"Ya sudah Ay, kalau itu sudah menjadi keputusanmu. Jangan bersedih begitu dong? ayo tersenyum? ini semua kan demi keluarga kecilmu nanti? ayo tersenyum." ucap Arya tersenyum dengan hati yang penuh kesedihan.
"Mungkin sudah waktunya aku harus melepas kamu Ay, aku harus melupakanmu agar kamu bisa bahagia dengan orang yang kamu cintai." ucap Arya dalam hati sambil menatap wajah Kinasih yang masih terlihat sangat sedih.
"Aku masih sedih Ar, aku tidak bisa tersenyum saat ini. Bagaimana kamu bisa tersenyum Ar? padahal sebentar lagi kamu akan jarang melihatku? apa kamu tidak merindukan aku nantinya Ar?" tanya Kinasih yang benar-benar sedih karena hanya Arya sahabat satu-satunya yang selalu ada untuknya.
"Ay, jangan seperti ini... kamu pasti tahu aku tidak akan pernah melupakan kamu, aku akan selamanya menyayangi kamu dan selalu ada untuk kamu. Jangan bersedih lagi ya?" ucap Arya memberikan sapu tangannya sambil menahan rasa sesak di dada.
"Berjanjilah padaku Ar, walau nanti kita jarang bertemu, kamu tidak akan pernah melupakan aku." ucap Kinasih dengan kedua matanya yang sembab.
"Aku berjanji padamu Ay. Kamu bisa pegang janjiku ini." ucap Arya dengan wajah serius.
"Terimakasih Ar, kamu adalah sahabat terbaikku sampai kapanpun." ucap Kinasih seraya mengusap airmatanya dengan saputangan Arya.
"Sebaiknya sekarang kamu telepon Bara biar menjemputmu, aku akan balik ke ruanganku untuk mengerjakan project baru untuk menarik investor lebih banyak lagi." ucap Arya yang ingin mencari kesibukan di sela-sela hatinya yang sedang terluka.
"Semoga berhasil ya Ar." ucap Kinasih seraya menelepon Barata agar menjemputnya.
Arya tersenyum sambil mengacungkan jempolnya.
Dengan langkah gontai Arya berjalan ke ruangannya untuk melepas segala kesedihannya.
"Ya Tuhan, kenapa aku harus mencintai Kinasih yang tidak pernah mencintaiku? lima tahun sudah aku begitu sangat dekat dengannya tapi tidak sedikitpun Kinasih bisa membuka hatinya padaku? dan Barata apa benar dia mencintai Kinasih dengan tulus? kenapa aku merasa ada sesuatu yang tidak baik di balik kebaikan Barata? apa pikiranku ini hanya karena rasa iri dan cemburuku saja?" ucap Arya dalam hati dengan kedua matanya menatap langit-langit ruang kerjanya.
"Semoga saja Barata benar-benar tulus mencintai Kinasih, aku tidak ingin Kinasih menderita karena cinta atau ada yang menyakiti hatinya. Semoga kebahagiaan selalu ada padamu Ay." ucap Arya menangis dalam hati.
***
"Sudah lama menunggu dek? maafkan aku, sungguh aku ketiduran hingga tidak mendengar telepon kamu. Aku sedikit tidak enak badan." ucap Barata yang terlambat datang hampir satu jam dan itu membuat Kinasih agak sedikit kecewa.
"Tidak apa-apa mas." ucap Kinasih dengan singkat.
"Ayo kita pulang? atau kamu ingin kemana?" tanya Barata berusaha membujuk Kinasih.
"Aku capek mas, ingin segera pulang." jawab Kinasih dengan wajah datar.
"Ikut aku ya dek? ke suatu tempat. Aku ada pesan sesuatu di tempat itu." ucap Barata yang tiba-tiba teringat sesuatu yang pasti bisa membuat kemarahan Kinasih hilang.
"Kemana mas?" tanya Kinasih menatap wajah Barata sekilas.
"Sudah..ayo masuk! nanti kamu juga akan tahu." ucap Barata membuka pintu mobil buat Kinasih. Sedikit hati Kinasih luluh dengan sikap Barata yang selalu perhatian.
Setelah berada di dalam mobil, Kinasih mengambil nafas panjang.
"Mas Bara?" panggil Kinasih yang ingin bertanya tentang sesuatu.
