Di luar kelas aku berbicara empat mata dengan Rio juga menanyakan hubungan antara Rio dan istriku. Rio pun memancing emosiku. Aku yang terpancing dan hampir menghajar Rio di halangi oleh Rivan dan Frensky yang ternyata sudah memperhatikanku dari tadi.
"Van.." Frensky memanggil Rivan.
"Inggih mas." jawab Rivan.
"Kamu kapan melamar gadismu itu?"
"Secepatnya mas.."
"Bagus.., itu Rio sama Kamil kan, ngapain mereka di luar kelas?"
"Mas kayanya mereka mau ribut lagi deh seperti soal kemarin yang hpnya Titah, dia pinjam."
"Wah gawat ini."
"Eh maksudnya lu tuh apa ha.. Teleponin bini orang dari kemarin?" tanya Kamil.
"Wah benar mas.." kata Rivan.
"Lapor pak kyai ayo, van.." ajak Frensky.
"Ayo mas.." kata Rivan patuh.
"Kalau gua suka sama bini lu kenapa?" tanya Rio yang mulai memancing emosi Kamil.
"Hmmm.., elu sudah berbuat apa saja sama bini gua kemarin?" tanya Kamil lagi.
"Ya elu pikir saja sendiri, apabila laki-laki dan perempuan sedang berduaan ngapain lagi kalau bukan.." jawab Rio yang masih memancing emosi Kamil dan Kamil memukulnya karena emosi.
"Keterlaluan.." Kamil memukul Rio tidak bisa menahan emosinya.
"Assalamu'alaikum ngger, ada apa ini?" tanya pak kyai Abdullah.
"Saya tidak terima pak dhe, istri saya yaitu keponakan pak dhe sendiri sudah berzinah dengan Rio, santri putra di sini hingga dia hamil karena saya tidak bisa memberikannya keturunan pak dhe." jawab Kamil yang masih terpancing emosi oleh Rio.
"Astaghfirullahalazim." kata Rivan, Frensky dan pak kyai Abdullah yang tidak percaya dengan apa yang dikatakan Kamil.
"Ngger, jangan berfikir buruk itu fitnah setan ngger untuk menguji cinta kalian berdua, coba kamu panggil Titah kemari van, ky." pinta pak kyai Abdullah.
"Siap pak Kyai." kata Frensky dan Rivan patuh.
"Assalamu'alaikum." Frensky dan Rivan memberikan salam pada Paijo dan Purnomo.
"Wa'alaikumussalam." Paijo dan Purnomo menjawab salam dari Frensky dan Rivan.
Frensky dan Rivan datang ke rumah, memberitahu Titah bahwa dia di panggil oleh pak kyai Abdullah.
"Titah mana lik?" tanya Rivan.
"Di dalam." jawab Paijo.
"Ada apa mas mencari saya?" tanya Titah.
"Dik Titah dipanggil sama pak kyai untuk menghadap." jawab Frensky.
"Oh ya bilang ke pak dhe nanti saya datang." kata Titah.
Titah pun menjelaskan bahwa dia tidak ada hubungan apa-apa dengan Rio, tapi aku tetap tidak percaya sama apa yang dia ungkapan sampai akhirnya Titah benar-benar pergi menyusul ibu mertuaku, ibunya yang tinggal di London setelah ayahnya meninggal dunia.
Lalu salah satu orang dari pihak rumah sakit yang datang ke rumah kemudian menjelaskan bahwa aku tidak mandul. Hasil lab kemarin tertukar, aku pun bergegas menuju bandara untuk menghentikan niat Titah meninggalkanku ke London.
"Titah.." Kamil menghentikan langkah Titah.
"Mas Kamil.." Titah berbalik melihat Kamil.
"Titah, istriku, bidadari surgaku, ku mohon jangan pergi, aku sudah tahu semuanya kalau ini, anak yang kamu kandung adalah anak aku, dan kamu tahu apa sayang semuanya sudah terbukti kalau aku tidak mandul, dan hasil dari rumah sakit ternyata tertukar oleh pasien lain." Kamil menjelaskannya pada Titah dan mencegah Titah untuk tidak pergi menyusul ibu ke luar negeri (London).
"Iya mas, aku mau ikut kamu pulang dan aku tidak pergi meninggalkan kamu." Titah tidak jadi pergi ke rumah ibunya ke London.
"Terimakasih ya sayang untuk tidak pergi jauh dariku." kata Kamil.
"Iya mas.." seru Titah.
Aku dan pak kyai Abdullah akhirnya membawa istriku kembali ke pesantren darussalam.
Dan keesokan harinya aku dan Titah pergi ke rumah sakit untuk mengecek kandungannya bersama umi Fatimah.
Ternyata mama tahu dari pak kyai Abdullah soal kehamilan Titah, mama dan keluargaku juga senang mendengar kehamilan Titah.
Keesokan harinya..
