"Aku berpikir kalau korban akan aku bawa pulang ke Apartemen, untuk melindunginya. Aku yakin, korban bisa mengenali siapa yang menghajarnya. Kita akan kabarkan kalau korban dalam keadaan koma." ucap Alvaro dengan rencana besarnya.
"Aku setuju dengan rencanamu ini? tapi siapa yang akan menjaga korban? kita memerlukan seseorang yang bisa kita percaya saat ini." ucap Damian tidak berisiko harus kehilangan saksi.
"Tiara yang akan menjaga korban. Aku yakin dia bisa menjaga korban dengan sangat baik. Tapi aku tidak tahu bagaimana cara aku membujuknya. Dia sangat keras kepala." ucap Alvaro dengan wajah serius.
"Siapa Tiara?" tanya Damian dengan tatapan serius.
"Tiara adalah adikku. Dia seorang Dokter, dan sampai saat ini dia tidak mau tinggal bersamaku karena kita selalu berbeda pendapat." ucap Alvaro seraya mengambil ponselnya untuk menghubungi Tiara.
Sambil menekan pelipisnya Alvaro menunggu panggilannya diterima Tiara. Tidak lama kemudian terdengar suara Tiara di sana.
"Hallo... Rara, kamu di mana sekarang? di apartemen atau di rumah sakit?" tanya Alvaro dengan salah satu tangannya berada di pinggangku.
"Aku ada di apartemen. Ada apa Al?" tanya Tiara dengan tenang.
"Aku membutuhkan tenaga kamu sekarang dan mungkin beberapa hari ke depan apa kamu mau membantuku?" tanya Alvaro dengan perasaan berat.
"Bantuan apa?" tanya Tiara penasaran.
"Aku ingin kamu menjaga seseorang yang menjadi saksi dalam kasus yang aku tangani." ucap Alvaro dengan suara pelan.
"Tidak! aku tidak bisa membantumu lagi Al. Sudah cukup aku terlibat dengan semua kasus yang kamu tangani." ucap Tiara dengan suara keras.
"Rara, maafkan aku. Aku tahu sangat berat bagimu setelah kematian Dio. Tapi itu sudah kejadian satu tahun yang lalu, dan aku juga sudah berusaha melindungi Dio. Kamu sangat tahu hal itu." ucap Alvaro merasa bersalah pada Tiara adiknya.
"Aku tahu kamu sudah berusaha melindungi Dio. Tapi kalau kamu tidak pernah melibatkannya pasti Dio tidak akan meninggal Alva." ucap Tiara dengan suara tertahan.
"Dengarkan aku Rara, aku tidak pernah melibatkan Dio! kamu sangat tahu hal itu! Dio sendiri yang berusaha membantuku. Bagaimana aku bisa membuatmu mengerti Rara." ucap Alvaro dengan perasaan putus asa.
Beberapa saat tidak terdengar suara dari Tiara.
"Rara, apa kamu masih mendengarku? sekarang dengarkan aku saja. Aku membutuhkan kamu, karena aku tahu kamu sangat mengenal dengan orang yang akan kamu jaga dia adalah Rama anak Pak Rendra. Kamu pasti mengingatnya kan? apa kamu tahu kalau Rama berada di rumah sakit jiwa? sekarang keadaan Rama sangat kritis dan nyawanya terancam. Aku ingin kamu menjaga Rama hingga kasus ini bisa aku ungkap." ucap Alvaro panjang lebar.
"Rama? Rama anak Pak Rendra? Ya Tuhan! kenapa kamu tidak memberitahuku Al? kapan itu terjadi? terakhir aku bertemu empat bulan yang lalu saat Rama datang ke kota ini." ucap Tiara yang tinggal di kota C setelah kematian kekasihnya Dio.
"Ya benar, Ramadhan Rendra anak Pak Rendra Sekarang nyawanya dalam keadaan bahaya. Dan aku berencana akan membawa Rama ke tempatmu agar kamu bisa menjaganya. Aku akan mengabarkan di sini kalau Rama mengalami koma." ucap Alvaro memberitahu idenya pada Tiara.
Tiara tidak bisa berkata apa-apa selain mendengarkan apa yang dikatakan Alvaro.
"Bagaimana Rara apa kamu mau membantuku? walau bukan untukku tapi pikirkan untuk Rama temanmu. Bukankah Rama sangat baik padamu?" ucap Alvaro dengan penuh harap.
