Aku memutuskan untuk kembali ke kamarku.
Rasanya agak kecewa dengan apa yang terjadi saat ini.
Kenapa kak Verra tak mau menemuiku atau memberikan surat ini langsung.
Apa harus menghindariku seperti ini.
Kemana kau pergi kak, apa kau tak merindukanku.
Walau akan berpisah setidaknya berikan kenangan terakhir untukku.
Jangan seperti ini.
Sesanpainya aku di kamar.
Aku menarik kursi di meja belajarku.
Aku duduk sambil membuka amplop berwarna biru polos.
Air mataku mulai mengalir dengan sendirinya.
Kak Verra mengirimkan foto kebersamaan kami dan selebar kertas.
Kurasa itu adalah surat yang di tulis kak Verra untukku.
Perlahan ku buka lipatan surat itu dan mulai membacanya.
-Assalamualaikum gadisku.
Maaf kakak tak bisa berpamitan denganmu secara langsung.
Kakak masih belum bisa menerima kenyataan bahwa gadisku akan di miliki orang lain.
Kakak menyayangimu, semoga dia yang terbaik untukmu gadis kecilku.
Kakak janji, kakak akan menjadi apa yang kamu inginkan.
Walau nanti ketika itu terwujud kau tak akan pernah bisa ku miliki lagi.
Aku sayang kamu gadis kecilku.-
Begitulah isi sutat yang ada di dalam amplop itu.
Ada rasa menyesal karena aku mengatakan hal bohong itu kepadanya.
Ada rasa bahagia karena kak Verra akan menepati janjinya.
Walau dengan kata yang melukai hati.
Keesokan harinya.
Aku berkemas untuk pulang kerumah orang tuaku.
Aku memutuskan untuk kembali karena aku tak mau terus larut dengan rasa bersalah ku.
Aku di jemput oleh bang Rizal.
Bukan abang kandungku, dia hanya sepupuku.
Bang Rizal memang selalu menjemputku saat ada libur sekolah.
Bang Rizal kuliah di universitas negri ternama di kotaku.
Bang rizal selalu mendapat nilai terbaik di setiap semesternya.
"Ayo, apakah kamu sudah siap Neo." Ujar bang Rizal.
Neo panggilan bang Rizal untukku.
Dia memang suka memberi julukan ke setiap saudaranya.
"Sudah siap bang, tapi bisakah abang berhenti memanggilku Neo?" Tanyaku kesal.
"Hehehe, Neo ku sudah bisa marah ya."
"Mentang mentang udah mau masuk SMA, ciee yang udah mau tua." Ejek bang Rizal.
"Sudahlah bang, ini gak lucu." Jawabku datar.
"Uhhh Neo ku semakin lama semakin mengemaskan." Ujarnya sambil mengacak acak rambutku.
"Ayo bang, berangkat nanti kemalaman sampai ke rumah." Ajakku agak ngegas
Bang Rizal beranjak dari posisi jongkoknya.
Dia berjalan santai tanpa memikirkan aku yang sedang kesulitan membawa tas berat ini.
"Bang Rizal!!"
"Apa Neo." Jawabnya.
"Bantuin bang ini berat." Pintaku.
"Abang kira gak butuh bantuan abang." Jawannya sambil cengar cengir.
Bang Rizal emang selalu bikin kesal tapi dia sangat bisa di andalkan.
Dia sosok pengganti ayahku karena ayah ku kerja kota yang berbeda.
"Sini abang yang bawa." Ujar bang Rizal.
"Dari tadi dong." rengekku.
Liburan kali ini aku lalui di rumah tanpa ada bayangan kak Verra.
Cukup berat melupakan sosok yang selama ini di sisiku.
Tapi aku harus melepaskannya demi apa yang dia cita citakan.
Liburan tinggal 1 minggu lagi.
Aku kembali ke kota di temani bang Rizal.
Aku daftar ulang di Sekolah menengah kejuruan yang aku tuju.
Hari senin aku akan mengikuti MOS.
Mungkin hari jumat atau sabtu ini aku akan kembali tinggal di asrama yang penuh dengan kenanganku bersama kak Verra.
Liburan selesai.
Hari ini adalah hari pertama MOS.
Aku mulai beradaptasi dengan lingkunganku yang baruku.
"Adik adik, hari ini kalian akan di bagi menjadi beberapa kelas."
"Setiap kelas berisi 29 siswa dan siswi."
" kalian bisa lihat daftar nama kalian di mading sekolah." ujar panitia MOS.
Aku berjalan menuju mading untuk melihat aku mendapat kelas mana.
*Bruugggh*
Aku terjatuh karena seseorang menabrak ku dari belakang.
Ku bersihkan baju dan rokku.
Lalu...