Matahari berganti bulan, bintang-bintang mulai bercahaya. Rei, Sei, Miya, Gwen, Putri Ela dan para prajurit istana mulai selesai berlatih di lapangan mereka pulang dengan sama-sama.
"Tunggu aku ingin membayar tongkatku ini kemarin." Miya memberitahu ke pada semua orang.
"Aku juga ikut aku ingin melihat toko di sana!" Putri Ela tidak tau di mana Miya tuju.
"Kita bersama saja ke sana, bagaimana?" Rei mengajak semuanya.
"Baiklah...." Sei sedikit kecewa.
"Sebentar, untuk para prajurit semuanya kembali ke istana dan beristirahat, aku akan ikut dengan mereka dan pulang bersama mereka!" Putri Ela dengan ketegasannya.
"Baik..." Para Prajurit meninggalkan Putri Ela dan pulang ke istana.
Mereka berempat menuju ke toko pandai besi sedangkan Putri Ela tidak tau mereka ingin kemana.
Sesampai di tempatnya mereka berempat masuk, Putri Ela terkejut bahwa di sini ada toko seperti ini.
"A-Apa ini? Toko dengan ruang segini tetapi sangat indah untuk di lihat dan banyak barang-barang bagus ?" Terkejut Putri Ela melihat sekitar.
"Hai... Selamat datang, Oh.... Tuan Putri" Dengan tunduk si pandai besi.
"Oh... Tidak usah tunduk denganku, seperti biasa saja." Putri Ela melihat pandai besi.
"Ba-baik... Silakan di lihat-lihat dahulu Putri atau butuh desain baru untuk pedang Tuan Putri." Pandai besi sangat sopan sekali.
"Sebentar aku lihat-lihat dahulu, jangan panggil aku Tuan Putri lagi panggil saja Ela." Permintaan dari Putri Ela kepada semua orang yang ada di sana.
"Ba-Baik... Putri Eh... Ela..." Pandai besi gugup.
"Tak perlu gugup seperti itu. Bisakah buatkan pedang seperti ini tetapi beri tambahan sarung pedangnya." dengan menunjukan pedang Putri Ela.
"Tentu saja, tapi kenapa buat lagi? Bukankah pedang ini masih bagus kalo boleh akan aku perbaiki dan menjadikan lebih cantik lagi? Bagaimana? Juga aku tambahkan sarung pedangnya." Pandai besi memberi saran.
"Boleh... Silakan di lihat." Putri Ela memperlihatkan pedangnya.
"Hmm... ini bisa aku perbaiki, mungkin besok akan jadi!" Pandai Besi menyimpan pedang Putri Ela.
"Baiklah besok akan aku ambil saat menuju lapangan untuk latihan." Putri Ela langsung memberikan uang 30.000 ERC.
"Tidak usah Ela ini terlalu banyak, aku ambil 10.000 ERC saja." Dengan mengambil 10.000 ERC dan mengembalikan sisanya.
"Baiklah aku akan pulang sekarang, bagaimana dengan kalian ?" Putri Ela mengajak mereka bertiga pulang.
"Kami di sini dulu karena masih ada keperluan juga." Rei dengan tersenyum.
Putri Ela keluar dari toko dan memutuskan untuk pulang ke istana. Rei masih berbincang-bincang dengan pandai besi untuk memberikan diskon saat memperbaiki zirahnya yang sudah penyok.
"Rei! Aku dan Miya pulang dahulu ya?" Sei menghentikan pertedebatan Rei dan pandai besi.
"Oh... Baiklah kalian duluan, aku masih urusan dengan orang satu ini." Lagak sombongnyapun keluar.
Sei dan Miya keluar toko dan neninggalkan Rei sendirian untuk berdebat dengan pandai besi.
"Bagaimana ini? Beri aku diskon lah untuk memperbaiki zirah ini!" Rei langsung ke poin.
"Oke... 30% untuk semuanya bagaimana?" Memberi harga dengan senilai diskon.
"Nah begitu dong, kau memang bisa di andalkan." Dengan bangga langsung melepas zirahnya dan memberikan uangnya.
"Baiklah, besok mungkin juga akan selesai, oh iyh panggil saja aku Leo" Dengan melepas topeng besinya dan ternyata memiliki wajah singa.
"Haa.... Apa-apaan ini ? singa hanya seorang pandai besi ? kau bercandakan ?" Rei terkejut dan terjatuh ke lantai saat melihat wajahnya.
"Yo... Rei.... Kau kanget bukan ?" Dengan tersenyum.
"Bukan kaget lagi namanya, tapi syok tau tidak!" Dengan suara keras Rei memarahi.
"Hahaha... Kau ini memang menarik." Tertawa dengan puas.
"Yah... Sudahlah aku ingin pulang, besok aku akan ke sini lagi mengambil zirahku." Rei langsung keluar dari toko.
"Mungkin mulai besok aku akan ikut mereka" Leo melihat Hammer yang ada di dekatnya.
