"Apa yang sebenarnya sedang kau rencanakan?" tanya Belhart dengan nada bicara yang sangat dingin dan tidak bersahabat membuat Monna agaknya bergidik.
Monna menatap ekspresi wajah Belhart yang kelam.
"Apa maksud, Yang Mulia?" tanya Monna tak mengerti berusaha sopan namun dalam hatinya sangat tertekan. Monna tetap menjaga dirinya dengan baik agar tidak memancing emosi Belhart yang beberapa hari ini terus saja memburuk.
Belhart menatap Cattarina dengan tajam.
"Apa kau sedang ingin menjodohkan aku dengan Alliesia?" tanya Belhart tajam setajam tatapannya yang menusuk.
Monna tertegun.
"Kenapa Anda bisa bicara seperti itu! Itu tentu saja tidak.."
"Tentu saja tidak?" ulang belhart dengan separuh kesal dan ingin tertawa. Namun ia hanya tersenyum mengejek.
"Apa ini ada hubungannya dengan syarat yang kau ajukan padaku sebelum kita menikah?" tanya Belhart memotong pembicaraan Cattarina.
Ia sendiri bukan orang yang bodoh yang tidak bisa membaca pergerakan istrinya sendiri yang begitu kentara. Cattarina jelas sekali ingin mendekatkan dirinya dengan Alliesia. Tapi untuk apa? Untuk membuat Belhart menjauh darinya dan memilih wanita itu? Sehingga dengan begitu, Cattarina jadi bisa terbebas darinya?
Ada begitu banyak perasaan pedih ketika Belhart memikirkan hal tersebut. Belhart sudah sangat dibuatnya tidak mengerti.
Apa Belhart sudah benar-benar tidak memiliki arti apapun untuknya? Sampai Cattarina begitu mengesampingkan dirinya dan rela memberikannya pada oranglain? Apa semua itu masuk diakal?!
Belhart dibuatnya luar biasa ingin menyerah.
"Cattarina, jawab aku sekarang!! Apa benar kau melakukan ini semua agar kau bisa bercerai dariku??!" tanya Belhart dengan sejumlah nada tinggi nan tajam yang sengaja ia layangkan.
Monna spontan menunduk ketakutan. Ia sendiri tidak ingin menyulut emosi Belhart dengan menjawab jujur pertanyaan itu dengan jawaban 'ya'.
Belhart menatapnya tak percaya. Karena tidak ada sanggahan dan tak ada jawaban. Jadi, ucapannya itu adalah benar?
"Kau...!!"
Belhart seolah tak punya kuasa. Ia benar-benar marah saat ini dan muak. Ia lalu berteriak dengan penuh amarah.
"Sampai kapan pun aku tidak akan menceraikanmu! Jadi jangan coba sekali-kali menjodohkan aku dengan Alliesia atau siapapun itu, karena aku tidak akan menceraikanmu sampai aku mati!"
Teriakan Belhart membuat Monna amat terkejut dan ketakutan.
Apa sebenarnya maksud ucapannya? Dia tidak akan menceraikannya sampai mati? Apa dia bercanda?! Monna merasa pikirannya mulai kacau. Hari itu Monna dan Belhart jelas telah bertengkar cukup serius.
Dan Belhart yang terus berusaha ingin bisa memahami jalan pikiran Cattarina, berulang kali mencari tahu kebenarannya atas mimpi Cattarina yang aneh.
Cattarina Bourston apa yang sebenarnya sedang kau pikirkan ? Dan apa yang sebenarnya sedang kau sembunyikan dan rencanakan??
Cattarina mungkin memang tidak akan pernah menceritakan apapun pada Belhart soal mimpi yang terus mengganggunya selama ini. Tapi Belhart sebagai suaminya tentu berhak untuk mencari tahu hal yang tersembunyi di dalamnya tanpa sepengetahuan yang bersangkutan karena mereka adalah sepasang suami istri yang sudah sepatutnya saling mengetahui pribadi mereka masing-masing.
Masalah apapun yang sedang Cattarina hadapi saat ini ataupun nanti, tentu Belhart sebagai suaminya harus bisa mengatasinya apapun yang terjadi dan bagaimanapun caranya.
Cattarina terus bergumam beberapa kali dalam mimpinya yang tidak tenang dan itu sangat mengganggu pikiran Belhart yang kini telah sepenuhnya tercurahkan padanya.
Belhart bekali-kali bertanya pada dirinya sendiri, bagaimana semua mimpi itu bisa terus mengganggunya.
