"Assalamu'alaikum cah ayu, den mas Kamil." Purnomo memberikan salam pada Kamil dan Titah.
"Wa'alaikumussalam." Kamil dan Titah menjawab salam dari Purnomo.
"Sinten?" tanya Titah.
"Purnomo, cah ayu." jawab Purnomo.
"Oh, ada apa lik?" tanya Kamil.
"Ada yang mencari den mas Kamil." jawab Purnomo.
"Siapa?"
"Mas Frensky, den mas Kamil."
"Oh, ya sudah, bilang sebentar lagi saya akan ke depan gitu ya." pinta Kamil.
"Inggih den jene Kamil." kata Purnomo patuh.
"Siap antar.." seru Paijo.
"Mas Frensky." kata Purnomo.
"Inggih mas Pur." jawab Frensky.
"Tengga sekedhap inggih, sekedhap iseh den jene Kamil medal kok." kata Purnomo memberitahu Frensky.
"Oh nggih mas Pur." seru Frensky.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
"Ada apa kamu mencari saya?" tanya Kamil.
"Ada yang ingin saya omongin dengan mu, emm lebih tepatnya sih cerita gitu." jawab Frensky.
"Oh, soal apa?"
"Soal aku dan istriku."
"Oh, coba ceritakan." pinta Kamil.
"Jadi seperti ini ceritanya." kata Frensky patuh menceritakan semuanya pada Kamil.
"Kira-kira mas Frensky sedang apa ya di rumah mbak Titah, pasti sedang berdua-duaan deh, hmm.. Mas Frensky." kata Annisa yang merasa cemburu.
Setelah Frensky menceritakan semuanya padaku dia lansung pulang ke rumahnya dan memberitahu istrinya kalau dia sudah bisa menerimanya sebagai istrinya, mencoba untuk belajar mencintainya, dan memberikan nafkah untuk istrinya dengan nafkah lahir dan batin.
Aku menelepon papa untuk memberitahu papa kalau lusa adalah acara selamatan empat bulanan istriku untuk anak kami yang ada di dalam kandungan istriku, lalu papa juga memberitahuku kalau mama juga ingin mengadakan selamatan empat bulanan istriku di jakarta, papa juga memintaku untuk merahasiakannya dari istriku.
Satu jam kemudian..
"Oh jadi seperti itu ya." kata Kamil yang baru saja mendengarkan semua cerita dari Frensky.
"Lalu kira-kira ada saran atau tidak, untukku, unta arab?" tanya Frensky.
"Punya pengki." jawab Kamil.
"Apa sarannya?"
"Tunggu sebentar." jawab Kamil yang meminta Frensky untuk menunggu.
Lima belas menit kemudian..
"Saranku ya kamu bilang saja apa adanya pada istrimu kalau kamu ingin memberikan nafkah lahir dan batin, mau belajar untuk mencintainya, dan apa yang kamu ceritakan tadi padaku pengki.." kata Kamil yang memberikan saran pada Frensky.
"Oh jadi gitu ya, ya sudah saya praktikkan di rumah nanti, saya pulang ya, oh ya lupa terimakasih ya unta arab." sambung Frensky.
"Iya pengki." kata Kamil tersenyum tipis pada Frensky.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Sementara itu Annisa sedang cemburu pada suaminya, lalu kemudian Annisa juga mengkhayal Frensky memegang tangan istriku.
"Mas Frensky sedang apa ya sekarang di rumahnya mbak Titah, pasti sedang berdua-duaan deh." kata Annisa yang masih merasa cemburu.
Di dalam khayalan Anissa..
"Assalamu'alaikum dik Titah."
"Wa'alaikumussalam mas Frensky."
"Unta arab enten, mboten?" tanya Frensky.
"Mboten enten mas, garwa kula iseh ngajar ing pesantren, enten menapa ta mas?" tanya Titah juga.
"Mboten, yen garwa panjenengan mboten enten ing griya bagaimana kita ngobrol wae." jawab Frensky sambil memegang tangan Titah di dalam khayalan Annisa.
Di luar khayalan Anissa..
"Ih mas Frensky, pegang-pegang tangan mbak Titah, tidak terima aku." kata Anissa yang masih merasa cemburu.
"Assalamu'alaikum dik Anissa."
"Wa'alaikumussalam."
"Dik Nissa ada yang ingin saya omongin dengan kamu, tapi setelah kita makan siang ya." kata Frensky.
"Gak mau dengar kalau soal mas dengan mbak Titah yang sedang berdua-duaan di rumahnya sambil pengang-pegang tangan mbak Titah." tolak Annisa masih dengan cemburu.
"Gak ada hubungannya dengan itu, aku mau memberitahu kamu soal saya sudah siap untuk menafkahimu secara lahir maupun batin dan ingin menerimamu menjadi istriku yang sesungguhnya dan juga aku ingin belajar mencintaimu dan juga menerima kekuranganmu." kata Frensky lagi.
