dan Anisa berduaan terus dari tadi." Mahira berbisik di telinga Aydin.

"Iya, kayaknya mereka cocok. Kamu coba ngomong sama bang Edo. Kalau memang ada perasaan sama Anisa, biar kita bantu urus semuanya." Aydin tersenyum sambil mengucapkan terimakasih pada tamu yang memberi selamat pada mereka.

"Padahal Anisa dulu sukanya sama abang lho. Waktu ketemu di rumah sakit. Dia bilang tertarik sama abang."

"Oh ya? kenapa ga bilang dari dulu? kalau ngomong dari dulu kan bisa abang pertimbangkan."

"Eh pertimbangkan apa maksudnya?" Mahira melotot ke arah Aydin. Lelaki itu hanya membalas dengan tertawa.

"Ya abang pertimbangkan untuk mencarikan dia jodoh. Kan ga mungkin sama abang. Abang kan sudah punya bidadari cantik yang sekarang ada di samping abang." Aydin memang suka sekali menggoda Mahira. Melihat Mahira ngambek seperti tantangan tersendiri untuknya. Karena dia bisa menyisipkan hal romantis pada sang istri.

"Ih abang nyebelin. Seneng banget sih bikin aku sport jantung deh."

"Udah jangan cemberut. Nanti di foto jelek lho. Masa pengantin fotonya cemberut. Senyum donk biar tambah cantik." Mahira berfikir ucapan suaminya ada benarnya. Dia tidak ingin tertangkap kamera dengan wajah cemberut. Bisa malu sama anak cucu nanti. Mahira pun mengumbar senyum setelahnya.

**

"Bang, masih mikirin Mahira?" tanya Anisa pada Edo yang sedari tadi pandangannya tak lepas dari dua sosok yang ada di atas panggung.

"Enggak, cuma ga nyangka aja kalau aku adalah kakaknya Mahira. Dunia sangat sempit sekali. Pertama aku merasakan cinta, tapi ternyata aku mencintai orang yang salah." Edo duduk sambil memainkan gelas yang ada di depannya.

"Bisa jadi cinta abang pada Mahira yang selama ini abang rasakan adalah cinta seorang kakak pada adiknya. Abang harus mencoba bersikap biasa pada Mahira."

"Iya aku akan coba. Mungkin kalau aku bisa menemukan orang yang bisa membuatku jatuh cinta lagi."

"Semoga. Atau kalau abang tidak keberatan, aku bisa bantu." Omongan Anisa membuat Edo menoleh ke adah gadis itu. Edo melihat Anisa yang begitu cantik malam ini. Gadis ini juga sangat baik.

"Membantu seperti apa? Aku butuh seseorang yang bisa membuatku lupa pada Mahira. Kalau perlu aku ingin dapat calon istri, kamu mau bantu?" Edo menatap Anisa. Dia pikir tak ada salahnya mencoba membuka hati pada gadis di depannya ini. Selama ini Anisa yang selalu ada di sampingnya saat dia terpuruk karena Mahira.

"Membantu mencarikan calon istri, bang. Barangkali teman-temanku ada yang cocok sama abang."

"Tidak perlu jauh-jauh, Nis. Cukup kamu saja." Edo mengalihkan pandangannya. Tapi ucapan Edo barusan sukses membuat jantung Anisa berdegup kencang.

"Maksud abang apa?" Edo memang tidak ekspresif. Kalimat Edo yang masih ambigu membuat Anisa tidak yakin dengan apa yang diucapkan lelaki itu. Bisa jadi ia salah menafsirkan.

"Aku maunya kamu saja."

"Ya aku ngapain?" maklum wanita memang butuh kejelasan. Dan itu yang dilakukan Anisa saat ini.

"Aku akan mencoba mencintaimu

"Hah.." Anisa melongo setelah mendengar ucapan Edo barusan.

*****

Maaf ya beberapa hari tidak up. Karena saya harus menyelesaikan naskah yang mau cetak. Semoga hari ini selesai. Biar besok bisa nulis normal lagi kayak biasanya.

Makasih sudah mau menunggu.

Yuk komen yang banyak. Biar Bang Aydin dan Mahira bisa nongol lagi besok malam. 😁😁😁