Alliesia terus melemparkan tatapan kesalnya pada orang terpenting kedua di negerinya!
Tak peduli seberapa besar kekuasaan yang dimiliki Yang Mulia Putra Mahkota. Dan bagaimana konsekuensi yang akan ia dapat jika ia membuat pria itu kesal. Tapi selama 'orang terpenting kedua dinegaranya' ini, terus bersikap tidak selayaknya jabatan yang ia punya. Alliesia wajib mengingatkannya!
Itu adalah hal yang selalu diajarkan kakek pada Alliesia. Jika kita benar, kita tidak perlu takut pada apapun! Itu adalah hal yang terus diucapkan oleh kakek padanya. Hingga Alliesia masih menjunjung kata-kata itu sampai saat ini.
Kakek yang kini bahkan sudah tidak bersama dengannya lagi karena telah pergi menyusul kedua orangtuanya. Serta kakek yang selalu mengajarkannya budi pekerti yang baik. Yang seharusnya berada di sini untuk menceramahi Putra Mahkota sampai ia bertobat!
"Saya tahu kemampuan saya memang istimewa. Tapi jika Anda terus saja memanfaatkan kekuatan saya untuk kepentingan Anda sendiri, saya tidak bisa melakukan hal lain selain menentangnya. Kemampuan istimewa saya tidak dikhususkan untuk luka yang disengaja!" ujar Alliesia mengingatkan.
"Lagipula, apa Anda tidak pernah cemas, saya akan kehilangan banyak energi karena terlalu sering menyembuhkan luka Anda ini secara terus menerus?" Alliesia mengemukakan sedikit pemikirannya yang baru saja terbersit.
Jujur, Alliesia memang hanya bergurau saat mengatakan bahwa energinya akan terkuras banyak jika ia mengobati luka Belhart. Tapi karena Belhart tidak terlalu fokus menyimak ucapan Alliesia. Belhart secara naluriah langsung meminta maaf.
"Maaf. Aku tidak bermaksud begitu," ujar Belhart lirih. Alliesia langsung mengangkat kedua alisnya.
Apa ini orang yang katanya terkenal sangat kuat? Mengapa dia seperti orang yang kehilangan semangat hidup hanya karena ditegur? Tidak! Pasti ada yang tidak beres dengannya, pikir Alliesia mencoba membaca situasi
"Yang Mulia, saya bukannya tidak mau membantu Anda. Tapi jika Anda terus seperti ini. Anda yang nantinya akan kesusahan jika Anda benar-benar terluka dengan cukup serius karena tidak bisa fokus. Bukankah Anda sebaiknya lebih bersantai sedikit?" tanya Alliesia mencoba menenangkan dan menghibur.
Belhart memandang kejauhan.
"Apa yang salah padaku?" gumam Belhart pelan.
"Apa?" Alliesia memeriksa pendengarannya.
"Mengapa dia terus bersikap dingin seperti itu padaku?" tanya Belhart sedih.
Alliesia yang awalnya bingung, kemudian menangkap maksud Belhart.
"Maksud Anda, Yang Mulia Putri Mahkota?" tanya Alliesia menyebutkan.
Belhart tidak menjawab. Alliesia mau tidak mau menghela napas.
"Yang Mulia, saya memang tidak tahu ada masalah apa antara Anda dengan Yang Mulia Putri Mahkota. Tapi bukankah jika Anda merasa bersalah, Anda harusnya meminta maaf terlebih dulu?" tanya Alliesia mencoba mencari pemecahan masalah.
Belhart terlihat semakin suram. Dan Alliesia mulai bergidik.
"Aku bahkan tidak tahu dimana letak permasalahannya," ujar Belhart kecewa.
Alliesia mengerutkan wajahnya.
"Tidak tahu dimana letak permasalahannya? Bagaimana itu mungkin?" tanya Alliesia tidak mengerti.
"Dia sudah berubah jauh sebelum kami menikah. Dan dia tidak pernah mengakuiku dengan benar. Lalu jika dia tidak mengatakannya langsung dimana letak kesalahanku, darimana aku bisa tahu apa yang salah padaku? Apa kau bisa mengerti maksud ucapanku?" tanya Belhart menatap Alliesia.
Entah sejak kapan, Alliesia sudah beberapa kali menjadi teman curhat Belhart soal Cattarina. Mungkin karena tidak ada wanita lain yang dekat dengan Belhart dan Cattarina, Belhart jadi mencurahkan seluruh keputusasaannya itu pada Alliesia.
Sambil tentu saja, meminta pengobatan darinya. Karena ia sangat ahli menyembuhkan orang. Masa bodoh dengan segala persepsi soal Putra Mahkota yang Agung dan berwibawa. Jika ia sudah memikirkan soal tingkah laku istrinya yang diluar kendali. Belhart secara otomatis akan menjadi seperti oranglain.
Lalu, bisakah ia menemukan jawaban atas pertanyaannya itu?
Cattarina yang Belhart kenal dulu memang sangat berbeda dengan Cattarina yang sekarang. Dan jika boleh jujur, Belhart lebih tertarik dengan Cattarina yang sekarang melebihi sebuah obsesi.
Jika ia bisa memutar kembali waktu, ia yang dulu akan memperlakukan Cattarina dengan baik. Sehingga dengan begitu, Cattarina yang kini telah dewasa pasti akan mempertahankan perasaannya pada Belhart seperti dulu.
Tanpa ia sendiri tahu apa sebenarnya pemicu perubahan tingkah laku Cattarina, Belhart dengan yakin berpikir bisa merubah sikap antipati Cattarina yang sekarang padanya setelah mereka menikah.
Tapi jangankan memberikannya sedikit celah. Semakin hari, Cattarina semakin mengacuhkannya. Mungkin Cattarina memang memperlakukan Belhart dengan baik dan sopan. Tapi bukan itu yang ia butuhkan darinya.
Seolah ada tembok besar yang membatasi mereka, Belhart seakan ingin menghancurkan tembok itu dan menyiksa Cattarina. Tapi jika melihat tatapan takut yang sering dipancarkan Cattarina padanya, Belhart seolah ingin menguburkan dirinya sendiri dalam-dalam.
Rasanya, apapun yang ia lakukan semuanya akan menjadi salah jika itu berkaitan dengannya.
Tapi mengapa Cattarina bisa bersikap sangat ramah pada Neil? Bukankah Belhart yang memilihkan Neil untuknya? Lantas mengapa kini ia merasakan keputusan itu seolah adalah salah? Apa Belhart seharusnya tidak memilihkan ksatria yang paling baik dalam berlindung untuk istrinya?
Pria yang bahkan tidak kalah tampan darinya. Orang yang selalu bisa menjadi sandingannya dalam hal apapun tapi juga tidak pernah menang darinya satu kali pun. Apakah mungkin, hati Cattarina jadi berpindah pada Neil yang adalah pengawal pribadinya sendiri?
Belhart memijat pelan keningnya yang terasa penat. Jika bukan karena beberapa mimpi buruk yang menghantui Cattarina hari itu, Belhart tidak akan mungkin menyerahkan penjagaannya yang ketat untuk Cattarina pada Neil.
Belhart tentu bisa menjaga Cattarina dengan lebih baik dibandingkan siapapun. Tapi karena tugas kerajaan yang diembankan padanya. Belhart tidak mungkin bisa menjaga Cattarina selama 24 jam penuh, sekalipun ia sangat ingin.
***