"Benar mas?" tanya Annisa.
"Benar istriku sayang, bagaimana malam ini kita melakukan hubungan suami istri, mau gak?" tanya Frensky juga.
"Mau dong mas.." jawab Annisa yang merasa senang karena suaminya sudah bisa menerimanya dan ingin memberikan nafkah padanya secara lahir maupun batin.
Jakarta
"Telepon rumah bunyi, sepi juga, angkat saja deh." kata mang Jaja.
[Assalamu'alaikum, ingin berbicara dengan siapa?] tanya mang Jaja.
[Wa'alaikumussalam, papa ada mang?] tanya Kamil juga.
[Aya, hapunten ieu saha nya?]
[Ieu Kamil, mang.]
[Oh den Kamil, tunggu ya saya panggilkan juragan dulu.] kata mang Jaja.
[Muhun mang.] sambung Kamil.
"Assalamu'alaikum." mang Jaja memberikan salam pada pak Galih.
"Wa'alaikumussalam." pak Galih menjawab salam dari mang Jaja.
"Masuk gak di kunci kok pintunya." kata pak Galih.
"Sampurasun, hapunten juragan." sambung mang Jaja.
"Aya naon?" tanya pak Galih.
"Aya telepon juragan, tina den Kamil." jawab mang Jaja.
"Oh nya atos sambungkan wae ka ruang kerja abdi." kata pak Galih lagi.
"Oh muhun juragan." kata mang Jaja patuh.
[Assalamu'alaikum mil.]
[Wa'alaikumussalam pah.]
[Aya naon mil?] tanya pak Galih.
[Kamil ingin memberitahu pah, kalau empat bulanan Titah tidak jadi minggu depan jadinya lusa, papa bisa tidak besok jalan ke pesantren darussalam nya?] tanya Kamil juga.
[Bisa mil, a Fitroh juga mau ikut juga tuh katanya, oh ya mil satu lagi papa lupa, mama pesan pada papa kalau mama ingin kamu rahasiakan empat bulanan untuk istrimu di jakarta.] jawab pak Galih.
[Oh iya pah, Kamil akan merahasiakannya kok pada istriku, ya sudah gitu saja ya, pah besok di sambung lagi, assalamu'alaikum.] Kamil memberikan salam pada pak Galih.
[Iya, wa'alaikumussalam.] pak Galih menjawab salam dari Kamil.
Kediri
"Loh jo, suamiku mana?" tanya Titah.
"Di depan cah ayu." jawab Paijo.
"Oh.." seru Titah.
"Itu dia mas Kamil, cah ayu." kata Paijo.
"Ada apa sayang?" tanya Kamil.
"Ayo makan siang mas." jawab Titah yang mengajak suaminya makan siang bersama.
"Ayo." sambung Kamil.
"Tadi aku kan minta tempe mendoan ya mas, mana tempe mendoannya?" tanya Titah yang minta tempe mendoan.
"Ini sayang tempe mendoannya." jawab Kamil yang memberikan tempe mendoan pada istrinya.
Aku, istriku, Paijo dan Purnomo makan siang bersama dan setelah shalat maghrib berjama'ah di masjid Titah minta di carikan mangga muda.
"Mas ayo kita maghriban berjama'ah di masjid." ajak Titah.
"Ayo sayang." sambung Kamil.
Begitu juga dengan Frensky dan Annisa shalat maghrib berjama'ah di masjid pesantren darussalam.
"Sa, ayo." ajak Frensky.
"Inggih mas." kata Annisa.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
"Mas, Titah masuk ke dalam ya." Titah pamit pada suaminya dan mencium punggung tangan suaminya.
"Iya sayang, Nisa titip Titah ya." pinta Kamil.
"Inggih mas, mas Frensky, Annisa juga masuk ke dalam ya." Annisa juga pamit pada suaminya dan mencium punggung tangannya.
"Inggih dik.." seru Frensky.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
"Mbak Titah, mas Kamil duluan ya." kata Annisa.
"Iya sa.." seru Titah dan Kamil bersamaan
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
"Sayang ayo pulang." ajak Kamil.
"Yuk mas." sambung Titah.
"Lik Pur.."
"Inggih cah ayu, enten menapa?" tanya Purnomo.
"Tolong bukain pintunya ya." jawab Titah.
"Oh nggih cah ayu." kata Purnomo patuh.
Kami pun masuk ke dalam rumah dan tidak lupa memberikan salam pada penghuni yang ada di rumah.
"Mas.." Titah memanggil suaminya.
"Iya sayang kenapa?" tanya Kamil.
"Aku kepingin mangga muda." jawab Titah.
"Kamu ngidam lagi ya sayang?"
"Iya mas, cariin ya." jawab Titah yang minta di carikan mangga muda.
"Siap bidadari surgaku, ibu negaraku." Kamil menuruti permintaan dari istrinya.
Aku pun pergi keluar untuk mencari buah mangga muda untuk istriku.