Rei jalan seorang diri menuju rumah, di tengah gelapnya kota Tandus bintang-bintang menyinari jalan yang gelap gulitap.
Rei membuka pintu rumah, ternyata semua orang sudah tertidur Rei menuju ruangnya dan tidur.
Keesokan harinya mereka semua bangun lebih awal dan sarapan lebih awal agar putri Ela tidak menunggu lama.
Saat putri Ela datang menjemput mereka, semua sudah bersiap-siap lalu berangkat untuk latihan, di depan toko bunga Rei dan putri Ela mampir menuju toko pandai besi untuk mengambil pesanan mereka kemarin.
Tak di sangka-sangka, Rei dan putri Ela kaget karena barang-barang Leo di kemasi dan begitu banyak sekali kotak kayu di luar tokonya.
"Hei... Hei... Apa-apaan ini?" Rei bingung sekali.
"Ada apa ini?" Putri Ela ikut bingung.
"Bukan apa-apa ini hanya pedang bekas yang aku kemasi untuk aku bawa menuju lapangan nanti." Leo membocorkan rahasianya.
"Maksud kamu?" Rei dan putri Ela bertanya.
"Aku akan ikut latihan dengan kalian di lapangan, dan ini pedang yang aku janjikan, bagaimana ? Dan ini Zirah milikmu aku tambahkan beberapa besi lagi untuk menutupi bagian-bagian yang masih terlihat." Leo memberikan pesanan barang mereka kemarin.
"Kalian tidak ada kegiatan di sini kan ? tolong bantu aku untuk membereskan ini di kereta kuda." Leo meminta bantuan.
"Baiklah..." Rei langsung membantu Leo sedangkan putri Ela masih melihat pedang miliknya yang berubahbsecara drastis.
Tak lama kotak-kotak tersebut sudah naik ke atas kereta kuda, Rei dan putri Ela menuju lapangan bersama Leo menaiki kuda tersebut.
Sesampai di lapangan Leo dan Rei menurunkan kotak - kotak yang ada di kereta di bantu oleh Sei dan beberapa prajurit Istana yang di perintah oleh putri Ela.
"Apa isi kotak - kotak ini, Rei ?" Sei menata kotak - kotak tersebut.
"Pedang dari toko Leo, memangnya kenapa?" Memberikan kotak kepada Sei.
"Kenapa ? Untuk apa sebanyak ini coba kau lihat ?" Dengan menujuk kotak - kotak di sampingnya.
"Itu semua untuk para prajurit di sini, mungkin lebih banyak yang aku bayangkan." Leo menjelaskan kepada Sei.
"Apa benar itu ?" Salah satu prajurit mendengarnya.
"Ya... Agar kalian lebih giat untuk berlatih dan semngat." Leo membalasnya.
"Terima kasih banyak anu...." Prajurit bingung untuk memanggilnya.
"Panggil saja Leo atau paman Leo!" Sembari membuka topeng yang di kenakan dari toko.
"Baik, paman Leo, Terima kasih." prajurit itu langsung membantu Leo hingga selesai.
Teriknya matahari mulai membakar tubuh mereka dan beristirahat, saat semua berkumpul untuk istirahat Leo memberikan pengumuman.
"Selagi beristirahat saya ingin memberi pengumuman. Saya Leo bisa di panggil Paman Leo atau Leo itu terserah kalian. Saya membawakan mungkin sekitar 50 kotak yang berisi pedang untuk kalian semua, untuk mempersingkat waktu semua pedang ini bisa di ambil sekarang dengan bergilir dan cepat agar kita semua bisa latihan lagi untuk sore hari. Cukup itu saja pengumumannya. Terima kasih atas perhatiannya!" Dengan wajah serius dan tegas Leo menutup pengumuman.
Saat selesai pembicaraannya tak lama Gwen membawa kereta kuda dengan penuh dengan buah-buahan dan makan siang.
Leo, Rei, Dan Sei membantu Gwen untuk menurunakan buah - buahan dan makanan yang di bawa.
Setelah semua mendapatkan makanan dan buah - buahan mereka makan bersama sampai sorepun tiba. Leo berdiri dan berlari menuju kereta kuda miliknya untuk mengambil senjata miliknya dulu.
Leo melihat senjata dan meyakinkan tekatnya untuk ikut berperang pada bulan purnama nanti.
Leo kembali ke lapangan dan membawa senjatanya Hammer yang besar, berat, dan begitu tajam jika di lihat.
"Aku akan ikut serta dalam pertarungan ini. Mulai besok aku akan tunggu kalian di bulan purnama nanti!" Suara yang keras dan penuh semngan Leo.
Sore mulai berlalu mereka berlatih keras hingga larut malam lapangn terlihat gelap hanya suara serangga - serangga kecil yang berbunyi meramaikan lapangan, cahaya dari obor api yang telah mereka siapkan tadi sore menerangi lapangan tersebut.