"Pria macam apa yang sebenarnya sudah membuatmu begitu ketakutan dan sangat sulit untuk bisa beristirahat dengan tenang? Apa aku harus masuk ke dalam mimpimu terlebih dulu ketika kau sedang memimpikannya agar aku bisa tahu apa saja yang kau resahkan?"
Belhart berulang kali merasa resah dengan isi pikirannya sendiri. Tidak pernah menyangka bahwa dirinya akan begitu antusias dengan ingin mengetahui apapun soal istrinya.
"Kenapa kau mendadak menatapku seperti itu?" Monna merasakan tatapan yang tajam dan menusuk dari Belhart ketika mereka kembali melakukan kegiatan minum teh sore bersama di taman belakang istananya.
Monna tidak henti-hentinya memegang cangkir tehnya dengan gugup dan rapat agar tidak terjatuh bila Belhart secara mendadak kembali membentaknya seperti yang sudah-sudah. Monna tentu telah sangat salah paham dengan maksud dan nada bicara Belhart yang terbiasa dingin.
Belhart yang tahu Monna merasa tidak nyaman dan sedikit ketakutan kemudian menurunkan kembali padangannya yang malah mencurahkan seluruh isi hatinya yang sedang merundung.
"Ada apa sebenarnya kau mengundangku untuk minum bersama padahal sebelum ini kau nampaknya tidak pernah ingin sekedar minum denganku dan malah mengundang wanita lain. Sekarang kau mendadak berubah pikiran?"
Monna sedikit tertegun mendengar penuturan Berlhat barusan. Ia lalu bertanya.
"Kenapa Yang Mulia bisa berkata seperti itu?" Monna merasakan pria di depannya itu sedang tidak berada di dalam mood yang baik.
Monna berulang kali menyadarkan dirinya untuk tidak melakukan kesalahan di depan Belhart. Monna mungkin telah terbiasa melihat pria itu terus mengeluh dan berkeluh-kesah. Hingga marah-marah tidak jelas dan terus memojokkannya secara tidak langsung.
Sampai saat ini, Monna masih belum kuat untuk menerima sejumlah serangan.
"Saya tidak pernah berniat mengundang Yang Mulia kemari untuk membuat Anda kesal. Saya benar-benar tidak bermaksud seperti itu. Tolong, jangan salah paham."
Belhart langsung membuang keinginannya untuk menyudahi perdebatan mereka dan bersabar. Mata kelam Belhart sudah menyalak dengan tajam dan hanya menyorot pada sosok Cattarina yang ada di hadapannya.
"Bukankah aku sudah pernah memintamu untuk berhenti memanggilku seperti itu? Kenapa kau harus terus membuatku mengulang segala ucapanku? Apa kau pikir aku memiliki kesabaran yang ekstra?"
Semakin bertambahnya hari, Belhart merasa Cattarina tidak kunjung berada di dekatnya. Malah justru semakin mundur dan sulit dijangkau.
Monna dibuatnya cemas dan lelah. Karena apapun usahanya untuk meredam emosi dan kehangatannya, suami tidak tercintanya ini malah tidak pernah menganggapnya. Monna seolah ingin berteriak, namun konsekunsi dari tindakannya tentu akan berakhir pada kegelapan dan kematian.
"Baiklah. Belhart. Aku sudah ingat tentang sesuatu,"
"Sesuatu tentang apa?" Belhart masih bersikap dingin pada Cattarina. Monna tidak nampak memiliki keinginan dan keberanian untuk melanjutkan niatnya.
"Anda tidak perlu mendengarkannya, jika Anda tidak ingin."
Monna jelas tidak ingin mendesar siapapun untuk mendengarkan keinginannya. Bahkan membantunya jika orang tersebut tidak menginginkannya.
"Kau kini marah padaku?" tanya Belhart dengan serangkaian tatapan yang ingin menembus hingga ke dalam pikiran dan hati Cattarina.
Monna berusaha menyangkalnya.
"Tentu saja tidak. Mana mungkin saya berani," ucap Monna sopan. Tidak ingin memberikan kesan bahwa dirinya sudah sangat ingin berkata 'tentu saja aku marah jika kau terus memancingnya'.
"Saya hanya tidak ingin membebani hingga merepotkan Anda," Monna sudah beralasan dengan berbagai nalar yang berhasil ia pikirkan.
"Kalau begitu sekarang katakan apa yang mengganggu pikiranmu. Kau teringat pada apa?" tanya Belhart akhirnya kembali pada pokok tujuan pembicaraan mereka.