Chereads / Terang Dalam Gelapku / Chapter 91 - Keinginan (1)

Chapter 91 - Keinginan (1)

" Dia sudah membuatmu salah sangka tentangku! Karena dia memiliki kartu free access yang dulu kuberikan padanya!" tutur Brian. Fatma menatap manik mata suaminya untuk mencari kebohongan di dalamnya. Fatma tersenyum dengan mata berkaca-kaca, dikecupnya bibir pria tampannya itu dengan cukup lama hingga membuat Brian tertegun dan memejamkan matanya.

" Maafkan aku yang telah berburuk sangka padamu!" kata Fatma melepas kecupannya.

" Tidak apa! Aku yang salah karena tidak menjagamu sehingga kamu hampir celaka!" kata Brian.

" Apakah sakit?" tanya Fatma memandangi luka-luka diwajah suaminya.

" Sedikit!" jawab Brian. Kemudian Fatma menyentuh seluruh luka di wajah Brian lalu mengecup semuanya satu persatu. Brian meringis saat Fatma menyentuh bagian yang sedikit parah.

" Maaf! Pasti bang Arkan sangat menyakitimu!" kata Fatma.

" Tidak apa-apa! Demi kamu, aku rela meskipun harus mati!" kata Brian, dengan cepat Fatma menutup bibir Brian dengan tangan kanannya dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

" Aku dan Zabran masih membutuhkanmu!" kata Fatma.

" Aku akan selalu mendampingin kalian!" kata Brian sambil menempelkan wajahnya ke lekuk dada istrinya.

" Habib!" panggil Fatma.

" Hmm?" sahut Fatma.

" Maaf!" kata Fatma. Brian mengerutkan dahinya.

" Untuk apa?" tanya Brian tanpa menatap istrinya.

" Aku menyebabkan Bang Arkan memberikan harapan ada Ustadz Harun!" kata Fatma.

" Kita lupakan saja! Tidak ada yang bisa memisahkanku darimu!" jawab Brian mempererat pelukannya ke dada Fatma.

" Aku gak bisa nafas, Habib!" kata Fatma yang merasa jika suaminya menahan amarahnya.

" Maaf!" jawab Brian lalu sedikit mengendorkan pelukannya. Fatma mengecup puncak kepala suaminya lalu mengusap-usapnya. Brian merasa sangat tenang dan damai dalam dekapan istrinya hingga membuatnya tertidur. Trima kasih, Ya Allah! Atas segala rahmat dan hidayahMu! Aamiin! batin Fatma.

" Habib!" panggil Fatma pada Brian yang sedang tidur sambil beberapa kali mengusap pipi suaminya.

" Hmm!" sahut Brian yang perlahan membuka matanya.

" Aku lapar!" kbisik Fatma.

" Ya Allah! Maaf, sayang! Aku akan menyuruh Danis memesankan makanan!" kata Brian segera duduk dan akan beranjak dari ranjang.

" Aku mau makan batagor!" kata Fatma.

" Di kantin kebetulan ada yang jual batagor, katanya enak!" jawab Brian.

" Tidak!" sahut Fatma. Brian yang telah berdiri di samping ranjang mengerutkan keningnya melihat ke arah istrinya.

" Apa maksudmu, sayang?" tanya Brian mendekat pada Fatma dan duduk dipinggir ranjang.

" Aku mau batagor yang di jual di depan sekolahku dulu!" jawab Fatma.

" Astaghfirullah, sayang! Yang bener aja! Ini sudah jam 12 siang, Danis harus meeting jam 1 siang. Perjalanan dari sini ke sana PP paling nggak 2 jam!" jawab Brian. Fatma terdiam mendengar penuturan Brian.

" Aku beli di kantin aja, ya?" kata Brian. Fatma hanya mengangguk.

" Ok! Aku tinggal sebentar untuk bekerja!" kata Brian mengecup kening Fatma. Fatma hanya diam saja. Fatma menangis di dalam kamar mandi, dia sangat kecewa dengan suaminya yang tidak mau membelikan batagor di sekolahnya.

" Sayang!" panggil Brian. Brian kaget karena tidak melihat istrinya di atas ranjang. Dicarinya Fatma ke kamar mandi, saat akan mengetuk pintu, dia mendengar Fatma sedang menangis.

" Sayang! Kamu kenapa? Keluarlah! Apa yang terjadi?" tanya Brian khawatir. Tok! Tok! Tok!

" Sayang!" panggil Brian lagi dengan lembut. Fatma tidak mau membuka pintunya, dia kecewa pada Brian.

" Ya Allah, Qolbi! Suamimu menyuruhmu membuka pintu ini! Apa kamu tidak ingin mematuhi suamimu, sayang?" tanya Brian menggunakan jurus jitunya sebagai suami. Sesuai perkiraannya, Fatma membuka pintunya, karena dia adalah seorang istri yang soleha dan selalu mengikuti ajaran agamanya.

