Dalam cahaya remang, Aydin menatap istrinya yang tertidur pulas. Mahira mirip seperti putri tidur. Aydin mengusap lembut pipi mulus Mahira. Hingga gadis itu menggeliat karena merasakan sentuhan tangan Aydin yang kokoh. Melihat pergerakan sang istri, Aydin buru-buru beranjak, lalu mematikan cahaya lampu tidur yang ada di atas nakas.
"Emmmhhh.." Mahira mulai membuka matanya pelan-pelan. "Abang... bang Wira..." Mahira berteriak histeris karena ketika dia membuka mata, semuanya gelap. Dia mencoba meraba ternyata dia di atas kasur saat ini. Dia berusaha mencari suaminya, namun tak ada di sebelahnya. "Aku dimana ini bang? Abang dimana? kenapa ninggalin aku?hiks hiks." Mahira menangis karena ketakutan. Kakinya turun dari kasur yang empuk. Saat dia akan beranjak, tiba-tiba ada yang menyalakan lilin di lantai.
"Bang Wira..." Mahira menutup mulutnya dengan sebelah tangannya. Matanya berbinar ketika melihat sesuatu yang dibuat oleh suaminya. Aydin berdiri di tengah rangkaian mawar yang dibentuk hati. Lalu ada beberapa lilin yang menyala. Aydin menggenggam bucket bunga mawar cantik dengan paduan warna merah dan pink.

"Maaf ya membuat kamu menangis."
"Abang.. ini romantis sekali." Mata Mahira sampai berkaca-kaca melihat keromantiaan yang dibuat oleh suaminya. Aydin mendekat ke arahnya. Menyerahkan bucket bunga mawar cantik itu pada Mahira.

"Kamu suka?"
"Iya.. suka sekali. Makasih bang." Mahira tersenyum lalu memeluk sang suami. Dibalas pula pelukan hangat dari Aydin.
"Makasih sudah mau menjadi istriku. Aku hanya bisa membuat ini untuk kamu. Mungkin semua ini tidak sebanding dengan apa yang akan kamu berikan padaku nanti." ucapan Aydin membuat Mahira terharu. Gadis itu sampai tak bisa berkata-kata. Impiannya selama ini tentang malam pertama romantis, akhirnya diberikan oleh suaminya.
"Makasih, Abang sudah mau jadi suamiku. Padahal aku masih banyak kurangnya. Tapi abang selalu sayang sama aku."
"Ketika Ijab Qabul sudah terucap, artinya kamu akan menjadi tanggung jawabku. Tangismu adalah tangisku. Dan bahagiamu adalah bahagiaku. Dengan melihatmu bahagia, itu sudah menjadi kebahagiaan yang tidak ternilai untukku." Aydin mendorong tubuh Mahira pelan. Ditatapnya kedua bola mata indah istrinya. "Maukah kau melepaskannya untukku malam ini, sayang?" tanya Aydin sedikit parau. Dia tahu untuk melakukan semua itu harus sama-sama ikhlas dan ridho. Dia ingin membahagiakan istrinya terlebih dahulu. Maka setelah itu sang istripun akan dengan senang hati memberikannya.
Aydin ingat bagaimana Rasulullah selalu memperlakukan istrinya dengan lembut sebelum memberikan nafkah batinnya. Memberikan kebahagiaan pada seorang istri akan bernilai pahala untuk suami. Begitu indahnya sebuah pernikahan yang dilandasi dengan iman. Semua akan dicatat sebagai ibadah. Berbeda halnya jika melakukannya sebelum halal, maka akan berkuranglah keberkahan dalam sebuah pernikahan.
"Iya, Bang aku mau. Maaf jika selama seminggu ini membuatmu menunggu. Tapi kamu dengan sabar menunggu sampai aku siap melakukannya. Apa abang kecewa sama aku?"
"Sedikit."
"Maaf Bang." Mahira menunduk dan meneteskan airmata. Dia takut jika suaminya tidak ridho padanya.
"Enggak papa. Aku menghargai kamu. Aku tahu kehormatan wanita itu sangat berharga. Dan Terimakasih selama ini kamu sudah mau menjaganya untuk suamimu ini. Jadi aku akan siap menunggu sampai kamu siap. Apapun akan aku lakukan buat kamu. Karena aku tidak mau mendidik istriku dengan cara yang kasar."
"Tapi abang tidak boleh memanjakan aku. Abang juga harus menegur kalau aku salah."
