Ditempat lain
Seorang remaja sedang duduk dikamarnya. Dia membaca pesan yang baru saja dia kirim sekali lagi.
"Akhirnya aku kirim juga" katanya lemah.
Meletakan hpnya dimeja, dia berdiri menuju sudut ruangan, mengambil gitar dan mulai memainkan sebuah lagu. Lagu yang sama yang pernah didengar Clara malam itu.
Belum selesai remaja itu memainkan lagunya, dia berhenti. Meletakan gitar dan membaringkan tubuhnya ke tempat tidur. Tanpa dia sadari air mata mengalir dari sudut matanya.
"Mungkin ini yang terbaik"
Tanpa ada yang menyadari, malam itu kedua insan ini merasakan rasa kawatir yang sama meski dengan alasan yang berbeda.
Benang merah yang mungkin tidak akan pernah terhubung.
***
Dirumah Kuin
Ini sudah tiga hari sejak Clara menerima pesan dari nomor misterius. Dirinya sudah mencoba menghubungi dan juga membalas pesan, namun hasilnya nihil. Nomor itu tetap aktif, tapi tidak mengangkat telpon ataupun sekedar membalas pesan dari dirinya.
Clara meletakan sendoknya. Melihat ini membuat Kuin kaget.
"Clara!"
"Hah? Apa? Ada gempa? Kebakaran?"
"..."
"Ih apaan sih Kuin ngagetin aja"
"Kamu tu yang kenapa, makanan belum abis sendok uda ditaro"
"Kenyang"
"..."
Mendengar kata "kenyang" membuat Kuin jadi semakin kawatir. Buru-buru Kuin menempelkan telapak tangannya di dahi Clara.
"Apaan sih Kuin."
"Clar kedokter yuk, kayanya kamu sakit parah deh, aku pegang ga panas soalnya."
"Ih apaan sih, ngaco."
"Haha.. kamu sih, seorang Clara bisa bilang 'kenyang'. Semacam keajaiban gitu." Jelas Kuin sambil tertawa.
Mendengar lelucon Kuin ini Clara mendengus kesal.
"Hufft, kamu nih. Ga usah ngejek juga dong"
"Hehe maaf. Kamu kenapa sih?"
"Ermm, kamu baca pesan ini deh"
Kuin mengambil hp Clara dan membaca pesan yang dimaksud. Setelah mencoba memahami pesan itu, Kuin mencoba menghibur Clara.
"Orang iseng mungkin."
"Nando juga bilang gitu sih, tapi aku kok ngerasa pesan ini serius."
"Maksud kamu?"
"Ya kaya familiar banget gitu pesennya, kayanya dari orang yang deket sama aku."
"Emm, aneh juga sih. Coba nanti aku bantu cari tau."
"Eh beneran Kuin, makasih ya. Kamu emang sahabatku yang paling baik deh."
"Iya soalnya sahabatmu cuma aku doang kan."
"Hehe.. gimana dong, cari temen ga segampang cari sahabat." canda Clara sambil menjulurkan lidahnya.
Mendengar perhatian sahabatnya ini membuatnya lebih tenang. Clara kembali mengambil sendoknya dan mulai makan lagi.
"Hih, tau gitu ga aku hibur."
"Krna.. pfa?"
"Jorok hih, abisin dulu napa yang dimulut, aku fotonih kasi ke Nando"
Gleg!
"Eh jangan wee.."
"Haha, bercanda.."
"Ya iya tau gitu ga aku hibur. Jadi awet kan beras dirumah." Tambah Kuin kejam.
"Ih pelit banget"
"Haha"
"Eh tante mana Kuin? Kok ga keliatan"
"Ya ampun... Dah dateng dari tadi baru tanya, telat tauk!"
Meski menjawab seperti itu tetap saja Kuin menjelaskan.
"Mama pergi arisan hari ini."
"Oh.. hehe.. gimana dong.. tadi kan lagi ga konsen, harap maklum."
"Dasar."
Merekapun melanjutkan makan dengan sesekali disertai candaan ringan. Clara yang napsu makannya kembali, berhasil membersihkan meja dalam waktu singkat. Melihat ini seperti biasa Kuin tidak bisa untuk tidak menggelengkan kepala.
"Ya ampun, berapa hari kamu ga napsu makan."
"Tiga harian lah.. hehe" jawab Clara santai.
Selesai makan mereka naik kekamar Kuin. Hari ini memang mereka berencana belajar berdua. Kebetulan Nando sedang ada urusan hari ini sedangkan Robert ada kegiatan akhir ekskul sepak bolanya untuk kelas 12.
Siapa ya pengirim pesennya, kok kayanya emang familiar, batin Kuin saat naik kekamar.