" Kenapa kamu menangis sayang? Apa ada yang menyakitimu?" tanya Brian sambil memeluk Fatma. Fatma bergeming, dia hanya diam saja mematung sambil masih sesegukan. Brian melepaskan pelukannya dan menatap istrinya, Fatma menjauhi Brian dengan keluar dari kamar itu. Brian menghembuskan nafas panjang, dia menyusul istrinya.

" Nyonya, Bos!" sapa Danis. Fatma menganggukkan kepalanya dan Danis segera menundukkan kepala akibat mendapat pandangan mematikan dari Bosnya yang posesif itu.

" Maaf, Bos! Ini hampir jam 1 siang!" kata Danis.

" Sayang! Danis telah membelikan batagor yang kamu pesan. Makanlah, kami akan ke ruang meeting!" jelas Brian pada istrinya yang duduk di sofa.

" Pergilah!" jawab Fatma pendek.

" Baiklah!" kata Brian lalu mengecup kening istrinya.

" Nanti kita bicara lagi, ya!" kata Brian di jawab Fatma dengan anggukan. Kemudian mereka berdua pergi meninggalkan ruangan Brian.

Setelah Brian meeting dengan relasinya di ruang meeting beberapa jam kemudian, dia kembali ke ruangannya. Betapa terkejutnya dia saat masuk dan tidak menemukan keberadaan istrinya di dalam ruangan ataupun kamarnya.

" Karinnnnnn!" teriak Brian. Karin yang sedang menerima telpon, terkejut mendengar teriakan Bosnya sehingga telpon yang dipegangnya hampir terjatuh. Dengan cepat Karin menutup telponnya dan berlari masuk ke dalam ruangan Brian, tidak lama Danis juga datang, karena teriakan Brian sampai di ruangannya.

" Ya, Bos!?" tanya Karin takut.

" Kemana istriku?" tanya Brian. Karin dan Danis saling bertatapan.

" Jangan melihat ke Danis, karena dia bersamaku tadi, dan hanya kamu yang ada disini!" kata Brian dengan marah.

" A..anu, Bos! Ta..tadi Nyonya Bos bilang akan ke lobby!" kata Karin.

" Apa?" teriak Brian, kemudian dia pergi ke meja kerjanya dan membuka laptopnya, dilihatnya kamera CCTV yang ada di lobby, tapi tidak ada Fatma disitu.

" Dia tidak ada disitu!" kata Brian.

" Apa tidak diperiksa saja CCTVnya, Bos!?" saran Danis.

" Kamu benar! Kenapa aku bisa bodoh begini?" jawab Brian ambigu.

" Jangan berani membatin!" tunjuk Brian pada Danis. Danis sontak terdiam tanpa berani bicara dalam hati, sedangkan Karin hampir saja tertawa akibat ucapan Bosnya, tapi dia tahan karena dia masih ingin bekerja lebih lama lagi disini. Brian memeriksa kejadian 2 jam yang lalu, dilihatnya Fatma berjalan keluar ruangannya dan menuju lift tepat setelah dia dan Danis ke ruang meeting. Lalu istrinya itu menyuruh satpam untuk memesankan taksi, karena Brian tahu jika istrinya itu tidak pernah membawa ponselnya jika bersamanya.

" Panggil Edi dan Seno!" perintah Brian.

" Iya, Bos!" jawab Karin, lalu dia pergi keluar ruangan Brian, tapi kembali lagi saat akan sampai di pintu ruangan.

" Ada apa lagi?" tanya Brian marah.

" A..p..pa gak ..lebih cepat...pa..kai tel..pon?" ucap Karin patah-patah karena takut.

" Karin benar, Bos!" sahut Danis dengan kepala menunduk.

" Astaghfirullah, Za! Kamu membuat suamimu menjadi orang yang sangat bodoh!" kata Brian ambigu. Kedua bawahannya hanya diam tanpa berani bergerak atau mencoba untuk bergerak. Brian menelpon meja security.

" Halo, Bos!" E

" Kamu sama Seno ke ruanganku sekarang!" B

" Si...ap..Bos!" E

Brian menutup telpon sebelum Edi sempat menjawabnya. Dengan cepat kedua satpam itu naik lift menuju ke ruangan Brian. Tok! Tok!

" Masuk!" teriak Brian.

" Permisi, Bos!" sapa Edi bersama Seno.

" Kemana istriku?" tanya Brian langsung.

" Maaf, Bos! Nyonya Bos tadi hanya minta saya mencarikan taksi!" tutur Edi.

" Iya, Bos!" sahut Seno.

" Argghhhh! Tidak berguna kalian semua!" teriak Brian marah.

" Cari istriku sampai ketemu, atau kalian semua besok aku kirim ke Afrika!" teriak Brian lagi.