Kediri
"Mi.." pak kyai Abdullah memanggil istrinya.
"Inggih abi, enten menapa?" tanya umi Fatimah.
"Tolong siapkan kamar untuk mertuanya Titah, karena sebentar lagi mertuanya Titah sampai ke pesantren darussalam, abi juga sudah mengabarkan mertuanya Titah kemarin." jawab pak kyai Abdullah.
"Iya abi, nanti umi siapkan kamar untuk mereka sebelum umi, Kamil, dan Titah ke rumah sakit." kata umi Fatimah.
Empat bulan kemudian..
Kandungan Titah kini berusia empat bulan, Titah sedang ngidam tempe mendoan dan harus aku yang membuatnya, sedangkan Frensky belum bisa melupakan Titah walaupun dia pernah bilang pada Rivan kalau Frensky sudah bisa menerima Anissa sebagai istrinya namun sayang nya belum bisa mencintai Anissa sepenuhnya, Frensky juga masih belajar untuk mencintai Annisa.
"Mas.." Titah memanggil Kamil dan manja pada suaminya.
"Iya sayang, ada apa?" tanya Kamil.
"Aku lagi pengen tempe mendoan." jawab Titah.
"Oh iya nanti aku belikan di tukang gorengan di pasar ya." kata Kamil.
"Kok tukang gorengan sih mas." keluh Titah.
"Terus?"
"Aku mau nya mas yang masak untuk Titah."
"Oke, kamu ngidam ya sayang?"
"Menurut mas gimana?" tanya Titah yang pura-pura ngambek.
"Ya sudah nanti mas buatkan tempe mendoan nya untukmu ya sayang." jawab Kamil yang mengabulkan permintaan Titah.
"Iya, bareng lik Pur saja ke pasarnya."
"Iya sayang."
"Ya sudah, aku ke ruang batik dulu ya." kata Titah lagi yang berpamitan pada suaminya.
"Iya, mau mas Kamil antar?"
"Tidak perlu mas, saya bareng dengan Annisa saja." jawab Titah.
"Assalamu'alaikum." Annisa memberikan salam pada Titah dan Kamil.
"Wa'alaikumussalam." Titah dan Kamil menjawab salam dari Annisa.
"Gimana mbakyu sampun jagi?, menawi sampun yuk dhateng ruang serat." tanya Annisa.
"Sampun Nissa, mangga.." jawab Titah dan Titah mengajak Annisa.
"Nissa, aku titip istriku ya." kata Kamil yang berpesan pada Annisa.
"Iya mas, tenang saja saya akan menjaganya lagian juga saya sudah anggap mbak Titah itu kakakku sendiri." kata Annisa patuh.
"Ya sudah mas, Titah pamit ya." kata Titah yang berpamitan pada Kamil.
"Assalamu'alaikum." Annisa dan Titah memberikan salam pada Kamil.
"Iya, Wa'alaikumussalam." Kamil menjawab salam dari Titah dan Annisa.
"Lik Pur mau kemana?" tanya Kamil.
"Mau ke pasar den mas, mau titip apa?" tanya Purnomo juga.
"Ayo.." Kamil mengajak Purnomo ke pasar.
"Maksudnya ayo?" tanya Purnomo kebingungan.
"Ayo kita pergi ke pasar, Titah lagi ngidam." jawab Kamil lagi.
"Oh.. Ya sudah ayo den mas pergi sekarang saja keburu siang." ajak Purnomo.
"Ayo, lagian juga habis ini aku ngajar kok.." sambung Kamil.
"Ayo den mas.."
"Pur.." Paijo memanggil Purnomo juga menghentikan langkahnya yang akan pergi ke pasar bersama Kamil.
"Punapa jo sampeyan kersa nitip menapa?" tanya Purnomo lagi.
"Mboten Pur, aku emoh nitip menapa-menapa punapa.., namung kersa asih niki doang." jawab Paijo memberikan catatan belanjaan Purnomo.
"Menapa niki?"
"Daftar tumbasan panjenengan loh.." jawab Paijo lagi.
"Masa sih.., nanging ta pangraos kulo sampun aku bekta jo" kata Purnomo sambil mengingat-ingat.
"Coba di cek dulu lik, mungkin saja yang di omongkan lik jo ada benarnya." pinta Kamil.
"Oh inggih ora ana, maturnuwun nggih jo sampun ngingataken aku." kata Purnomo lagi.
"Sami-sami Pur." sambung Paijo.
"Sudah gak ada yang ketinggalan lagi kan lik?, kalau tidak ayo berangkat, lik jo berangkat ya." tanya Kamil lagi.
"Sudah tidak ada lagi yang ketinggalan den mas." jawab Purnomo lagi.
"Ya sudah ayo berangkat." kata Kamil lagi.
"Assalamu'alaikum." Kamil dan Purnomo memberikan salam pada Paijo.
"Wa'alaikumussalam." Paijo menjawab salam dari Kamil dan Purnomo.