"Benar mas Bara tadi tidur? bukannya online telepon dengan seseorang?" tanya Kinasih yang benar-benar mengetahui kalau whatsapp Barata sedang online hampir setengah jam lamanya.
"Aku benar-benar tidur dek, aku tidak enak badan. Kamu bisa pegang keningku sekarang." ucap Barata sambil meraih tangan Kinasih dan di letakkan di keningnya.
"Panas tidak dek? aku tidak bohong bukan?" tanya Barata karena memang dia lagi tidak enak badan.
"Tapi aku tahu sendiri kalau whatsapp kamu online terus mas?" tanya Kinasih dengan serius.
"Dek, untuk ponselku aku memang jarang menggunakannya kalau di ruma, malah lebih sering Ibu yang memakainya atau adikku karena sayang sekali jika paket dataku masih banyak tidak di pakai." jelas Barata dengan tersenyum.
"Dek Asih curiga ya? atau cemburu?" tanya Barata masih dengan tersenyum.
"Ya bisa saja kan mas, kalau mas Bara terlalu asyik telepon hingga tidak mengangkat teleponku." ucap Kinasih dengan bibir cemberut.
"Aku bukan tipe seperti itu dek, kalau kamu tidak percaya aku telepon ibu sekarang ya? kamu bisa bertanya pada ibu." ucap Barata sambil meraih ponselnya.
"Tidak usah mas, aku percaya padamu. Maafkan aku." cicit Kinasih dengan wajah memerah.
"Di maafkan dek, terimakasih karena telah cemburu padaku. Itu pertanda dek Asih benar-benar mencintaiku." ucap Barata kemudian menjalankan mobilnya ke suatu tempat.
"Sudah sampai dek." ucap Barata dengan sebuah senyuman.
"Kok ke toko perhiasan mas?" tanya Kinasih dengan heran saat Barata menghentikan mobilnya tepat di depan toko perhiasan.
"Aku sudah pesan dua cincin untuk lamaran dan pernikahan kita nanti. Kita sudah bisa mengambilnya sekarang." ucap Barata tersenyum seraya keluar dari mobilnya.
"Ayo keluar dek, nanti keburu sore." ucap Barata lagi sambil membuka pintu mobil Kinasih.
"Aku...aku tidak tahu mas, sejak kapan kamu memesannya? aku pikir kita tidak perlu memakai cincin?" ucap Kinasih dengan wajah bersemu merah.
"Sudah satu bulan yang lalu sebelum aku berani bilang ingin melamarmu. Dan aku juga sudah mempersiapkan untuk acara pernikahan kita nanti." ucap Barata dengan wajah serius.
"Ya Tuhan mas, aku malah sama sekali belum berpikir kapan kita menikah?" ucap Kinasih dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.
"Dengarkan aku dek, aku bersungguh-sungguh ingin menikah denganmu. Jika setelah lamaran, kenapa kita tidak mengesahkannya sekalian. Aku takut jika kita tidak segera menikah kita akan khilaf karena yang namanya setan itu selalu ada di antara kita." ucap Barata mengungkapkan keinginannya untuk segera menikahi Kinasih setelah proses lamaran.
"Aku...aku tidak percaya dengan semua ini mas? ini terlalu cepat bagiku. Tapi sungguh aku bahagia mendengarnya." ucap Kinasih yang masih belum percaya dengan apa yang di dengarnya.
"Aku ingin kita menikah satu minggu setelah kita lamaran dek. Kamu mau kan menikah denganku?" tanya Barata dengan serius.
"Tentu mas, tentu aku mau." ucap Kinasih dengan wajah yang berseri-seri. Sungguh semuanya seperti mimpi baginya, satu minggu lagi dia akan menikah dengan Barata Saga.
"Sekarang kita masuk ke dalam, aku ingin kamu melihat cincin pertunangan dan cincin pernikahan kita?" ucap Barata masuk ke dalam toko seraya menggenggam tangan Kinasih.
"Mas, kenapa tidak cukup satu saja cincinnya mas?" tanya Kinasih masih dengan perasaan tak percaya.
"Aku ingin di tiap momen kita, kamu akan mengingatnya dek. Seperti halnya dengan pertunangan kita besok, atau pernikahan kita nanti." jawab Barata seraya memeluk pinggang Kinasih.