Sore itu Clara belajar sangat giat menebus tiga hari yang terbuang karena memikirkan pesan dari orang misterius. Kuin sendiri sebaliknya, mengumpulkan berbagai kemungkinan untuk menebak siapa si pengirim pesan. Begitulah akhirnya mereka melewati hari itu bersama
***
Seminggu tidak terasa sudah berlalu. Semakin mendekati akhir, semakin banyak ulangan harian disekolah. Waktu untuk bermain bersama dengan temanpun banyak berkurang.
Itupun dirasakan oleh mereka berempat. Terlebih mereka berempat sudah memasukan draft aplikasi untuk melanjutkan studi ke Harvard, otomatis membuat mereka harus bekerja ekstra. Pasalnya dalam waktu dekat mereka berempat harus mengambil beberapa tes tambahan untuk melengkapi draf aplikasi mereka.
"Hah, capek." Keluh Clara di kantin siang itu.
"Iya nih Clar, aku beberapa hari ini sampe begadang terus." Jawab Kuin.
"Ah, bener aku juga pusing kerjain latihan buat tes toefl." Tambah Robert.
Nando yang melihat wajah lelah mereka bertiga meletakan bukunya dan mengajak mereka istirahat.
"Ya uda istirahat dulu yuk."
"Yuklah." Jawab mereka bertiga bersamaan.
"Eh inikan hari sabtu, udah lama kita ga jalan bareng. Gimana kalo nanti sore kita jalan?" Usul Nando.
"Eh, boleh tuh tapi kemana kita" tanya Kuin.
"Naik ke batu yuk, liat pemandangan dari payung malem hari." Usul Clara.
"Eh boleh juga tuh, udah lama juga ga naik." Tambah Robert.
"Boleh deh." Jawab Nando setuju.
"Ok, udah dipastiin berarti ya. Nanti kita kumpul dirumahku jam enam sore." Usul Kuin.
"Siap!" Jawab mereka bersamaan
Akhirnya setelah diputuskan mereka berempat kembali makan dan mengobrol ringan menunggu bel masuk kelas. Dan kegiatan sekolah hari itu padat seperti beberapa hari terakhir ini.
***
Sepulang sekolah, remaja itu langsung merebahkan dirinya ditempat tidur. Kembali teringat mata indah dan senyum manis yang terpatri dalam paras ayu sang pujaan hati. Mengingat pujaan hatinya itu memang membawa kebahagiaan, tetapi juga membawa rasa sakit yang mendalam.
"Clara, aku ga tau kapan ini akan berakhir. Tapi aku berharap apapun akhirnya nanti, kamu akan hidup bahagia."
Remaja itu baru saja akan memejamkan mata ketika dia teringat hal penting.
Oh iya, hari ini aku harus pergi ke batu, pikirnya dalam hati.
Remaja itu mengambil hpnya, menekan nomor dan melakukan panggilan. Tidak berselang lama panggilannya di terima.
"Halo." Suara disebrang sana menerima panggilan.
"Jangan lupa."
"Ok, nanti aku hubungi."
"Ok."
Remaja itu menutup telponnya. Dia meletakan hp-nya asal dan kembali merebahkan dirinya di tempat tidur. Dia berencana menutup mata sebentar untuk istirahat sebelum pergi hari ini.
***
Clara sedang bersiap-siap dikamarnya. Memilih baju yang santai, dia pergi mandi. Namun belum sempat dia melangkahkan kaki pergi, hp yang baru saja dia letakkan berbunyi, tanda pesan masuk.
Betapa terkejutnya Clara melihat siapa yang mengirim pesan. Itu adalah pesan dari si misterius, orang yang sama dengan yang mengiriminya pesan seminggu yang lalu. Clara agak berdebar membuka pesan itu.
Hati-hati, jangan lupa bawa jaket. Malem ini bakal dingin.
Clara sedikit terkejut membaca pesan itu. Pesan itu sangat berbeda dengan pesan kemarin, tapi membawa perasaan yang sama. Rasa familiar, rasa yang membuat Clara seperti sangat mengenal si pengirim pesan.
Clara menjadi sangat penasaran dengan sosok misterius ini. Sekali lagi dia mencoba membalas pesannya, meskipun ragu pesan itu akan dibalas.
Maaf, ini siapa ya?
Setelah mengirim pesan itu Clara duduk di tempat tidurnya mencoba menunggu balasan. Lama berselang dugaan Clara benar, pesannya diabaikan. Dia menyerah, meletakan hpnya begitu saja dan berjalan menuju kamar mandi.
Selesai mandi, Clara duduk di meja rias sebentar. Tidak sampai 10menit Clara sudah selesai. Begitulah Clara, dia bukan tipe orang yang suka bersolek. Tipisnya make-up diwajahnya sudah sangat cukup untuk menambah kecantikan dirinya.