Tiara menghela nafas panjang.
"Baiklah aku akan membantumu, bawalah Rama ke sini biar aku yang menjaganya sampai kasus kamu selesai." ucap Tiara akhirnya mau membantu Alvaro demi Rama temannya saat masa SMA.
"Oke, nanti malam aku akan membawa Rama ke sana. Tolong siapkan segala sesuatunya." ucap Alvaro merasa sangat lega.
"Bagaimana Al? apa Tiara mau membantumu?" tanya Damian dengan tatapan penuh.
Alvaro menganggukkan kepalanya, seraya memasukkan ponselnya ke dalam kantong celananya.
"Sekarang kita harus bagaimana? apa yang kita lakukan?" tanya Damian menunggu rencana baru Alvaro.
"Sekarang aku akan minta bantuan pada Dokter yang menangani Rama dan mengabarkan kalau Rama mengalami koma. Setelah itu, nanti malam kita bersiap-siap membawa Rama ke kota C di mana Tiara tinggal. Rama akan aman di sana. Kamu tunggu di sini untuk persiapan kita membawa Rama." ucap Alvaro kemudian keluar kamar meninggalkan Damian.
Dengan langkah panjang Alvaro mencari keberadaan Dokter yang menangani Rama.
Setelah menemui Dokter dan menceritakan semua rencananya, Dokter tersebut bersedia membantu Alvaro dengan memberikan ruang khusus untuk menipu keluarga Ramadhan Rendra dengan mengunakan pasien yang benar-benar koma dan melarang semua orang masuk, kecuali pihak kepolisian.
"Dengarkan aku dokter untuk sementara tolong hal ini disembunyikan dari keluarga Pak Rendra terutama ibu tiri dan saudara tirinya, tapi aku yakin mereka tidak akan mengurusi hal ini. tapi kalau mereka menanyakan katakan saja kalau Rama dalam keadaan koma, dan kemungkinan tidak bisa tertolong lagi. Beberapa anggota polisi akan menjaga ketat ruangan tersebut." ucap Alvaro dengan serius.
Dokter menganggukkan kepalanya sangat paham dengan apa yang di rencanakan Alvaro.
"Baiklah Dokter, terima kasih atas bantuannya." ucap Alvaro kemudian kembali ke kamar untuk mempersiapkan keberangkatan Rama ke kota C.
"Drrrt...Drrrt... Drrrt"
Dengan cepat Alvaro mengambil ponselnya dari kantong celananya untuk mengetahui siapa yang menghubunginya.
Kening Alvaro berkerut saat melihat nama Zenita di layar ponselnya.
"Hallo...ada Nit?" tanya Alvaro sama sekali tidak ingat dengan janjinya.
"Alva, kamu sudah berjanji padaku untuk datang malam ini. Sampai sekarang aku menunggumu, dan kamu belum datang juga. Kamu ada di mana sekarang? ingat Al kamu sudah terlalu sering berjanji padaku." ucap Zenita dengan perasaan kesal.
"Ya Tuhan! maafkan aku Nit, sama sekali aku tidak ingat dengan janjiku. Bagaimana ini, aku tidak bisa ke sana sekarang. Sebentar lagi aku harus mengantar anak Pak Rendra keluar dari kota ini." ucap Alvaro dengan perasaan bersalah.
"Aku sudah menduganya, kamu pasti tidak akan bisa datang ke sini. Kamu selalu disibukkan dengan pekerjaanmu yang tidak pernah ada habisnya." ucap Zenita dengan perasaan kecewa yang begitu dalam.
"Aku benar-benar minta maaf padamu Nita. Begini saja, setelah aku mengantar anak Pak Rendra keluar kota. Aku akan langsung ke tempatmu, kamu istirahat saja sekarang ya? bukankah kita besok akan menikah?" ucap Alvaro berusaha menenangkan hati Zenita.
"Aku tidak yakin besok kita akan menikah atau tidak. Bisa saja, besok kamu juga akan melupakannya karena masalah kasus kamu yang belum selesai." ucap Zenita dengan kesal langsung menutup panggilannya.
"Zenita!! Nita!! jangan di tutup dulu! Aaagghhh!! sial! aku harus bagaimana sekarang." ucap Alvaro dalam hati merasa bersalah pada Zenita.