"Itu sudah pasti. Tapi aku akan menegurmu dengan cara yang ma'ruf. Aku juga tidak akan memanjakanmu. Kali ini saja aku memanjakanmu."
"Oh jadi karena menginginkan sesuatu dari aku makanya abang memanjakan aku?"
"Ya tidak seperti itu maksudku." Aydib takut sekali Mahira Marah."
"Enggak koq bang. Aku hanya bercanda. Aku harus tahu diri jika suamiku memang tidak mau memarahiku. Aku bersyukur sekali bisa punya suami sepertimu, Bang." Mahira memeluk erat suaminya.
"Dulu aja ga mau kenalan sama aku. Sampai aku ke rumahmu beberapa kali, kamu ga mau nemuin aku, Dek."
"Itu karena aku tidak tahu, kalau lelaku yang dijodohkan Abi denganku adalah laki-laki sholih yang baik hati sepertimu. Abang tahu kan aku dulu begitu membenci laki-laki yang terlihat alim. Aku takut dipoligami, Bang. Jadi anak dari istri kedua itu menyakitkan. Bukan hanya dari keluarga besar, tapi juga teman sekolah dan masyarakat. Abang tahu dulu aku selalu sedih setiap kali orang mengataiku anak pelakor." Mahira terisak di pelukan suaminya.
"Sudah-sudah lupakan semuanya. Tidak usah diingat-ingat lagi. Sekarang semuanya sudah bahagia termasuk kita. Jadi jangan menangis lagi ya. Kamu punya abang sekarang. Kamu boleh cerita apa saja. Jangan kamu pendam sendiri setiap punya masalah." Aydin mencubit ujung hidung istrinya. Perlahan bibirnya menyentuh bibir Mahira yang kemerahan. Ia mengecap lembut bibir itu yang selama ini semaksimal mungkin dihindarinya. Karena setiap kali dia mencium Mahira, ada dorongan ingin melakukan hal yang lebih dari itu. Sedangkan Mahira belum mau.
"Emmhh.." Mahira melepaskan ciumannya karena kehabisan oksigen akibat perlakuan suaminya.
"Kita mandi dan salat dulu saja ya." Semua harus bersih dan jangan lupa diawali dengan niat yang baik. Agar Allah mencatat apa yang kita lakukan sebagai ibadah. Dan ketika hubungan ini nanti membuahkan hasil, semoga kelak dia menjadi anak yang sholeh."
"Aamiin..Iya bang. Aku dulu apa abang dulu?" tanya Mahira malu-malu.
"Bagaimana kalo barengan saja?"
"Kalo barengan bisa-bisa kita ga jadi salat duluan, Bang. Malah melakukannya di kamar mandi." Mahira mengerlingkan sebelah matanya. Mencoba menggoda suaminya.
"Hahaha.. bisa saja kamu. Kalau behitu, kamu duluan aja. Aku mau hubungi Abi dan Umi biar mereka tidak khawatir."
"Baiklah. Aku mandi duluan ya, Bang." Mahira meninggalkan suaminya yang duduk di atas kasur yang dipenuhi kelopak bunga mawar merah.
Setelah keduanya selesai mandi, Aydin yang sudah memakai baju kokoputih dan peci hitam, tak ketinggalan sarung motif kotak-kotak. Duduk berhadapan dengan Mahira yang sudah memakai mukena. Lelaki itu meletakkan tangan kanannya di atas kepala sang istri. Sebelum melakukan khalwah (malam pertama), Aydin mendoakan Mahira.
"Allahumma inni as-aluka min khairiha wa khairi ma jabaltaha alaih, wa a'udzu bika min syarriha wa syarri ma jabaltaha alaih. Ya Allah, aku memohon kebaikannya dan kebaikan tabiatnya yang ia bawa. Dan aku berlindung dari kejelekannya dan kejelekan tabiat yang ia bawa." Hadits Riwayat Abu Daud.
Setelah mendoakan dan mencium kening istrinya, Aydin mengajak Mahira mengerjakan salat sunnah dua rakaat. Keduanya berdoa memohon keberkahan dari apa yang akan mereka lakukan nanti.
Aydin perlahan membuka mukena sang istri. Dilihatnya Mahira dengan rambut lurus sebahu, rambut yang baru ia lihat setelah mereka menikah.
"Dek sudah siap?" Aydin menatap Mahira penuh cinta. Dibalas anggukan dan senyuman tulus dari Mahira.
*****
Up lagi Insyaallah Ahad Jam 23.00 ya. Kalau komennya tembus 100 di WN