Mengambil hpnya yang tadi di geletakan Clara mengecek kotak pesan, meski dia tau apa hasilnya. Nihil. Persiapan Clara sudah selesai dia turun kebawah untuk menunggu Nando. Hari ini mereka berencana pergi menggunakan motor untuk menghindari macet.
Sesampainya dibawah dia melihat papa dan mama sedang asik bersenda gurau sambil bermain monopoli.
Ya ampun! Ga inget umur kali ya, batin Clara.
"Pa.. Ma.."
"Eh Clar sini ikut main." Ajak papa.
Clara hanya memutar matanya kesal melihat kelakuan kedua orang tuanya ini.
"Ya ampun pa ma.. inget umur."
"Haha.. Justru karna ini papa sama mama awet muda" canda papa yang diamini oleh anggukan mama.
Tak bisa berkata-kata Clara hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Tapi dalam hati Clara merasa sikap orang tuanya yang unik inilah yang membuatnya sangat menyayangi mereka.
"Ih.. ok deh Clara ikut main, masi jam 4 juga."
"Gitu dong. Haha" jawab mama.
Baru Clara akan duduk, bel rumahnya berbunyi.
"Clara sana buka pintu!" Perintah papa.
"Loh kok Clara? Clarakan baru mau duduk" jawab Clara tidak terima.
"Kan masi berdiri sekalian aja Clar. Papa mama juga masi sibuk nih" canda mama.
"Hisss... Papa mama..huh iya deh iya" akhirnya Clara mengalah.
Saat dirinya pergi untuk membuka pintu, Clara masi bisa mendengar papa dan mamanya menertawakan kekalahan dirinya barusan.
"Ih kesel deh."
Bel berbunyi lagi.
"Iya iya sebentar."
Clara membuka pintu.
"Loh.."
"Hai Cewek."
"Lo ini kan baru jam 4 do, kok uda dateng."
"Panggilan kangen."
"Ih apaan sih." Jawab Clara salting.
"Hehe."
Merasa anaknya tidak kunjung masuk, mama keluar.
"Kok lama Clar, siapa?"
"Sore tante"
"Eh, ada Nando ayo masuk dulu"
"Iya tante"
"Clara kok Nandonya ga diajak masuk sih."
"Oh kan baru..."
"Clara masi penasaran sama ketampanan saya tante" potong Nando menggoda Clara.
"Ih apaan sih." Jawab Clara kesal sambil menginjak kaki Nando.
"Haha dasar kawula muda. Ayo masuk." Ajak mama.
Akhirnya mereka bertiga masuk kedalam. Clara masi saja memasang wajah cemberut yang lucu.
"Hihi.. maaf kan bercanda." Bisik Nando.
"Bodo!"
"Haha."
Mereka masuk ke ruang keluarga. Papa sedang asik mensabotase urutan kartu monopoli.
"Eh papa main curang ya!" Bentak mama.
"Eh nggak ma, tadi ada semut nyangkut di kartu, kasian." Jawab papa sekenanya
"Eh iya iya ini dikocok lagi kartunya" tambah papa melihat lirikan maut mama.
Nando hanya terbengong melihat kelakuan keluarga ajaib ini.
"Udah biasa gitu. Biasain aja." Bisik Clara.
"Eh iya.." jawab Nando tersadar dari kebengongannya.
Selesai drama singkat rekayasa kartu, papa menyapa Nando.
"Eh ada Nando, mau jemput Clara?"
"Iya om. Jam setengah 6 ntar mau keluar sama Robert, sama Kuin juga."
"Oh masi setengah 6. Ya uda sini ikut main dulu."
"Eh.."
"Haha.. main monopoli makin rame makin asik." Jawab papa.
"Oh iya om." Jawab Nando bingung.
Clara tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sedangkan papa dan mama kegirangan ada pemain tambahan. Jadilah sore itu dihabiskan untuk bermain monopoli di ruang keluarga.
Jam sudah menunjukan setengah 6.
"Om tante, Nando berangkat dulu sama Clara."
"Iya titip Clara ya. Jangan di apa-apain kalo kamu masi mau pulang ke kampung halaman." Ancam papa dengan senyuman.
"Eh.. iya om." Jawab Nando bingung.
"Ih apaan sih pa." Mama menegur papa.
"Iya hati-hati ya do. Tolong dijaga anak tante kalo kamu masih pingin liat matahari besok pagi." Tambah mama.
"Errr.. iya tan." Jawab Nando agak mulai takut.
"Ih apaan sih papa mama ini. Ya udah Clara berangkat"
"Haha.. bercanda nak. Iya kalian hati-hati dijalan ya." Ijin mereka akhirnya.
Nando dan Clarapun keluar dari rumah, pergi menuju rumah Kuin. Sesampainya disana ternyata Kuin dan Robert sudah menunggu didepan rumah. Karena sudah sore mereka memutuskan untuk langsung berangkat.
"Yuk!"
***
Setelah kira-kira 30 menit perjalanan, mereka sampai ditujuan. Ternyata jalan cukup sepi. Mereka memesan jagung bakar dan minuman lalu pergi mencari tempat duduk.
Mereka menemukan tempat duduk dipojok, tepinya tepat dengan pinggiran tebing. Baru saja mereka berjalan kearah tempat duduk. Suara seseorang memanggil Clara.
"Loh, kak Clara! Kesini juga kak." Sapa suara itu.
Clara menoleh.
"Eh Ana, sama.."
"Hai..." Andre menjawabnya.
Terkejut dengan sapaan Andre, Clara mencoba membalasnya.
"Hai.. ndr"
"Kuin, Bert kalian kesini juga." Potong Andre.
Namun belum sempat dia menjawab, Andre ternyata mengabaikannya. Pandangan Andre bagai menembus dirinya, melihat Kuin dan Robert yang ada dibelakangnya.
"Eh.." Kuin dan Robert bingung harus merespon seperti apa.
Clara benar tidak bisa membendung kesedihannya lagi. Bagaimanapun Andre dulu adalah sahabatnya. Bagi Clara perlakuan Andre kali ini sudah terlalu melampoi batas. Clara benar-benar kehilangan kesabarannya.
Plak!
Sebuah tamparan mulus mendarat di pipi Andre. Clara menunggu respon Andre.
"Hei, kalian sampe malem disini?" Katanya lagi masih mengabaikan Clara.
"Kak Andre!" Bentak Ana.
Clara benar-benar tidak bisa menahan dirinya. Sekali lagi Clara mengangkat tangannya bersiap melakukan tamparan.
Sett.
Belum sempat tangan Clara mengayun. Seseorang memeganginya.
"Clar, jangan sakitin tangan kamu." Nando menahannya.
Melihat kejadian itu, terjadi perubahan ekspresi di wajah Andre.
"Haha. Bosnya keluar nih." Sindir Andre.
Clara, Robert dan Kuin sangat terkejut melihat sikap Andre. Ekspresi Andre benar-benar berubah, ini kali pertama mereka melihat sisi Andre yang seperti ini.
"Kamu mau emang cari gara-gara ya!" Bentak Nando.
"Ohh.. kalo iya kenapa? Pangeran ini ga terima?" Jawab Andre tak kalah panas.
"Kak Andre, kak Nando udah. Ga enak diliat orang." Ana mencoba melerai.
Benar saja, orang-orang disekitar tempat itu semua melihat kearah mereka. Beberapa orang bersama pemilik kedai sudah bersiap mendekat, untuk menghentikan mereka.
"Ada satu orang aja yang coba buat hentiin ini, jangan salahin aku sama apa yang bakal terjadi." Ancam Andre.
Meskipun jelas mereka tidak mengenal Andre, tapi aura ancaman dari Andre barusan benar-benar menakutkan. Semua orang yang tadinya bersiap melerai, akhirnya hanya bisa diam dan melihat.
"Haha... Ternyata masi serem ya!" Nando memecah keheningan.
Dari semua yang ada disitu, hanya Nando yang masih terlihat santai.
"Hahaha!!" Jawab Andre dengan tawa yang benar-benar menakutkan.
"Do berhenti!" Panggil Clara.
Nando mengabaikan Clara, tanpa babibu lagi Nando mulai mengarahkan tinjunya ke arah Andre. Namun sebelum mencapai wajah Andre, ternyata tendangan Andre sudah sampai diperut Nando terlebih dulu.
Nando terdorong mundur, menabrak sekat pembatas antar meja. Melihat ada kesempatan Andre langsung bersiap melesatkan tinjunya. Belum sempat melakukannya, seseorang berteriak diujung ruangan.
"Kak Andre! Berhenti!" Ana berteriak diujung pagar pembatas.
Andre melihat kearah Ana dan sepertinya apa yang dilakukan Ana memang berhasil. Andre benar-benar menghentikan serangannya.
"Cih.. Ok aku berhenti. Ayo pergi Na!"
Ana tersenyum. Andre berbalik pergi, diikuti Ana yang berlari kecil mengkutinya.
"Masi dendam karena masa lalu? Bocah banget!" Nando sudah berdiri dan berteriak ke arah Andre.
Andre mengepalkan tangannya dan bersiap untuk berbalik.
Plak!
Sebelum Andre sempat berbalik ternyata Ana sudah mendatangi Nando dan menamparnya lebih dulu.
"Bisa diem gak kak! Kakak mau Mama ga tenang di surga sana?"
.
.
.
.